Gaya Mengajar Profesor dalam Pandangan Mahasiswa sebagai Konsumennya
Sebagai konsumen, apakah sebenarnya yang di inginkan mahasiswa dari profesornya? Sering kali si mahasiswa ini, setiap kali bertemu dengan profesornya, dipaksa untuk mendengarkan winning story sang profesor, lagi.. dan lagi. Sebagai konsumen, kita tentu tak mungkin membuang waktu untuk terus menerus diminta mendengarkan promosi keunggulan produsen dari produk? bukankah yang ingin kita beli itu produk (ilmu)? bukan produsennya (sang profesor sebagai individu)?
Kita juga sering dihadapkan pada profesor yang dari pertemuan ke-1 sampai pertemuan ke-15 membicarakan hal yang itu-itu lagi. seperti halnya ketika kita ingin membeli mobil, mustahil kita ingin mendengarkan keunggulan ban dari mobil yang ingin kita beli secara terus menerus kan? tentu kita sebagai konsumen ingin tahu lebih banyak; apa keunggulan mesinnya? apa keunggulan pintunya? apa keunggulan joknya dst. Konsumen ingin puas! itulah hakikat melayani dalam transaksi jasa.
Yang konsumen ingin pahami adalah Ketika sang profesor diangkat menjadi GURU BESAR karena penelitian-penelitiannya... maka dari pertemuan ke-1 sampai 15, si konsumen ingin mendengarkan penelitian si profesor dalam penelitian dengan objek (nama mata kuliah) yang sama tetapi setiap pertemuan variabel penelitiannya berbeda, locusnya berbeda, waktunya berbeda.. terus semakin dalam, semakin luas pada bidang kajian si profesor selama 15 pertemuan. Tentu jangan sampai si konsumen (mahasiswa) dijejali hanya 1 pengalaman penelitian dari sang profesor (jadi jika dia hanya menceritakan satu penelitian, jangan-jangan sang profesor sejak disertasinya selesai tak penah meneliti lagi?)
Ketika sang profesor diangkat menjadi GURU BESAR karena buku-buku yang dia tulis? maka layaklah jika si konsumen ingin mendengar langsung dari sang profesor isi bukunya dari bab 1 sampai akhir.. setiap pertemuan dari pertemua ke-1 sampai 15, akan berganti terus tema sampai isi buku sang profesor di kupas sedalam-dalamnya, seluas-luasnya. sampai tidak ada satupun isi buku sang profesor dalam mata kuliah yang bersangkutan tidak dipahami oleh si konsumen (mahasiswa).
Ketika sang Profesor diangkat menjadi GURU BESAR karena pengalaman praktisnya, sebagai pejabat di sebuah organisasi atau pemilik usaha, maka layaklah jika si konsumen ingin mencuri keberhasilan sang profesor. dengan mengetahui setiap langah sang profesor mencapai posisi keberhasilan itu. selama 15 pertemua, wajar jika si mahasiswa ingin mengetahui setidaknya 15 langkah mencapai posisi strategis itu, atau 15 kasus yang diselesaikan dengan baik dan menjadi jalan sukses sang profesor dalam profesinya.
Jadi jika kita belum mampu memenuhi 15 kebaruan dalam pengetahuan mahsiswa sebagai konsumen, mungkin kita harus mulai meraba diri, memahami, lalu mempersiapkan yang jauh lebih baik. Sebab dimanakah makna kemanusiaan kita ketika kita tega menapikkan harapan orang, harapan mahasiswa/murid yang diberikan pada pundak dan pikiran kita.. agar mereka menjadi orang yang selalu baru setiap akhir pertemuan dengan profesornya? menjadi manusia baru karena pengetahuan yang terbarukan? Kasihan si konsumen jika mereka pulang dengan tangan hampa tak mendapat ilmu yang dia telah bayar itu, dia mungkin merasa bodoh atau di bodohi, karena membeli sesuatu yang akhirnya tak ia dapatkan. Karena bukankah mahasiswa itu posisi prestisius di masyarakat?
Kasihan sekali.. mereka.. mahasiswa yang mengalami nasib buruk ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar