Sabtu, 10 Maret 2012

FILSAFAT, KESEDERHANAAN BERPIKIR DAN CARA BERPIKIR SEDERHANA[1]

Oleh Darmawan Soegandar[2]

Sejak dahulu sampai sekarang manusia tidak pernah ada habisnya memikirkan; apa, mengapa dan bagai mana hakikat dan tujuan hidupnya. Manusia menjadikan hal ini sebagai pertanyaan utama, mencari-carinya melalui; agama, ideologi, bahkan ilmu sains dan teknologi (yang dalam berbagai hal selalu dikatakan bertolak belakang oleh gereja katolik). Pencarian manusia pada pertanyaan yang tampaknya sederhana ini membuat manusia kemudian memperlebar atau di perlebar oleh pencariannya sendiri. Walau bagai manapun rasanya, saya hampir sampai pada kesimpulan: pencarian kita terhadap hakikat hanya akan membuat kita semakin tidak tahu! Pencarian yang di lakukan manusia melalui sains dan teknologi hanya menghasilkan pertanyaan dan ketidaktahuan yang baru. Semakin kita dalam mencari tahu, kita seringkali semakin tidak tahu. Apapun dan seberapa banyakpun yang berhasil kita temukan, kita akan semakin sadar bahwa kita semakin banyak mendapat pertanyaan-pertanyaan baru untuk di jawab.
Untuk menjawab pertanyaan itulah orang lalu berpikir, ada yang berpikir serius ada yang berpikir sekedar untuk memenuhi kebutuhan temporal. Konon orang pertama yang menggunakan akal secara serius adalah Thales (Bapak filsafat) gelar ini diterima karena ia mengajukan pertanyaan sederhana :”Apakah sebenarnya bahan alam semesta ini? Ia menjawab ”Air” setelah itu silih berganti filisof zaman itu dan sesudah itu mengajukan jawaban. Keseriusan ini lah yang menurut Prof, I.R. PUDJAWIJATNA menerangkan juga ”Filo” artinya cinta dalam arti seluas-luasnya yaitu ingin dan karena ingin itu selalu berusaha mencapai yang diinginkannya . ”Sofia artinya kebijaksanaan artinya pandai, mengerti dengan mendalam.

Asal Usul
Menurut Ciceros (106-43 SM), penulis Romawi orang yang pertama memakai kata-kata filsafat adalah Phytagoras (497 SM), sebagai reaksi terhadap cendikiawan pada masanya yang menamakan dirinya ”Ahli pengetahuan”, Phytagoras mengatakan bahwa pengetahuan dalam artinya yang lengkap tidak sesuai untuk manusia. Tiap-tiap orang yang mengalami kesukaran-kesukaran dalam memperolehnya dan meskipun menghabiskan seluruh umurnya, namun ia tidak akan mencapai tepinya. Jadi pengetahuan adalah perkara yang kita cari dan kita ambil sebagian darinya tanpa mencakup keseluruhannya. Oleh karena itu, maka kita bukan ahli pengetahuan, melainkan pencari dan pencinta pengetahuan.
Berfilsafat menurut Bambang Q (2009) sebenarnya bukanlah kegiatan yang rumit apalagi sekedar gagah-gagahan dengan teori dan istilah-istilah yang asing. Berfilsafat adalah seni untuk bertanya. Bisa saja hal ini mengakibatkan setiap pertanyaan akan di tanyakan berulang-ulang oleh orang berbeda lalu menghasilkan jawaban yang berbeda pula, sesuai dengan bidang minat dan keahlian orang yang bertanya tersebut. Lihatlah pertanyaan yang pertama kali diajukan oleh Thales. Pertanyaan yang menjadi fenomenal dan diingat sampai sekarang.  “mengapa kepercayaan Yunani mengatakan bahwa asal muasal sesuatu itu para dewa dan tidak bersifat tunggal?”. Semua hal menurut kepercayaan bangsa yunani merujuk pada dewa yang berbeda. Hal ini membuat Thales berkesimpulan bahwa para Dewa bukanlah asal muasal sesuatu tetapi penguasa sesuatu! Hal ini mebuat Thales kemudian berusaha mencari jawaban pertanyaannya terdahulu “apakah asal muasal sesuatu?”.
Suatu saat Thales pergi ke tepian sungai Nil. Di tepian sungai Nil inilah Thales merenung kembali, melakukan pencariannya terhadap jawaban dari pertanyaannya sendiri. “apakah asal muasal sesuatu?”. Suatu ketika Thales melihat tepian sungai Nil begitu suburnya dan menjadi tumpuan warga untuk bercocok tanam. Tetapi pada saat yang lain ketika sungai Nil surut karena kemarau, tepian sungai Nil sangat kering sehingga pepohonan mati dan warga pun tak bisa bercocok tanam. Akhirnnya Thales berpikir bahwa asal muasal sesuatu itu adalah Air!
Pemikiran ini dengan cepat mengalami tanggapan dari orang lain. Bantahan yang sederhana adalah jika Air adalah asal muasal sesuatu maka apakah api juga berasal dari air? Padahal sifat api berlawanan dengan air?

Kesederhanaan
Seringkali, dalam banyak diskusi kita mengalami kejumudan pemecahan. Hal ini seringkali diakibatkan karena kita terlalu menganggap bahwa berfilsafat adalah berpikir yang rumit, berpikir yang kompleks. Apakah kompleksitas dan kerumitan berpikir menjadi strata kepintaran dan kehebatan seseorang dalam berfilsafat? Dan apakah benar pemikiran yang telah ditanamkan oleh para guru, dan orang-orang berilmu dulu dimasa kecil kepada kita bahwa, Tuhan hebat karena mampu menciptakan alam semesta yang rumit? Apakah Tuhan hebat karena mampu menciptakan alam semesta yang kompleks?
Dari sisi sains hal ini malah menjadi absurt, karena bukankah setiap masalah dalam ilmu pengetahuan yang ingin dicari adalah pemecahan sederhanya? Bukankah dalam ilmu pengetahuan kita diminta mencari penyederhanaan masalah dalam persamaan yang sederhana dan ringkas? Bukankah dalam setiap perkara matematis, kita selalu diminta mencari penyelesaian yang paling sederhana?
Ilmu, setidaknya memiliki beberapa kaidah, sebagai syarat dan karakteristik ilmu pengetahuan yang diperoleh dari penelitian ilmiah, yaitu : 1. Orde; Suatu fenomena/gejala alam yang ditangkap pancaindra (atau dengan alat bantu) sebagai sesuatu yang teratur dan berjalan dalam pola tertentu. Kita ambil contoh gejala benda yang dipegang dan dilepas maka akan jatuh kebawah, disembarang tempat dan waktu didunia ini benda akan jatuh kebawah. Pola tertentu yang teraturan tersebut memungkinkan kita melakukan generalisasi yang berlaku umum. Orde dalam gejala alam memiliki keteraturan dalam space yang relatif absolut/tetap yang lebih dibandingkan gejala yang melibatkan manusia, manusia lebih mudah berubah bahkan dinamis, sehingga generalisasi gejala tentang manusia harus lebih hati-hati.  2. Determinisme; ilmu percaya bahwa setiap  peristiwa mempunyai sebab, determinan, atau antesenden (pendahulu) yang dapat diselidiki. Dapat kemukakan tidak ada yang bersifat tunggal, suatu gejala akan senantiasa berkaitan dengan gejala yang lain. Apakah keterkaitan itu sebagai faktor-faktor pendorong sehingga menyebabkan adanya suatu gejala, apakah dari sebab-sebab tersebut akan timbul adanya akibat tertentu dan seterusnya. 3. Parsimoni (kesederhanaan), setiap ilmu pengetahuan harus dapat mengambarkan maupun menjelaskan gejala yang komplek dalam bentuk yang sederhana - yang mudah dipahami. Sederhana disini bukan berarti kesederhanaan dalam kerangka pemikiran, justru semakin sistematis dan mudah dipahami gejala yang kompleks-pemikiran yang luas tentu lebih baik. 4. Empiris; Demikian juga bahwa kesimpulan yang berlaku umum tersebut harus didasarkan pengamatan (observasi) atau eksperimen, tidak didasarkan pada dugaan maupun pendapat spekulatif tetapi berdasarkan fakta atau data dari gejala yang diteliti. 5. Obyektif; artinya temuan-temuan tersebut memungkinkan orang lain dapat menguji ulang generalisasi tersebut pada waktu, tempat, cara dan situasi yang lain. Demikian juga temuan-temuan tersebut disajikan “apa adanya” tanpa jugment subyektif peneliti. (Rahmad dalam Metode penelitian Fikom Universitas Mercubuana, Modul 1: 4).
Untuk menjelaskan konsep fisika, matematika memegang peranan yang sangat penting. Rumusan matematis akan memberikan kesederhanaan dalam memberikan konsep maupun memudahkan dalam memahami gejala fisika. Matematika merupakan alat yang paling ampuh untuk menjelaskan gejala fisika.[3] Harus juga kita pahami bahwa filosofi yang menjadi ide dasar dari ilmu fisika yaitu: "Behind the complexity of the word around us, there is an underlying simplicity and unity in natur"[4] (adanya kesederhanaan dan kesatuan di alam di balik kompleksnya dunia ini). Memang seringkali kita terjebak pada pemikiran bahwa fenomena-fenomena alam itu kompleks, membingungkan dan mengagumkan. Sehingga kemudian kita percaya bahwa "Tuhan sangat hebat karena menciptakan fenomena yang seperti itu". Namun ternyata fenomena yang menarik itu dapat di jelaskan secara sederhana. Dimana untuk menemukan "kesederhanaan dan kesatuan" tersebut manusia harus mempelajari fenomena tersebut, hingga akhirnya ia mengerti dan dapat memahami kesederhanaannya.
Kesederhanaan adalah properti, kondisi, atau kualitas ketika segalanya dapat dipertimbangkan untuk dimiliki. Kesederhanaan biasanya berhubungan dengan beban yang diletakkan sesuatu pada seseorang yang mencoba untuk menjelaskan atau memahaminya.[5] Sesuatu yang mudah dipahami atau dijelaskan adalah sederhana, berlawanan dari sesuatu yang rumit. Dalam beberapa hal, kesederhanaan dapat digunakan untuk mengartikan kecantikan, kemurnian atau kejelasan. Kesederhanaan juga dapat digunakan sebagai konotasi negatif untuk menandakan defisit atau ketidakcukupan nuansa atau kerumitan suatu benda, relatif terhadap sesuatu yang dianggap perlu.
Konsep kesederhanaan telah dikaitkan dengan kenyataan dalam bidang epistemologi. Menurut razor Occam, semua hal setara, teori tersederhana adalah yang paling benar. Dalam konteks gaya hidup manusia, kesederhanaan dapat menandakan kebebasan dari kerja keras, usaha atau kepanikan. Secara spesifik, kata ini dapat merujuk pada gaya hidup sederhana. Kesederhanaan adalah kriteria meta-ilmiah yang bertujuan untuk mengevaluasi suatu teori (lihat pula razor Occam dan referensinya). Konsep sejenis tentang Parsimoni juga digunakan dalam filosofi ilmu pengetahuan yang merupakan penjelasan atas suatu fenomena yang kurang penting dianggap memiliki nilai yang lebih superior dibanding fenomena yang lebih penting.
Maka, pahamlah saya sekarang kata-kata Albert Einstein[6] “Esensi persis perjuangan kita untuk memahami ialah, di satu sisi, mencoba mencakup aneka ragam pengalaman manusia yang hebat dan rumit, di sisi lain,  mencari kesederhanaan dan penghematan di dalam asumsi-asumsi dasar”.
  
Bukti Kesederhanaan Sains dalam Karya Ilahiah
Matematika adalah sebuah keindahan, sebuah seni, sebuah keseimbangan. Matematika adalah bahasa universal yang akan ditemukan dan dapat dimengerti oleh semua makhluk di jagat raya. Matematika pula yang pertama kali menyingkapkan sebuah rahasia besar yang dikandung alam semeta. “Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) kepada Tuhanmu Yang Maha Pemurah. Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuhmu) seimbang”. [Al-Infithaar,( 82:6-7)]. Ilmu sains dulunya adalah musuh agama. Berkembangnya paham sekulerisme dan atheis seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang tidak menerima kepercayaan mistik. Mereka mengambil kesimpulan berani bahwa alam bergerak tanpa ada yang mengatur. Namun perkembangan ilmu saat ini membuat kedudukan mulai berbalik. Sains kini menunjukkan keberpihakannya kepada Agama. Manusia dan alam bila disajikan dalam angka begitu sederhana, sehingga mudah bagi kita mengatakan “Ini semua karena ada yang mengatur”. Bukan Cuma itu, angka juga dapat dikembangkan untuk membantu kita memahami wujud Tuhan.
Semua penjelasan tersebut ternyata bisa di pahami dalam kalimat matematika yang sangat sederhana . Walaupun angka ini pertama kali penulis temukan pada karya fiksi, tetapi realitasnya memang sangat mengagumkan. Bagaimana tidak deret Fibonaci yang pada awalnya tidak begitu menarik ternyata menawarkan kesederhanaan penciptaan oleh Yang Maha Kuasa. Angka ini ternyata menjadi perbandingan yang berulang pada banyak karya ciptaan Tuhan. Contoh sederhana adalah bahwa ternyata perbandingan panjang tubuh kita berbanding dengan jarak antara pusar ke kaki ≍ 1,618. Perbandingan panjang pada bagian-bagian tertentu pada muka, gigi dan lain lain pada tubuh kita mengikuti aturan yang sama. Hal ini juga bisa di lihat di alam pada lingkaran kerang, bunga matahari dan masih banyak lagi di kumpulkan oleh para pencinta Phi di dunia maya.
Pergerakan benda langit juga di buat dalam persamaan yang sederhana mengikuti turunan persamaan kerucut terpancung. Konsep kelinieran benda langit juga di jelaskan dengan KPK, sebuah konsep kelipatan yang bahkan diajarkan di SD! Akhirnya penulis sampai pada sebuah kesimpulan bahwa Tuhan hebat karena kesederhanaannya bukan kerumitan sistemnya. Pun begitu kita manusia, manusia yang hebat bukanlah manusia yang berpikir kompleks dan rumit. Tetapi, manusia yang hebat adalah “manusia yang mampu memecahkan fenomena rumit dan kompleks dengan cara yang sederhana!”

Footnote:
[1] Disajikan dalam diskusi Filsafat di Sekolah Pascasarja Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
[2] Program Doktor Ilmu Manajemen, Kons. Manajemen Keuangan, PNS di kementerian Agama, Dosen di FKIP UNINUS Bandung. darmawanmpa@windowslive.com.
[3] Bambang Ruwanto, Gagasan Mengajarkan Matematika Fisika. Jurdik Fisika FPMIPA Universitas Negeri Yogyakarta, 2009
[4] http://digilib.petra.ac.id/...sains-chapter3.pdf
[5] Lihat Richmond, Samuel A.(1996)"A Simplification of the Theory of Simplicity", Synthese 107 373-393. Atau bisa juga di pahami pada Scott, Brian(1996) "Technical Notes on a Theory of Simplicity", Synthese 109 281-289.
[6] Thomas J. McFarlane (..)”Dari Albert Einstein Ke Dalai Lama”, Pustaka Hidayah.

MENEKAN LAJU INFLASI DENGAN PEMERATAAN WAKTU PROYEK PEMERINTAH SEBAGAI UPAYA MEMPERTAHANKAN STABILITAS KURS RUPIAH


Darmawan
Program Doktor Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia
PNS di lingkungan Kementrian Agama RI



Abstrak

Tingkat inflasi di Indonesia biasanya meningkat pada sekitar akhir tahun, kuartal ketiga. Hal ini bisa di sebabkan oleh banyak faktor, yang paling sering menjadi faktor utama adalah telah habisnya beberapa komoditas pertanian primer hasil panen, sehingga mengakibatkan meningkatnya harga beras di pasaran. Liburan akhir tahun dan hari libur keagamaan juga mendorong konsumsi masyarakat secara berlebihan, hal ini tentu berperan besar meningkatkan laju inflasi. Dilain pihak banyak kementerian /  lembaga yang sudah bertahun-tahun menerapkan manajemen proyek yang sama. Hampir semua kementerian / lembaga memiliki daya serap anggaran yang rendah pada semester satu. Bahkan banyak tender proyek baru di mulai pada sekitar bulan Agustus. Hal ini mengakibatkan, proyek baru bisa berjalan pada bulan Oktober, November dan Desember. Tentu saja penumpukan ini berdampak pada 2 kemungkinan, besarnya uang yang beredar dan kemungkinan kegagalan proyek karena tahun anggaran hampir berakhir. Selanjutnya besarnya Rupiah  yang di keluarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara – Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah mungkin meningkatkan laju inflasi, tentu saja selanjutnya mendorong peningkatan kurs Rupiah.

Keywords: proyek pemerintah, inflasi, kurs

Background:
Data dari Biro Pusat Statistik menunjukkan[1] daya serap anggaran pada hampir semua kementerian dan lembaga dalam semester I (Januari – Juli) begitu rendah. Hal ini mempengaruhi belanja pemerintah pusat secara umum yang menunjukkan pola belanja dengan karakteristik penyerapan yang rendah di semester pertama dan menumpuk pada akhir tahun anggaran berjalan. Data ini menunjukkan sedikitnya kegiatan pemerintah pada bulan – bulan ini kecuali belanja rutin semata, seperti belanja pegawai; belanja layanan daya dan jasa; belanja ATK; dan belanja rehab kecil. Yang berarti kecilnya pengeluaran negara selain belanja pegawai yang memang masih mendominasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Dan hampir tidak ada satupun proyek pemerintah, kementerian / lembaga yang di laksanakan pada bulan – bulan semester 1 (satu) ini. Hal ini bisa kita lihat dari dua indikator 1) sedikitnya kegiatan proyek faktual pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah dan 2) sedikit atau hampir tidak adanya penawaran tender proyek pemerintah di media masa nasional baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, bahkan lembaga - lembaga pemerintah lainnya (seperti pengadaan barang dan jasa pada perguruan tinggi). Pola yang terjadi di tingkat pemerintah pusat dan daerah tersebut akan mengganggu rencana  kinerja kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara terhadap perekonomian secara umum. Di sisi lain, akan berdampak pula pada pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan pengentasan kemiskinan yang menjadi sasaran kebijakan fiskal secara khusus.

Menurut Direktorat jendral Pajak, Proyek Pemerintah adalah proyek yang tercantum dalam Daftar Isian Proyek (DIP) atau dokumen yang dipersamakan dengan DIP termasuk proyek yang dibiayai dengan Perjanjian Penerusan Pinjaman (PPP)/Subsidiary Loan Agreement (LOA). Proyek – proyek kegiatan pemerintah ini baik belanja barang maupun jasa akan tiba tiba melonjak pada tiga bulan terakhir, Oktober, November dan Desember. Pada bulan – bulan ini, secara tiba – tiba semua kementerian / lembaga, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah provinsi dan kabupaten sibuk.  Bahkan pada bulan November dan Desember semua hotel dari bintang tiga ke atas, semua balai – balai pendidikan dan latihan kementerian / lembaga, pemerintah pusat dan daerah penuh dengan acara rapat kerja, seminar, lokakarya dan workshop. Semua organ pemerintah seakan – akan berlomba secara berlebihan menghabiskan anggaran yang mau berakhir ini. Seakan – akan  kinerja sebuah organisasi pemerintah hanya diukur oleh daya serap anggaran semata – mata, bukan pada pencapaian kinerja output, outcome dan benefit yang sudah digariskan di tahun anggaran.

Berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Semester I tahun 2006 sampai dengan semester I tahun 2010 didapatkan data sebagai berikut:

Tabel   1 Daya Serap Anggaran Kementerian / Lembaga  pada semester I
Tahun
Belanja Pemerintah Pusat
(dalam triliun Rupiah)
Realisasi Sem. I
(dalam triliun Rupiah)
Persentase
2006
427.6
134.3
31
2007
763.57
168.68
33.42
2008
989.49
218.9
31.4
2009
685.035
173.413
25.3
2010
781.5
204.7
26.2

Data diatas menunjukkan rendahnya daya serap anggaran yang berarti sedikitnya kegiatan pemerintah di luar belanja rutin pada bulan januari sampai dengan bulan juli. Persentase realisasi anggaran bahkan tidak pernah mencapai 50% (setengah dari anggaran) atau bahkan 40% sekalipun. Data menunjukkan pergerakannya hanya sekitar 20% sampai 30-an %. Bahkan di akhir tahun pun tidak jauh berbeda, Tahun 2010 lalu, penyerapan belanja modal hanya mencapai 84,49 persen atau sekitar Rp80,29 triliun dari alokasi sebesar Rp95,02 triliun. Tetapi, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2011 pemerintah justru meningkatkan alokasi belanja modal menjadi sebesar Rp140,95 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2011. Dari realisasi penyerapan belanja modal hingga awal September 2011 hanya mencapai 26,9 persen dari alokasi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2011. Realisasi itu lebih rendah nilainya dibandingkan penyerapan belanja modal periode yang sama tahun lalu sebesar 27,9 persen.

Penyerapan anggaran yang sering kali dilakukan Kementerian/Lembaga secara besar-besaran pada akhir tahun dapat memicu inflasi. Laju inflasi pada bulan November, bahkan hingga Desember setiap tahun, diperkirakan juga akan dipicu oleh penyerapan anggaran belanja negara yang cukup agresif pada akhir tahun. Yang menambah masalah kemudian adalah selain karena adanya penyerapan anggaran secara besar-besaran oleh kementerian / lembaga, pada November kemungkinan akan terjadi inflasi karena beberapa harga komoditas seperti beras dan cabai merah mengalami kenaikan.

Beberapa komoditas ada yang mengalami kenaikan harga, seperti beras, cabai merah dan cabai keriting. Kondisi tersebut kemungkinan terus berlanjut hingga Desember karena masa panen sudah terlewati sehingga distribusi dan penyediaan beras akan bergantung kepada cadangan stok yang tersisa dan impor. Inflasi  Desember itu akan lebih tinggi dari November, harga beras  sudah naik tinggi karena hasil panennya sudah hampir habis. Hal ini di perparah dengan perubahan iklim pada saat ini yang sulit di prediksi, sehingga para petani kesulitan untuk mengatur masa tanam dan jenis tanaman yang akan di produksi para petani. Tentu saja hal ini juga sebagai akibat dari hari libur keagaamaan (hari raya Natal), hari libur akhir tahun, yang seringkali juga memicu tingginya permintaan barang dan jasa. Apalagi dengan kebijakan cuti bersama yang di tetapkan pemerintah untuk meningkatkan parawisata.

Hypothesis(es) and Aims:
Hipotesis
Apakah pemerataan waktu proyek pemerintah bisa menekan laju inflasi sehingga berpengaruh pada upaya mempertahankan stabilitas kurs mata uang Rupiah?
Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mencari alternatif kebijakan yang bisa di tempuh bagi para pelaksana anggaran dan realisasi anggaran, dalam upaya menekan laju inflasi, sehingga menjaga tingkat stabilitas kurs rupiah, dengan cara melakukan pemerataan proyek – proyek pemerintah sepanjang tahun anggaran berjalan.

Design:
Secara sederhana Inflasi dapat diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus[2]. Hal ini berarti kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu mengakibatkan kenaikan harga pada barang lainnya (menimbulkan efek domino). Sedangkan kebalikan dari inflasi disebut deflasi.

Ada beberapa Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi diantaranya Indeks Harga Konsumen (IHK)[3]. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Sejak Juli 2008, paket barang dan jasa dalam sebagai indikator IHK telah dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) Tahun 2007 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kemudian, BPS akan memonitor perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut secara bulanan di beberapa kota, di pasar tradisional dan modern terhadap beberapa jenis barang/jasa di setiap kota.

Indikator inflasi lainnya yang dipergunakan berdasarkan international best practice antara lain:
  1. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). IHPB dari suatu komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang besar pertama dengan pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu komoditas.
  2. Deflator Produk Domestik Bruto (PDB). PDB menggambarkan pengukuran level harga barang akhir dan jasa yang diproduksi di dalam suatu negeri. Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan.

Menurut Badan Pusat Statistik, Inflasi yang diukur dengan IHK di Indonesia dikelompokan ke dalam 7 kelompok pengeluaran (berdasarkan the Classification of individual consumption by purpose - COICOP), yaitu : Kelompok Bahan Makanan, Kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau, Kelompok Perumahan, Kelompok Sandang, Kelompok Kesehatan, Kelompok Pendidikan dan Olah Raga dan terakhir Kelompok Transportasi dan Komunikasi.

Disamping pengelompokan berdasarkan cara COICOP tersebut, BPS saat ini juga mempublikasikan inflasi berdasarkan pengelompokan yang lainnya yang dinamakan disagregasi inflasi. Disagregasi inflasi tersebut dilakukan untuk menghasilkan suatu indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.

Di Indonesia, dalam prakteknya disagegasi inflasi IHK tersebut dikelompokan menjadi beberapa jenis berdasarkan penyebabnya:
  1. Inflasi Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti:
    • Interaksi permintaan-penawaran
    • Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang
    • Ekspektasi Inflasi dari pedagang dan konsumen
  2. Inflasi non Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung tinggi volatilitasnya karena dipengaruhi oleh selain faktor fundamental. Komponen inflasi non inti  terdiri dari :
    • Inflasi Komponen Bergejolak (Volatile Food) :
Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan internasional. 
    • Inflasi Komponen Harga yang diatur Pemerintah (Administered Prices) :
Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) berupa kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, tarif angkutan, dll.

Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi. Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara partner dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price), dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi. Ibnu Tamiyah[4] dalam kitabnya Majmu’ Fatwa Syaikhul Islam menyampaikan peringatan penting mengenai uang sebagai komoditi, yakni: Perdagangan uang akan memicu inflasi; Hilangnya kepercayaan orang terhadap stabilitas nilai mata uang akan mengurungkan niat orang untuk melakukan kontrak jangka panjang; Perdagangan dalam negeri akan menurun karena kekhawatiran stabilitas nilai uang; Perdagangan internasional akan menurun; Logam berharga (emas & perak) yang sebelumnya menjadi nilai intrinstik mata uang akan mengalir keluar negeri.

Faktor penyebab terjadi demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Keadaan inilah yang dalam makalah ini menjadi perhatian kita dalam memahami hubungan proyek pemerintah, inflasi dan kurs. Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian. Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam keputusan kegiatan ekonominya. Ekspektasi inflasi tersebut apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau forward looking. Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran, natal, dan tahun baru) dan penentuan upah minimum regional (UMR). Meskipun ketersediaan barang secara umum diperkirakan mencukupi dalam mendukung kenaikan permintaan, namun harga barang dan jasa pada saat-saat hari raya keagamaan dan peringatan pergantian tahun meningkat lebih tinggi dari komdisi supply-demand tersebut. Demikian halnya pada saat penentuan UMR, pedagang ikut pula meningkatkan harga barang meski kenaikan upah tersebut tidak terlalu signifikan dalam mendorong peningkatan permintaan. 

Yang harus di perhatikan pada pergeseran tingkat inflasi adalah bahwa  jika tingkat inflasi domestik (tingkat inflasi negara kita) yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga (atau negara yang berhubungan dagang dengan kita baik ekspor maupun impor) menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah.
Gambar  Sumber Inflasi[5]

Hubungan kurs valuta asing dengan inflasi contohnya adalah apabila Indonesia mengalami inflasi lebih tinggi dari USA dan nilai kursnya tidak berubah. Hal ini menyebabkan harga ekspor barang dan jasa di Indonesia menjadi relatif lebih mahal dan tidak mampu berkompetisi dengan barang dan jasa dari luar negeri. Ekspor Indonesia akan cenderung menurun sedangkan impor dari negara lain cenderung meningkat. Dampaknya, Rupiah akan mengalami tekanan dan terdepresiasi atau US$ akan mengalami apresiasi terhadap Rupiah.

Dalam rangka mengurangi tekanan inflasi tersebut, Pemerintah (eksekutif) dan Bank Indonesia senantiasa meningkatkan koordinasi dalam melakukan pemantauan dan pengendalian inflasi, yang antara lain ditempuh melalui kebijakan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah, menjaga kecukupan pasokan dan kelancaran distribusi kebutuhan bahan pokok, menurunkan ekspektasi inflasi yang masih berada pada level yang tinggi, meminimalkan dampak lanjutan administered price, serta mengendalikan permintaan agregat agar tidak melebihi kapasitas perekonomian.  Dengan berbagai kebijakan tersebut diharapkan peningkatan laju inflasi dapat dihambat, dan pertumbuhan ekonomi dapat bergerak naik. Dalam pelaksanaannya koordinasi ini, seringkali independensi Bank Indonesia terkooptasi oleh kepentingan politik pemerintah. Walaupun perundangan tentang independensi Bank Indonesia telah sama – sama di pahami, pada praktek hal ini tidak semudah teori.

Hubungan antara tingkat laju inflasi dan tingkat stabilitas kurs mata uang rupiah yang telah di jelaskan sebelumnya tentu hanya merupakan model yang di reduksi dari realitas sebenarnya untuk kepentingan pembatasan masalah dan ruang lingkup pembicaraan pada tulisan ini. Sedangkan hubungannya dengan pemerataan waktu proyek yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah, berupa tingkat daya serap terhadap anggaran (Anggaran pendapatan dan belanja negara serta Anggaran pendapatan dan belanja daerah) akan di gambarkan oleh model Hubungan Antara Pemerataan waktu proyek pemerintah, Inflasi, Kurs Rupiah yang digambarkan dalam diagram berikut:

Gambar  2 Model Darmawan: Hubungan antara Pemerataan Waktu Proyek, Tingkat Inflasi dan Tingkat Stabilitas Kurs  Rupiah

Potential Impact:
Dari pengalaman penulis sebagai pegawai negeri  di lingkungan Kementerian agama, permasalahan yang sering menimbulkan rendahnya daya serap anggaran adalah sebagai berikut, pada proses pelaksanaan pengadaan barang dan jasa : 1) spesifikasi teknis barang/jasa tidak ada/tidak jelas; 2) perencanaan pemilihan sumber dana yang tidak tepat; 3) biaya di lapangan tidak sesuai dengan Standar Biaya Umum dan Standar Biaya Khusus; 4) banyaknya pengaduan masyarakat atau LSM ke Polri dan Kejaksaan; 5) kurangnya sosialisasi mekanisme pengadaan barang dan jasa; 6) kurangnya panitia pengadaan yang bersertifikat L; 7) peraturan perundang-undangan yang seringkali saling bertentangan; 8) pembebasan lahan. Rendahnya daya serap anggaran berarti sedikitnya proyek pemerintah dan belanja barang dan jasa yang di lakukan pemerintah baik oleh kementerian / lembaga maupun pemerintah daerah. Sejak diterbitkannya Keputusan presiden nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, pegawai negeri tidak lagi saling berebut menjadi pimpinan proyek, bahkan seringkali saling melempar tawaran jabatan diantara para pegawai negeri. Hal ini seringkali diakibatkan oleh ketakutan yang tidak perlu dari para pegawai negeri yang menjadi Pejabat pembuat komitmen / Pejabat penaggungjawab kegiatan (PPK) karena kasus hukum yang melibatkan jabatan ini pada proyek-proyek pada tahun anggaran sebelumnya.

Salah satu hal lain yang menyebabkan rendahnya daya serap anggaran adalah Dokumen Pelaksanaan Anggaran dan Proses Revisi. Sistem pengumpulan data, penyimpanan dan distribusi data di lingkungan kementerian / lembaga seringkali sangat buruk[6]. Perencanaan anggaran yang tidak matang sering menyebabkan anggaran belanja harus direvisi. Bahkan sering dalam pengajuan penyusunan anggaran yang tidak disertai dokumen pendukung yang memadai, seperti Term of Reference (TOR), Rencana Anggaran Biaya (RAB), dan lain-lain, menyebabkan anggaran yang diajukan diberi tanda bintang. Harus diakui proses pendataan dan pengarsipan data di banyak kementerian / lembaga belum begitu baik (walaupun sekarang sudah mulai ada upaya untuk melakukan pendataan secara online secara langsung oleh satuan kerja terkecil di masing – masing kementerian / lembaga). Padahal, revisi dan “penghilangan” anggaran bertanda bintang memerlukan proses yang memakan waktu. Lebih parah lagi apabila revisi anggaran dilakukan beberapa kali, sehingga berakibat proses penyerapan belanja terhambat. Hal ini menyimpulkan bahwa sumber daya manusia fungsional perencana di masing-masing kementerian / lembaga sangat buruk. Bahkan sering di temukan penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kegiatan kementerian / lembaga merupakan duplikat kegiatan tahun sebelumnya yang tentu saja seharusnya memerlukan banyak penyesuaian. Penyesuaian yang di lakukan oleh para perencana anggaran hanya lah menaikkan beberapa persen dari masing – masing mata anggaran. Padahal asumsi perubahan bisa sangat banyak, misalnya perubahan jumlah pegawai, pemekaran struktur organisasi, asumsi kenaikan harga – harga barang, dan masih banyak lagi yang seharusnya di pertimbangkan secara matang.

Terhadap permasalahan penyerapan anggaran belanja pemerintah pusat yang rendah di semester I selama ini, maka perlu upaya perbaikan yang dilakukan pemerintah untuk dapat mempercepat penyerapan belanja pemerintah pusat ke depan. a) Menghimbau kementerian / lembaga untuk segera menyelesaikan masalah internal dalam pelaksanaan anggaran; b) Kementerian Keuangan melakukan komunikasi aktif dengan kementerian / lembaga untuk membantu proses penyelesaian pelaksanaan anggaran; c) Sedangkan untuk Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP), didorong untuk meningkatkan sosialisasi kepada seluruh kementerian / lembaga dan Pemda mengenai mekanisme pengadaan barang dan jasa. Rendahnya daya serap anggaran atau sedikitnya kegiatan belanja modal, belanja barang dan jasa pemerintah pada semester ini akan mengakibatkan dua hal penting, tidak bergeraknya perekonomian yang seharusnya di gerakkan oleh realisasi anggaran. Dan yang kedua berarti akan ada penumpukan realisasi anggran pada bulan – bulan selanjutnya.

Yang belum dikaji adalah apakah jika daya serap anggaran membaik, anggaran yang tersedia cukup dan tidak mengakibatkan defisit anggaran? Hal ini bisa dilihat pada contoh realisasi anggaran semester I tahun  2006 berikut ini:


(dalam triliun rupiah)
Semester I TA 2006
Anggaran
Realisasi
Pendapatan Negara dan Hibah
625,2
236,6
Belanja Negara
647,7
237,9
Belanja Pemerintah Pusat
427,6
134,3
Belanja untuk Daerah 
220,1
103,6
Defisit Anggaran
22,4
1,3
Pembiayaan Neto
22,4
11,6
SILPA
-


Hal ini menjadi penting sebab, menjadi masalah juga jika para pelaksana anggaran: Kuasa Pengguna anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen / Pejabat Penanggungjawab Kegiatan (PPK) dan bendahara telah siap merealisasikan anggaran, di lain pihak anggaran yang tersedia di departemen keuangan tidak tersedia?

Alternatif pinjaman yang selama ini diambil hanya akan menambah beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Penulis mencoba memberikan alternatif pilihan lain. Seperti kita ketahui, masa pembayaran pajak oleh wajib pajak selalu di usahakan ditunda sampai masa pembayaran terakhir mencapai limit waktu. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 184/PMK.03/2007) Untuk SPT Tahunan : untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak; untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak. Jika kita menginginkan realisasi pendapatan negara lebih besar, kita bisa membuat para pembayar pajak membayar lebih cepat dan tepat waktu dengan cara memberikan pengurangan besar pajak secara progresif berdasarkan waktu pembayarannya. Sehingga hal ini bisa menjadi salah satu cara juga bagi para wajib pajak untuk mendapatkan pengurangan pajak. Tentu saja bagi para bendaharawan juga di harapkan untuk segera menyetorkan pajak yang bisa dipungut negara sesegera mungkin.[7]

Patut juga kita pahami bahwa tujuan dari pembangunan infrastruktur yang paling utama adalah lancarnya kegiatan ekonomi di sektor rill. Dilain pihak yang menjadi masalah kemudian adalah jika pada sebuah kawasan industri (di Dayeuhkolot Bandung Jawa Barat misalnya), semua ruas jalan akses menuju kawasan industri ini di perbaiki. Baik itu ruas jalan Mohamad Toha, Jalan raya Banjaran, Terusan Jalan BuahBatu – Bojongsoang, dan Jalan Andir Baleendah di perbaiki pada saat yang bersamaan (seperti yang sudah terjadi selama masa rejim SBY). Lalu mana jalan akses ke kawasan ini? Hal yang kemudian terpaksa dianggap lumrah bahwa pada bulan-bulan Oktober, November dan Desember adalah kemacetan akan sangat parah mulai dari jam 5.30 subuh sampai jam 21.00 malam, Sehingga para pekerja pabrik kesulitan menuju pabriknya, bahan baku kesulitan masuk karena truk-truk besar tidak bisa masuk karena jalan yang menyempit (ruas jalan yang di pakai selama masa ini biasanya hanya satu arah). Dan ini merupakan pemandangan yang umum di seluruh wilayah industri di Jawa Barat yang pernah penulis lihat. Apakah ini kemudian berarti industri harus istirahat selama masa pembangunan infrastruktur ini? Berapa miliyar kerugian yang di derita pengusaha? Berapa miliyar pajak yang kemudian tidak jadi di dapat? Berapa pekerja kita yang harus di rumahkan? Dampaknya kemudian akan sangat besar jika ini terjadi. Jadi alternatif manapun yang terjadi, penumpukan proyek pemerintah di suatu kawasan tertentu ataupun penumpukan proyek pemerintah pada bulan – bulan yang sama, akan sama menyulitkannya baik terhadap kesejahteraan rakyat pada jangka pendek maupun pada stabilitas kurs rupiah kita.

Jika kita memperbandingkan sasaran pembanguan sarana Transportasi[8] (SASARAN TARGET CAPAIAN (OUTCOME)) ; Meningkatnya kapasitas sarana dan prasarana transportasi untuk mengurangi backlog maupun bottleneck kapasitas prasarana transportasi Kondisi jalan nasional mantap 90% dan tidak ada rusak ringan dan rusak berat; Kecepatan rata-rata 60 km/jam kendaraan di jalan nasional Pangsa angkutan laut domestik 100% dan angkutan ekspor impor 10%; Pangsa angkutan KA barang 7 % dan penumpang 23% Pertumbuhan penumpang angkutan udara DN 9,78 %/th dan LN 12,3%/th; Mempertahankan pangsa pengguna transportasi umum 50% di perkotaan Meningkatnya aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan sarana dan prasarana transportasi Terbangunnya sistem jaringan transportasi transportasi perkotaan maupun perdesaan di wilayah terpencil, pedalaman, perbatasan dan pulau terdepan yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat; Meningkatnya pelayanan perintis di wilayah terpencil, perbatasan, dan terisolir; Tersedianya PSO untuk pelayanan transportasi di daerah yang sedang berkembang dan perkotaan; Meningkatnya keterjangkauan terhadap jasa transportasi bagi golongan masyarakat yang memiliki keterbatasan fisik dan lanjut usia. Meningkatnya keselamatan masyarakat terhadap pelayanan sarana dan prasarana transportasi Menurunnya rasio jumlah kecelakaan transportasi terhadap jumlah penduduk Menurunnya rasio jumlah korban meninggal kecelakaan transportasi terhadap jumlah kecelakaan Restrukturisasi kelembagaan Terbitnya peraturan pelaksanaan yang secara jelas mengatur pemisahan antara regulator, pemilik, dan operator dalam penyelenggaraan pelayanan transportasi A daptasi dan mitigasi perubahan iklim pada transportasi Tercapainya tingkat emisi kendaraan sesuai dengan standard Euro-2 dan pelaksanaan uji emisi kendaraan bermotor Konversi penggunaan BBM angkutan umum pada BBG sebesar 20%. Berdasarkan paparan tersebut maka kesimpulan sederhananya adalah tujuan pembanguan sarana transfortasi adalah berjalannya ekonomi rill sehingga tujuan kesejahteraan rakyat bisa tercapai.

Managerial Impact:
Dalam jangka menengah perlu dilakukan perbaikan-perbaikan yang komprehensif, diantaranya :
1.       Meningkatkan kapabilitas SDM (Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen / Pejabat Penanggungjawab Kegiatan (PPK) dan bendahara) terkait pengelolaan anggaran serta pengadaan barang dan jasa.
Pelatihan di bidang pengelolaan anggaran sangat penting[9] hal ini dikarenakan regulasi di bidang ini terus menerus berubah. Seringkali memang, pelatihan-pelatihan hanya di berikan pada para bendahara pengeluaran dimasing-masing satuan kerja. Padahal bendahara pengeluaran satuan kerja sama sekali tidak berwenang untuk melakukan perencanaan anggaran dan evaluasinya. Dilain pihak banyak Pejabat pembuat komitmen / pejabat penanggungjawab kegiatan tidak memiliki sertifikat kelayakan sebagai pimpinan proyek. Sehingga banyak proyek-proyek ini di satuan kerja yang lebih bawah pimpinan proyeknya berasal dari satker yang lebih tinggi.
Pemilik sertifikat ini sangat sedikit, bahkan ada dalam sebuah kantor wilyah kementerian, pegawai yang hanya memiliki sertifikat tidak lebih dari hitungan jari. Keadaan ini lebih banyak di akibatkan oleh tidak lulusnya pegawai yang di tunjuk untuk mengikuti sertifikasi Bapennas. Seandainya seleksi sertifikasi ini lebih terbuka bagi pegawai negeri yang berminat dan lebih banyak diadakan pelatihan-pelatihan yang cukup sebelumnya, tentu kendala ini bisa lebih mudah diselesaikan.

2.       Meningkatkan kualitas data dalam penyusunan anggaran untuk penyusunan perencanaan anggaran yang lebih baik.
Perencanaan anggaran di Indonesia dilakukan secara berjenjang mulai dari satuan kerja paling rendah melalui program RKAKL. Yang disayangkan adalah banyak dari satuan kerja ini yang menyerahkan perencanaan pada orang yang tidak cukup memiliki kompetensi. Dukungan data pada penyusunan anggaran juga seringkali sangat buruk. Banyak para bendahara yang tidak memiliki kualifikasi pendidikan yang cukup sehingga lebih banyak mengandalkan data tahun sebelumnya dan penambahan yang kecil. Asumsi-asumsi yang di gunakan juga kadang tidak cukup valid.
Antisipasi yang bisa dilakukan untuk memperbaiki hal ini adalah menguatkan data yang dikelola pranata arsiparis dan pranta komputer. Sehingga mampu memberikan kualitas data yang baik untuk dikelola oleh pengelola keuangan. Jika di satuan kerja yang bersangkutan tidak memiliki fungsional perencana maka bisa dengan melibatkan Kuasa Pengguna Anggaran dengan lebih intens. Hal ini cukup masuk akal, karena hakikatnya pemilik visi, misi organisasi adalah pimpinan yang dalam hal ini adalah Kuasa Pengguna Anggaran. Walaupun pada tatanan penyusunan tujuan dan program organisasi, lebih melibatkan lebih banyak anggota organisasi satuan kerja yang bersangkutan.

3.       Sosialisasi Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 sebagai pengganti Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa. Untuk mempercepat proses pencairan anggaran pada kementerian / lembaga, pemerintah juga telah memberikan kesempatan kepada kementerian / lembaga untuk melaksanakan lelang setelah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ditetapkan Dewan Perwakilan Rakyat (November-Desember) tanpa harus menunggu penetapan DIPA.
Ketersampaian peraturan perundangan dari pusat kekuasaan sampai ke satuan-satuan kerja terkecil di bawah memang sering memprihatinkan. Kurangnya pelatihan-pelatihan, kurangnya sosialisasi melalui seminar, workshop dan kegiatan lain sejenis memang cukup terasa. Banyak satuan kerja di bawah bahkan tidak mengetahui perundangan / peraturan yang sudah di sahkan lebih dari setahun.
Sosialisasi peraturan sebenarnya tidak memerlukan dana yang besar. Sosialisasi ini bisa dilakukan berjenjang melalui balai diklat masing - masing kementerian /  lembaga. dengan demikian anggaran bisa langsung digunakan pada tahun berjalan segera setelah di terima masing – masing satuan kerja melalui DIPA. Tidak seperti selama ini, yang proses tender saja baru di lakukan pada akhir semester tahun berjalan.

4.       Penyusunan regulasi mengenai mekanisme revisi dokumen anggaran agar lebih diarahkan dalam perspektif jangka panjang, tidak bersifat Ad Hoq untuk satu tahun anggaran.
Perspektif jangka panjang dalam dokumen anggaran memang masih memiliki kendala. Hal ini tidak saja karena persoalan regulasi semata. Tetapi juga pilihan sistem akutansi pemerintah kita yang menganut sistem zero base budgeting. Dalam beberapa hal ini akan membuat perubahan – perubahan mendasar lainnya. Tentu perubahan seperti ini harus melalui kajian yang baik, bukan berdasarkan alasan try and error. Karena dampak kegagalan anggaran tidak saja akan mengakibatkan kekacauan pelaksanaan pemerintahan tetapi lebih jauh adalah bahaya pada pencapaian kesejahteraan masyarakat pada umumnya yang menjadi tujuan besar pembangunan.

5.       Perbaikan perundangan yang mengatur perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi anggaran agar singkron satu sama lain.
Contoh sederhana pada tahun 2011 adalah terbengkalainya beberapa proyek pemerintah di Bontang. Akibat dari ditutupnya lahan tambang Galian Tipe C yang akhirnya menghentikan produksi pengerukan pasir ternyata berimbas kepada beberapa proyek pemerintah yang sedang berjalan. Beberapa proyek pembangunan yang didanai APBD ini mulai terkendala pengerjaannya karena kurangnya pasokan pasir sebagai bahan baku utama pembangunan. Salah satu proyek pemerintah yang saat ini dalam tahap pengerjaan yakni Proyek pembangunan Turap di Jalan kerapu 1 RT 16 kelurahan Tanjung Laut, Bontang Selatan. Hal ini di karenakan baik perencana proyek, dinas pertambangan maupun DPRD belum berkomunikasi dengan baik. Sehingga keputusan yang baik di suatu sisi jangan sampai merugikan sisi yang lain. Yang kedua-duanya sama-sama bertujuan untuk kesejahteraan rakyat banyak.
Otonomi di lain pihak dan otoritas pemerintah pusat di pihak lain juga sering menjadi masalah dalam tataran pembuatan dan pelaksanaan hukum. Dibanyak daerah timbul kesan kepala daerah dan pemerintah daerah yang menjadi kerajaan – kerajaan kecil, yang merasa memiliki kekuasaan untuk membangun daerahnya karena sistem pemilihan langsung. Sistem ini memberikan nuansa kekuasaan penuh dari pemerintahan daerah untuk mengelola daerah yang memilihnya. Tabrakan otoritas ini biasanya terjadi pada masalah perijinan usaha, batasan wilayah usaha dan sering di perdebatkan berada pada otoritas siapa, pemerintah pusat atau pemerintah daerah? Regulasi atas keteraturan ini menjadi sangat penting, agar dalam pelaksanaan proyek selanjutnya tidak sampai terjadi masalah dalam pelaksanaan, hanya di karenakan permasalahan otoritas regulasi.

6.       Upaya peningkatan daya serap anggaran bukan berarti mengurangi aspek kualitas dan akuntabilitas dari belanja, termasuk pencapaian LKPP yang wajar tanpa pengecualian (WTP).
Perhatian kita selanjutnya bergeser, apakah hanya untuk meningkatkan daya serap anggaran yang merata sepanjang tahun membuat kita menapikkan aspek good governance? Tentu mereduksi hal ini akan sangat berbahaya. Membuat para pejabat kita terlalu hati-hati yang bahkan mengakibatkan kelambanan atau bahkan ketakutan terhadap masalah hukum dikelak kemudian hari, juga bukan pilihan yang baik. Pemberian kompensasi yang layak pada para pengelola anggaran, pembuatan regulasi yang baik dan sosialisasi peraturan yang dimaksud, diharapkan akan membuat pelaksanaan anggaran menjadi leih cepat, teratur, dan merata tanpa mengurangi aspek good governance.
Yang terjadi selama ini adalah para pejabat kita terlalu mengabaikan aspek kualitas dan akuntabilitas lalu kemudian berakhir di penjara atau para pejabat kita ketakutan, lalu memilih untuk tidak menjadi pimpinan / pengelola proyek. Pilihan yang manapun sama buruknya, sama – sama tidak memberikan kemaslahatan bagi orang banyak. Kontrol yang baik baik dari diri sendiri, atasan, masyarakat luas dan regulasi yang baik diharapkan akan menjadi  solusi yang baik.

Simpulan
Dalam sistem kebijakan yang dianut di Indonesia, pemerintah / eksekutif memang tidak memiliki wewenang terhadap kebijakan moneter. Stabilitas kurs mata uang Rupiah, selama ini merupakan domain kebijakan dan analisa kebijakan dari Bank Indonesia. Tetapi jatuh bangunnya pemerintahan banyak disebabkan oleh stabilitas dari kurs mata uang sebuah negara. Kita tidak perlu mencari bukti yang terlalu jauh, kejatuhan Presiden Republik Indonesia pertama, Soekarno dahulu dan kejatuhan Presiden Soeharto adalah contoh yang paling dekat dan belum hilang dari ingatan. Bagai mana tidak, tertekannya mata uang Rupiah terhadap Dolar Amerika sanggup menjatuhkan Presiden Soeharto yang sebelumnya begitu kuat.

Peristiwa masa lalu tentu harus menjadi pelajaran yang baik untuk masa kini dan hari depan kita dalam berbangsa dan bernegara. Pemerintah / eksekutif bisa mempengaruhi keadaan moneter tanpa turut campur dalam kebijakan moneter. Pelaksanaan dari kebijakan fiskal bisa dijadikan alat bagi pemerintah untuk mengelola dengan baik, mengatur dalam range yang bisa diterima stabilitas kurs yang menguntungkan ekonomi nasional secara umum. Karena stabilitas kurs mata uang Rupiah sangat penting bagi pergerakan sektor rill. Selanjutnya pergerakan sektor rill sangat penting bagi pencapaian tujuan negara; melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia,  memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Sejumlah kegiatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara merupakan kegiatan atau alokasi dana pro rakyat. Penulis ingatkan kutipan pidato Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yodhoyono dalam pidato pengantar APBN, satunya adalah realisasi penyerapan APBN 2012 harus segera dipacu. Targetnya pada triwulan I (Januari – Maret)  tahun 2012 agar dapat dicapai 20%, sehingga APBN 2012 ini benar – benar pro rakyat dan manfaatnya segera bisa dinikmati masyarakat luas. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara merupakan stimulus perekonomian. Jika dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara banyak terserap pada awal tahun maka roda pembangunan akan berputar, semua sektor akan bergerak, lapangan usaha akan terbuka dan menyerap tenaga kerja. Sehingga karenanya akan mengurangi pengangguran dan berpengaruh pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu segenap organ pemerintah seharusnya segera dipacu untuk merealisasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang sudah dinantikan berjuta rakyat Indonesia, yang menantikan kesejahteraan dirinya.

Daftar Pustaka
Agus Martowardoyo, 2012. Penyerapan Belanja kementerian / lembaga Kurang Optimal, Press Release Dirjen Anggaran. Departemen Keuangan RI.
Almizan Ulfa, 2003. Indonesia Satu dan Stabilitas Kurs Rupiah: Analisis Stabilitas Exchange Rate Indonesia, Jurnal Keuangan dan Moneter, Vol. 6 Nomor 2.
BI, 2011. Penyempurnaan Protokol Manajemen Krisis Bank Indonesia Sebagai Upaya Memelihara Stabilitas Sistem Keuangan, Jurnal Kajian Stabilitas Keuangan No 17, September 2011
BI, 2012. Pengenalan Inflasi. Diakses dari situs Informasi dan Edukasi Bank Indonesia.    http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/Inflasi/Pengenalan+Inflasi/
Ditjen Pajak, 2012. Jatuh Tempo Pembayaran Pajak. Diakses dari situs Ditjen Pajak DepKeu. http://www.pajakonline.com/engine/learning/view.php?id=178
I Nyoman Suarya C, 2010. Pengaruh Kompensasi, Pelatihan, Kepemimpinan dan Lingkungan Kerja Padap Kinerja Pengelolaan Anggaran Pemerintah Kabupaten Tabanan. Universitas Udayana
Nopirin, 2000. Ekonomi Moneter ed. 5 cet. 5. Yogyakarta, BPFE
PKS, 2011. Daya Serap APBN Rendah Pemerintah Diminta Perbaiki Manajemen. Press Release PKS Komisi XI, DPR.
Rahardi Pratama, 2001. Ekonomi Makro, Salemba Empat, Universitas Indonesia.
Slamet Turseno, 2011. Rendahnya Daya Serap Anggaran: Antara Rendahnya Kinerja Pemerintah Dan Buruknya Penganggaran, Universitas Indonesia.
Suminto, 2004. Pengelolaan APBN dalam Sistem Manajemen Keuangan Negara, Dokumen Ilmiah Budget in Brief 2004. Ditjen Anggaran Depkeu.



[1] Berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Semester I 2006-2011
[2] Lihat Rahardi Pratama, 2001:203. Ekonomi Makro, Salemba Empat, Universitas Indonesia.
[3] Sebagai bahan perbandingan bisa dilihat juga cara mengukur tingkat inflasi: Nopirin, 2000. Ekonomi Moneter ed. 5 cet. 5. Yogyakarta, BPFE.
[4] Ibnu Tamiyah yang lahir di zaman pemerintahan Bani Mamluk tahun 1263.
[5] Bank Indonesia
[6] Slamet Turseno, 2011. Rendahnya Daya Serap Anggaran: Antara Rendahnya Kinerja Pemerintah dan Buruknya Penganggaran, Universitas Indonesia.
[7] Pardiharto (Kakanwil DJPBN Prov. Sulsel), 2012.  Dalam acara Pemantapan pemahaman mekanisme pencairan APBN 2012 KPPN Parepare Sulawesi Selatan. Media Center Perbendaharaan.
[8] Skala Prioritas Pembangunan Infrastruktur RPJMN 2010 – 2014
[9] I Nyoman Suarya C, 2010. Pengaruh Kompensasi, Pelatihan, Kepemimpinan dan Lingkungan Kerja Padap Kinerja Pengelolaan Anggaran Pemerintah Kabupaten Tabanan. Universitas Udayana