Iseng-iseng baca data penelitian my lovely Irra Yusnita Darmawan,
Tampaknya dari indikasi Fungsi-fungsi kepala madrasah yang harus diasah
lebih baik adalah rasa memiliki kepala madrasah terhadap madrasah yang
dipimpinnya. Alangkah sayangnya, setelah susah payah berkarir untuk
mencapai posisi kepala madrasah lalu mimpinya terhenti?
Bukti paling sederhana tampaknya adalah tingkat
kehadiran kepala madrasah dan kualitas kehadirannya. Dari ribuan
madrasah se Indonesia, mayoritas kepala madrasah tidak memenuhi jam
mengajar 6 jam. Implikasinya adalah ketidakmampuan kepala madrasah dalam
melakukan supervisi akademik terhadap para guru yang harus dikelolanya.
Berikutnya adalah jika seorang kepala madrasah tidak memenuhi hari
kerja 5-6 hari kerja, tentu pengambilan keputusan akan seringkali
terhambat kecepatannya. Barulah setelah kita memperbaiki kuantitas dan
kualitas kehadiran kepala madrasah kita bisa memperbaiki kinerja kepala
madrasah. Pertanyaan sederhananya adalah Kinerja apa yang mau diukur
jika hadir untuk bekerja saja tidak dipenuhi? bukankah kinerja adalah
ukuran kerja?
Tampaknya, yang lalai dipahami oleh para kepala
madrasah ini adalah: Kepala madrasah itu adalah GURU DENGAN TUGAS
TAMBAHAN KEPALA MADRASAH. JADI TUGAS UTAMANYA ADALAH GURU! Kebanggan
menjadi kepala madrasah mungkin telah menggerus terlalu besar
kebanggannya-passionnya menjadi seorang guru. Itulah sebabnya mungkin
kita masih agak kesulitan menemukan seorang guru dengan tugas tambahan
kepala madrasah, kembali menjadi guru biasa tanpa embel-embel tugas
tambahan kepala madrasah. Banyak orang mungkin yang menganggap proses
mutasi ini sebagai aib, bukan sebagai rotasi, penyegaran dan regenerasi
yang lumrah.
Hmm.. Sayang sekali kita akan masih sulit menemukan
seorang kepala madrasah dengan visi dan misi yang jelas serta program
yang terukur. Sayang sekali kita akhirnya akan sering menemukan seorang
siswa madrasah yang galau karena ketakjelasan arah pendidikannya.
"Menjadi seorang saintis muda berbakat tak sampai, menjadi kader mubalig
muda pun tak mampu". Kita... Madrasah... mungkin telah kehilangan jati
diri, tak memahami tugas pokok dan fungsinya... sehingga kita kehilangan
arah. Kita sepatutnya mulai berpikir keras, merebut kembali arah yang
kita banggakan dulu. Takkah kita lihat di bidang agama kita seringkali
kalah oleh SDIT, SMPIT, SMA plus-terpadu-dst (jujurlah pada indikasi
jumlah pendaftar dan jumlah dana yang bersedia dikeluarkan para calon
orang tua siswa). Dibidang Sainstek kita selalu beralasan tak ada sumber
daya yang cukup... Kenapa kita tidak membangun madrasah kita dengan
jati diri kita yang dulu saja? Dan menjadi pemenang dalam kekhasan itu?
Kita... Madrasah... mungkin sepatutnya memang harus mulai berpikir lebih keras lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar