Program Doktor Ilmu Manajemen kons Manajemen Keuangan
Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia
PNS di lingkungan Kementrian Agama RI
darmawanmpa@windowslive.com
Good Governance
sejatinya adalah pelayanan pemerintahan yang baik dalam berbagai aspek
pelayanan. Pelayanan pendidikan dan pelayanan kepemerintahan lainnya seringkali
tidak menempatkan masyarakat sebagai konsumen yang layak. Pajak, dan SPP/DPP
adalah bentuk lain dari pembayaran yang dilakukan oleh konsumen kepada produsen
sehingga seharusnya menjadi alat pembenaran terhadap keharusan memberikan
tingkat kualitas pelayanan yang selayaknya pemerintah atau sekolah/institusi
pendidikan negara kepada masyarakat pengguna.
Keywords: Manajemen
Keuangan Sekolah, Good Educational Governance
Latar belakang:
Paradigma reformasi di Indonesia
ditandai dengan munculnya semangat demokratisasi, akuntabilitas, dan
transparansi dalam setiap aspek kehidupan. Fenomena yang terjadi dalam
perkembangan sektor publik di Indonesia dewasa ini adalah menguatnya tuntutan
akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di pusat maupun daerah. Kepala sekolah dituntut untuk dapat mengorganisasikan
dengan menetapkan orang-orang yang akan melaksanakan tugas pekerjaan, membagi
tugas, dan menetapkan kedudukan, serta hubungan kerja satu dengan lainnya agar
tidak terjadi benturan dan kesimpangsiuran satu dengan lainnya. Orang-orang
yang diperlukan untuk mengelola kegiatan dana di sekolah antara lain,
bendahara, pemegang buku kas umum, pemegang buku pembantu mata anggaran, buku
bank, buku pajak regristasi SPM, dan lain-lain. Kemudian ada pembuat laporan
dan pembuat arsip pertanggungjawaban keuangan. Staf yang dipilih untuk untuk
membantu Manajemen keuangan sekolah dituntut untuk memahami tugasnya yang
meliputi paham pembukuan, memahami peraturan yang berlaku dalam penyelenggaraan
administrasi keuangan, Layak dan mempunyai dedikasi tinggi terhadap pimpinan
dan tugas, Memahami bahwa bekerja di bidang keuangan adalah pelayanan. Karena kurang tanggapnya bagian keuangan akan
dapat mempengaruhi kelancaran pencapaian tujuan.
Hasil penelitian
penulis sebelumnya menunjukkan, dapat dikemukakan beberapa kesimpulan tentang
Manajemen keuangan madrasah di lingkungan Kantor Kementerian Agama Kabupaten
Bandung yaitu sebagai berikut : 1. Besarnya hubungan secara bersama-sama antara variabel
akuntabilitas (X1) dan transparansi (X2) terhadap
Manajemen keuangan madrasah (Y) tergolong tinggi yakni 0,768. Sedangkan
kontribusi secara bersama-sama variabel X1 dan X2
terhadap Y sebesar 59% sedangkan sisanya 41% ditentukan variabel lain yang
tidak diteliti pada penelitian ini. 2. Dari hasil analisis deskriptif indikator pada variabel
Manajemen keuangan (Y) ditemukan bahwa indikator yang paling kuat adalah
organisasi dan koordinasi sebesar 83,36% sedangkan indikator terendah adalah
indikator pengawasan sebesar 77,99%. Kesimpulan ini memberikan indikasi
pada penulis untuk melanjutkan penelitian tentang pentingnya posisi organisasi dan koordinasi dalam pengambilan
kebijakan Manajemen keuangan sekolah.
Dalam menilai kualitas pelayanan
pendidikan yang dilakukan oleh sekolah, guru menjadi sokoguru dalam
pelaksanaannya. Hal ini di karenakan pelayanan sekolah yang paling utama adalah
pendidikan dan pengajaran yang dalam pelaksanaannya di lakukan oleh para guru.
Dalam beberapa penelitian menunjukkan bahwa kinerja manajemen keuangan
mempengaruhi kinerja pegawai[1]
dan kinerja organisasi secara keseluruhan[2].
Oleh karena itu penulis memandang penting “Manajemen meningkatkan kinerja guru
dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan sekolah melalui good
educational governance dalam manajemen keuangan (yang meliputi akuntabilitas,
transparansi dan partisipasi anggaran dan pelaksanaan keuangan sekolah).
Hypothesis(es) and
Tujuan:
Hipotesis
Good educational governance
sangat berpengaruh terhadap kualitas pelayanan guru dan pelayanan pendidikan
secara keseluruhan?
Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah
untuk mencari alternatif kebijakan yang bisa di tempuh bagi para pemangku
kebijakan pendidikan di provinsi Jawa barat, agar institusi pendidikan negeri
mampu melayani masyarakat sesuai dengan harapan.
Design:
Kerangka berpikir makalah ini berpijak
pada paradigma perubahan pengelolaan keuangan negara sesuai dengan 3 paket UU
keuangan, dari administrasi keuangan negara menjadi manajemen keuangan negara. Perubahan ini
membawa dampak yang besar dalam pencapaian Good Governance, termasuk di
dalamnya Good educational governance. Dari sekian indikator yang diinginkan,
penyusun lebih mengedepankan 3 indikator; akuntabilitas, tranparansi dan
partisipasi. Ketiga indikator ini di harapkan lebih memacu peningkatan kinerja
guru dalam upaya memenuhi keinginan masyarakat terhadap kualitas pelayanan
pendidikan yang di berikan oleh sekolah.
Gambar
1: Kerangka Berpikir Makalah
Potential Impact:
A.
Keadaan
Sekarang
Derajat hitung persentase skor aktual dibandingkan skor ideal pada APBM
adalah (2353 : 3520) x 100% = 66,85%. Terlihat persentase skor yang diperoleh
dari tanggapan 64 responden berada pada kriteria cukup baik. Ini berarti bahwa
kualitas penyusunan APBM tidak begitu baik, tidak sesuai dengan peraturan dan
tidak berhasil mengakomodir kepentingan stakeholders
sekolah secara keseluruhan. Terlihat dari jawaban responden atas pertanyaan –
pertanyaan dalam indikator kualitas penyusunan APBM mayoritas menjawab “setuju”
walaupun begitu banyak juga yang menjawab skala 1 sampai dengan 3, yang berarti
menganggap kualitas penyusunan APBM tidak begitu baik.
Derajat hitung persentase skor aktual dibandingkan skor ideal pada
partisipasi adalah (1503 : 1920) x 100% = 78,28%. Terlihat persentase skor yang
diperoleh dari tanggapan 64 responden berada pada kriteria baik. Ini berarti bahwa
partisipasi stakeholders dalam
menciptakan akuntabilitas telah berjalan dengan baik. Terlihat dari jawaban
responden atas pertanyaan – pertanyaan dalam indikator partisipasi stakeholders dalam menciptakan
akuntabilitas mayoritas menjawab “setuju” tetapi banyak juga yang menjawab
skala 2 dan tiga bahkan 1, yang berarti menganggap partisipasi stakeholders dalam menciptakan
akuntabilitas sudah berjalan dengan baik walaupun harus ada perbaikan.
Derajat hitung persentase skor aktual dibandingkan skor ideal pada
akuntabilitas secara keseluruhan adalah (492 : 640) x 100% = 76,88%. Terlihat
persentase skor yang diperoleh dari tanggapan 64 responden berada pada kriteria
baik. Ini berarti bahwa akuntabilitas secara keseluruhan telah berjalan dengan
baik. Terlihat dari jawaban responden atas pertanyaan – pertanyaan dalam
indikator akuntabilitas secara keseluruhan mayoritas menjawab “setuju” tanpa
ada satupun yang memberikan jawaban skala 1 tetapi masih ada yang menjawab 2
dan 3, yang berarti menganggap akuntabilitas secara keseluruhan sudah berjalan
dengan baik walaupun harus ada perbaikan.
Derajat hitung persentase skor aktual dibandingkan skor ideal pada
ketersediaan media transparansi keuangan adalah (1101 : 1600) x 100% = 68,81 %.
Terlihat persentase skor yang diperoleh dari tanggapan 64 responden berada pada
kriteria baik. Ini berarti bahwa ketersediaan informasi bagi
publik telah cukup
diberikan dengan baik oleh pengelola keuangan. Terlihat dari jawaban responden
atas pertanyaan – pertanyaan dalam indikator ketersediaan informasi bagi
publik mayoritas
menjawab “setuju” tetapi sebanyak 14 responden memutuskan untuk menjawab pada
skala 1 untuk butir 31, yang berarti menganggap ketersediaan informasi bagi
publik sudah
berjalan dengan baik tetapi media penyampaian informasi dari APBM dengan
realisasinya seperti papan pengumuman tidak tersedia dan harus dilakukan
perbaikan.
Derajat hitung persentase skor aktual dibandingkan skor ideal pada
keterbukaan pengelolaan anggaran adalah (2264 : 2880) x 100% = 78,61 %. Terlihat persentase skor yang
diperoleh dari tanggapan 64 responden berada pada kriteria baik. Ini berarti
bahwa penyusunan, pelaksanaan, dan pelaporan anggaran sekolah secara terbuka telah berjalan dengan baik. Terlihat dari jawaban
responden atas pertanyaan – pertanyaan dalam indikator penyusunan, pelaksanaan, dan pelaporan anggaran sekolah secara terbuka mayoritas menjawab “setuju”
tetapi masih ada yang menjawab 2 dan 3 bahkan 1, yang berarti menganggap penyusunan, pelaksanaan, dan pelaporan anggaran sekolah secara terbuka sudah berjalan dengan baik
walaupun harus ada perbaikan.
B.
Keadaan
Yang Diinginkan
Secara teoritis
keadaan faktual yang telah dipaparkan sebelumnya harus di perbandingkan dengan
keadaan yang diinginkan oleh penerima layanan jasa pendidikan yang diberikan
oleh sekolah. Dalam kajian yang bersifat kajian teoritik dan kajian pustaka,
maka untuk memperoleh perbaikan yang di harapkan oleh publik secara sederhana
adalah dengan memperbandingkan antara pelayanan yang di berikan dengan
pelayanan yang secara teoritis harusnya diberikan. Hal ini lah yang kemudian
menjadi jawaban teoritik terhadap permasalahan yang ingin di selesaikan makalah
ini.
Gambar 2: Gap antara keadaan yang faktual dengan keadaan
yang diinginkan
Dalam
bidang pendidikan yang menjadi pelanggan layanan jasa adalah para siswa, orang
tua, dan masyarakat. Oleh karena itu pelayanan pendidikan yang bermutu adalah
pemberian layanan jasa pendidikan di sekolah yang dapat memberikan kepuasan
kepada para siswa di sekolah dan masyarakat atau orang tua siswa, sejalan
dengan ini Ikke Dewi Sartika (2002:8) mengemukakan bahwa : "Kualitas pada
dasarnya dapat berupa kemampuan, barang, dan pelayanan, kualitas pendidikan
dapat menunjuk kepada kualitas proses dan kualitas hasil (produk). Suatu
pendidikan dapat bermutu dari segi proses (yang sudah barang tentu amat
dipengaruhi kualitas masukannya) jika proses belajar mengajar berlangsung
secara efektif, dan, peserta didik mengalami proses pembelajaran yang bermakna
(meaningful learning) dan juga memperoleh pengetahuan yang berguna baik bagi
dirinya maupun bagi orang lain (functional knowledge) yang ditunjang secara
wajar oleh sumber daya (manusia, dana, sarana dan prasarana).”
Sedangkan
di dalam kebijakan Akreditasi Sekolah (Depdiknas;2004:02) dikemukakan, bahwa
yang dimaksud dengan mutu pelayanan pendidikan adalah : "…jaminan bahwa
proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah sesuai dengan yang seharusnya
terjadi dan sesuai pula dengan yang diharapkan. Agar mutu pendidikan itu sesuai
dengan apa yang seharusnya dan apa yang diharapkan yang dijadikan pagu
(benchmark)."
Jadi
berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan, bahwa yang
dimaksud dengan mutu pelayanan pendidikan adalah adanya jaminan proses atau
layanan penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan dan mampu memenuhi keinginan para siswa, masyarakat (kepuasan
pelanggan).
Managerial Impact:
A. Analisis
Isu akuntabilitas akhir-akhir ini
semakin gencar dibicarakan seiring dengan adanya tuntutan masyarakat akan
pendidikan yang bermutu. Bahkan resonansinya semakin keras, sekeras tuntutan
akan reformasi dalam segala bidang. Ini membuktikan bahwa kecenderungan
masyarakat pada masa kini berbeda dengan masa lalu. Fasli Jalal dan Dedi
Supriadi (2001:87) menyatakan: Bila di masa lalu masyarakat cenderung menerima
apa pun yang diberikan oleh pendidikan, maka sekarang mereka tidak dengan mudah
menerima apa yang diberikan oleh pendidikan. Masyarakat yang notabene membayar
pendidikan merasa berhak untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik bagi
dirinya dan anak-anaknya.
Bagi lembaga-lembaga pendidikan hal ini
mulai disadari dan disikapi dengan melakukan redesain sistem yang mampu
menjawab tuntutan masyarakat. Caranya adalah mengembangkan model manajemen
pendidikan yang akuntabel.
Transparansi adalah prinsip yang
menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi
tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses
pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai (BAPENAS, 2002:
18).
Transparansi yakni adanya kebijakan
terbuka bagi pengawasan. Sedangkan yang dimaksud dengan informasi adalah
informasi mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah yang dapat dijangkau oleh
publik. Keterbukaan informasi diharapkan akan menghasilkan persaingan politik
yang sehat, toleran, dan kebijakan dibuat berdasarkan pada preferensi publik
(Meuthia Gani, 2000: 151). Prinsip ini memiliki 2 aspek, yaitu (1) komunikasi
publik oleh pemerintah, dan (2) hak masyarakat terhadap akses informasi.
Keduanya akan sangat sulit dilakukan jika pemerintah tidak menangani dengan
baik kinerjanya. Manajemen kinerja yang baik adalah titik awal dari
transparansi.
Komunikasi publik menuntut usaha
positif dari pemerintah untuk membuka dan menyebarkan informasi maupun
aktivitasnya yang relevan. Transparansi harus seimbang dengan kebutuhan akan
kerahasiaan lembaga maupun informasi-informasi yang mempengaruhi hak privasi
individu. Karena pemerintahan menghasilkan data dalam jumlah besar, maka
dibutuhkan petugas informasi professional, bukan untuk membuat dalih atas
keputusan pemerintah, tetapi untuk menyebarluaskan keputusan-keputusan yang
penting kepada masyarakat serta menjelaskan alasan dari setiap kebijakan
tersebut.
Menurut Robbins (2003: 179)
“partisipasi merupakan suatu konsep dimana bawahan ikut terlibat dalam
pengambilan keputusan sampai tingkat tertentu bersama atasannya”. Sementara
menurut Brownell (1982a) dalam Supomo dan Indriantoro (1998) menyatakan bahwa
“partisipasi dalam penyusunan anggaran merupakan proses dimana individu
terlibat dalam penyusunan target anggaran, lalu individu tersebut dievaluasi
kinerjanya dan memperoleh penghargaan berdasarkan target anggaran”.
Menurut Kennis (1979) “Pada penyusunan
dengan menggunakan pendekatan partisipasi, informasi anggaran yang didapat oleh
manajemen puncak, digunakan untuk mengevaluasi kinerja manajerial fungsional
dan mendistribusikan penghargaan dan hukuman”. Sehingga, sampai sedemikian
pentingnya anggaran partisifasi dalam memainkan peran untuk meningkatkan sikap
dan kinerja manajerial. “penggunaan anggaran untuk pengendalian, evaluasi
kerja, komunikasi, dan koordionasi menyiratkan untuk membawa banyak dimensi
prilaku” (Hansen dan Mowen, 2000: 714).
B. Pemecahan
Masalah
Akuntabilitas
Menurut Slamet (2005:6) ada delapan hal
yang harus dikerjakan oleh sekolah untuk peningkatan akuntabilitas: Pertama,
sekolah harus menyusun aturan main tentang sistem akuntabilitas termasuk
mekanisme pertanggungjawaban. Kedua, sekolah perlu menyusun pedoman tingkah
laku dan sistem pemantauan kinerja penyelenggara sekolah dan sistem pengawasan
dengan sanksi yang jelas dan tegas. Ketiga, sekolah menyusun rencana
pengembangan sekolah dan menyampaikan kepada publik/stakeholders di awal setiap
tahun anggaran. Keempat, menyusun indikator yang jelas tentang pengukuran
kinerja sekolah dan disampaikan kepada stakeholders. Kelima, melakukan
pengukuran pencapaian kinerja pelayanan pendidikan dan menyampaikan hasilnya
kepada publik/stakeholders diakhir tahun. Keenam, memberikan tanggapan terhadap
pertanyaan dan pengaduan publik. Ketujuh, menyediakan informasi kegiatan
sekolah kepada publik yang akan memperoleh pelayanan pendidikan. Kedelapan,
memperbaharui rencana kinerja yang baru sebagai kesepakatan komitmen baru.
Kedelapan upaya di atas, semuanya
bertumpu pada kemampuan dan kemauan sekolah untuk mewujudkannya. Alih-alih
sekolah mengetahui sumber dayanya, sehingga dapat digerakan untuk mewujudkan
dan meningkatkan akuntabilitas. Sekolah dapat melibatkan stakeholders untuk
menyusun dan memperbaharui sistem yang dianggap tidak dapat menjamin
terwujudnya akuntabilitas di sekolah. Komite sekolah, orang tua siswa, kelompok
profesi, dan pemerintah dapat dilibatkan untuk melaksanakannya. Dengan begitu
stakeholders sejak awal tahu dan merasa memiliki akan sistem yang ada.
Transparansi
Sebenarnya kekhawatiran tansparansi
keuangan seperti yang dijelaskan sebelumnya tidak perlu, karena pengalaman
lapangan menunjukkan bahwa semakin tinggi transparansi Manajemen suatu sekolah,
semakin tinggi pula kepercayaan masyarakat dan rasa ikut memiliki sekolah, dan
semakin banyak sumbangan pemikiran, dana dan fasilitas lain yang diperoleh
sekolah dari masyarakat dan pihak terkait lainnya. Transparansi menciptakan
kepercayaan timbal balik antara pemerintah/sekolah dan masyarakat, melalui penyediaan
informasi dan menjamin kemudahan dalam memperoleh informasi yang memadai.
Transparansi Manajemen antara lain
mencakup: 1) Manajemen keuangan, keterbukaan dalam pendapatan dan belanja
sekolah baik dari pemerintah, donor maupun sumber-sumber lain, 2) Manajemen
staf /personalia : kebutuhan ketenagaan, kualifikasi, kemampuan dan kelemahan,
kebutuhan pengembangan professional, dsb. 3) Manajemen kurikulum, termasuk
keterbukaan dalam hal prestasi dan kinerja siswa, ketersediaan sarana dan
prasarana penunjang pelaksanaan kurikulum, visi, misi, dan program peningkatan
mutu pendidikan.
Partisipasi
Sebagai ekses dari akuntabilitas dan
transparansi, maka partisipasi menjadi bagian tak terpisahkan dari kedua
indikator tersebut. Sehingga seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, proses
partisipasi justru akan memberikan dampak positif terhadap kinerja dan
pelayanan pendidikan yang di berikan oleh sekolah pada umunya. Partisipasi
tidak saja diartikan sebagai keterlibatan parapihak terhadap proses perencanaan
dan pengawasan pelaksanaan anggaran, tetapi lebih jauh juga melibatkan para
pihak untuk memenuhi kekurangan anggaran dalam pelaksanaan anggaran.
Dengan meningkatkan manajemen keuangan sekolah
di harapkan akan meningkatkan kinerja para guru. Pihak manapun mengakui bahwa di dalam sistem
persekolahan, kurikulum, sarana dan
prasarana merupakan faktor-faktor penting yang tidak bisa kita abaikan dalam
suatu proses pendidikan/pembelajaran.
Akan tetapi tanpa kehadiran guru yang bermutu, inovatif, berdedikasi
tinggi dan berwibawa, semua yang tersebut di atas tidaklah berarti banyak.
Simpulan, Saran
dan Implikasi:
Jadi berdasarkan beberapa
pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksud dengan mutu
pelayanan pendidikan adalah adanya jaminan proses atau layanan penyelenggaraan
pendidikan di sekolah yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan
mampu memenuhi keinginan para siswa, masyarakat (kepuasan pelanggan).
Banyak faktor yang menyebabkan
rendahnya mutu pendidikan. Salah satunya adalah proses pemberian layanan
pendidikan yang masih jauh dari harapan. Di satu pihak pemberian layanan
pendidikan belum menemukan cara yang paling tepat, dipihak lain pesatnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta semakin tingginya kehidupan
masyarakat telah semakin meningkatnya tuntutan kebutuhan hidup sosial
masyarakat sebagai pelanggan pendidikan. Pada akhirnya tuntutan tersebut
bermuara kepada pendidikan, karena masyarakat meyakini bahwa pendidikan mampu
menjawab dan mengantisipasi berbagai tantangan tersebut. Pendidikan merupakan
salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh sekolah sebagai institusi tempat
masyarakat berharap tentang kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang.
Pendidikan perlu perubahan yang dapat dilakukan melalui perubahan dan
peningkatan dalam Manajemen atau manajemen pendidikan di sekolah.
Lebih lanjut tentang alasan
pentingnya pelayanan pendidikan yang bermutu, bahwa: Jaminan kualitas pada
hakekatnya berhubungan dengan bagaimana menentukan dan menyampaikan apa yang
dipromosikan kepada konsumen, lebih dari itu kita telah memulai untuk
memperbaiki proses penentuan apa yang pelanggan inginkan untuk merancang
kualitas produksi dan prosesnya menggunakan metode seperti penyebaran fungsi
kualitas (Quality Function Development). Namun jika kualitas ditentukan sebagai
kepuasan pelanggan produksi mengikuti kualitas yang diharapkan melalui proses
yang melayani pelanggan.
Saran
Untuk memenuhi standar pelayanan
pendidikan penulis menyarankan peningkatan kinerja guru dengan cara meningkatkan
kualitas manajemen keuangan di sekolah dengan menitikberatkan pada
akuntabilitas, transparansi dan partisipasi sebagai wujud good educational
governance.
Implikasi
Apa yang telah penulis sarankan
tersebut tentu memberikan implikasi pada pengelolaan keuangan di tingkat
sekolah:
1. Pemerintah provinsi memberikan
bimbingan, diklat dan pelatihan Akuntabilitas Kinerja Pemerintahan (AKIP),
sehingga ukuran – ukuran kinerja sekolah / pendidikan bisa lebih terukur karena
setiap satuan kerja pendidikan memiliki visi, misi, tujuan dan program yang
jelas dari sejak input, output, outcome, benefit sampai dengan impacnya.
2. Meningkatkan kualitas APBS dengan
cara melibatkan semua pemangku kepentingan untuk menentukan sumber-sumber
keuangan dan pengalokasian dana tersebut sesuai dengan kelemahan, kelebihan,
kekurangan dan ancaman terhadap program kerja sekolah.
3. Memberikan akses yang luas kepada pemangku kepentingan dalam bentuk
pembuatan media informasi penganggaran, pelaksanaan dan evaluasi pengelolaan
keuangan sekolah.
4. Memberikan pengetahuan dan kecakapan yang cukup terhadap pengelola
keuangan dan pemangku kepentingan sekolah agar memahami posisi masing-masing
dalam pengelolaan keuangan di sekolah.
Daftar Pustaka:
Archon, Fung & Erik Olin Wright, (2003), Deepening Democracy
: Institutional Innovations in Empowered Participatory Governance, The Real
Utopias Project IV, London : Verso.
Asian Development Bank, (1999), Governance : Sound
Development Management.
Bastian, Indra, (2006), Sistem Akuntansi Sekor Publik, Edisi 2,
Salemba Empat, Jakarta.
____________, (2006), Sistem
Perencanaan dan Penganggaran Pemerintah Daerah di Indonesia, Salemba Empat, Jakarta.
____________, (2007), Akuntansi
Pendidikan, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Budiardjo Miriam, (2000), Menggapai Kedaulatan untuk
Rakyat, Bandung : Mizan.
Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Manajemen
Keuangan, Materi Pelatihan Terpadu untuk Kepala
Sekolah.
Jakarta: Dirjen Dikdasmen, Direktorat Pendidikan Lanjutan Tingkat Pertama
Development Assistant Committee, (1997), Evaluation of
Programs Promoting Participatory Development & Good Governance.
Headington Rita. (2000). Monitoring, Assesment,
Recording, reporting and Accountability, Meeting the Standards. London:
David Fulton Publishers.
Hill, Michael & Peter Hupe, (2002), Implementing
Public Policy : Governance in Theory and in Practice, London : Sage
Publications.
_______________________(1997), The Policy Process,
London : Prentice Hall/Harvester Wheatsheaf.
Jalal Fasli & Supriadi Dedi. (2001). Reformasi
Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah, Yogyakarta: AdiCita
Lutrin, Carl E. dan Allen K. Settle, (1985), American
Public Administration : Concepts & Cases, USA : Prentice-Hall Inc.
Mardiasmo, (2002) Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit Andi, Yogyakarta.
_________, Akuntansi Sektor Publik, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2002.
Meuthia, (2000) HAM : Penyelenggaraan Negara Yang Baik
dan Masyarakat Warga, Jakarta : KOMNAS HAM.
Mohrman Susan Albert and Wohlstette Priccilla (1994). School-Based
Management, Organizing for High Performance, San Fransisco: Jossey-Bass
Publisher.
Olssen Mark, Codd, & Anne-Marie O'Neill. (2004). Education
Policy: Globalization, Citizenship and Democracy. London, Thousand Oeaks.
New Delhi: Sage Publications.
Peters, B.Guy, (2000) The Politics of Bureaucracy,
London : Routledge.
Shafritz, Jay M. & E.W. Russell. (1997), Introducing Public
Administration, USA : Longman)
Supriadi, Dedi. (2004), Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan
Menengah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Tjokroamidjojo, Bintoro, (2001), Reformasi Administrasi
Publik, Jakarta : MIA – UNKRIS.
Zamroni. (2008). School Based Management. Yogyakarta:
Pascarsarjana Universitas Negeri Yogyakarta.
Referensi Lain :
Asian Development Bank, Public Administration in the
21-st Century (artikel di Internet)
Buku Pedoman Penguatan Pengamanan Program Pembangunan
Daerah, Badan Perencanaan Nasional & Departemen Dalam Negeri, 2002
Buletin Informasi Program Kemitraan untuk Pembaharuan Tata
Pemerintahan di Indonesia, 2000.
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomor 056/U/2001 tentang Pedoman Pembiayaan Penyelenggaraan Pendidikan di
Sekolah. Jakarta: CV Tamita Utama
Mardiasmo, artikel Pewujudan Transparansi dan Akuntabilitas Publik Melalui Akuntansi Sektor
Publik: Suatu Sarana Good Governance dalam JURNAL
AKUNTANSI PEMERINTAH, Vol. 2, No. 1, Mei 2006.
Minogue, Martin, artikel The Management of Public Change
: from ‘Old Public Administration’ to ‘New Public Management’ dalam “Law
& Governance” Issue I, British Council Briefing.
Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan
Slamet PH. (2005). Handout Kapita Selekta Desentralisasi
Pendidikan di Indonesia. Jakarta
Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, Depdiknas RI.
Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: CV Tamita Utama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar