Rabu, 10 September 2014

Reset

Mungkin kita telah lama lupa
bahwa tujuan kita sejatinya
adalah
menahan diri
dan
melupakan

Mungkin kita sepatutnya malu
memaksa hampir sepanjang hidup

Memalukan

Pesan Minggu Ini Untuk Anak-Anak Matahariku: Memasuki Dunia Kampus

Anak-anak Matahariku
Aulia Mega Wardhani Darmawan, Rininta Rolia Sita
Ayah ingin menulis pesan ini dengan sangat serius, menuliskan pengalaman ayah sekolah selama 32 tahun, dari 36 tahun usia ayah, usia om saat ini.

Anak-anak ku, cinta ayah...
Dulu ayah mulai bermimpi memasuki dunia kampus sejak kelas 2-3 SD, Ayah ingin jadi seorang Arkeolog, seorang sejarawan. Ayah sangat tertarik membaca buku-buku tentang inka, maya, mesir kuno, mesopotamia.. walau dulu yang memperkenalkan ayah dengan dunia itu hanya lah beberapa edisi komik Tintin. YA! komik! dari komik itulah ayah banyak belajar, bahwa mempelajari masa lalu itu penting untuk memprediksi, merencanakan masa depan. Tapi kenyataanya mengantarkan ayah ke jalan yang lain. Ayah malah masuk ke jurusan Matematika di IKIP Bandung, kemudian ayah semakin tersesat jauh dari dunia Arkeologi.. Ayah tersesat di dunia Finance.

Tetapi, anak-anakku.. kekasih ayah terhebat...
Ternyata tujuan ayah tidaklah menyimpang terlalu jauh. Matematika lah yang pertama kali mengajari ayah bagaimana mengubah sejumlah pengalaman, data, primbon, pengsui kedalam sejumlah angka. Mempelajarinya dalam sebuah pola. Regresi linier, Parabolik dan seterusnya.. ternyata banyak hal, banyak pengalaman, banyak data dari sejarah masa lalu itu bisa di prediksi dengan mudah dengan bantuan Matematika. Ternyata pula.. di bidang Finance-Keuangan, ayah juga tidak tersesat-tersesat amat. Matematika yang ayah pelajari itu, ternyata menjadi senjata yang baik untuk memahami prilaku keuangan seseorang, atau entitas bisnis yang lebih besar. Semua kejadian dimasa lalu- sejarah keuangan seseorang dan entitas bisnis itu ternyata juga membentuk pola tertentu yang memudahkan kita untuk memahami apa yang terjadi di masa lalu dan apa yang akan terjadi di masa depan.

Anak-anakku terkasih..
Apa yang mau ayah ceritakan? apa yang mau om ajarkan?
Ayah mau bilang, tak penting dimana jalur kalian sekarang berada! yang penting adalah tingkat kalian mempertahankan konsentrasi penuh terus menerus! pada tujuan yang ingin kalian capai! pada hasrat yang kalian pendam selama berbelas tahun ini! tentang apa yang kalian inginkan, tentang apa yang bisa membuat kalian begitu tersentuh, begitu merasa menjadi bagian besar dari hal passion yang kalian dapatkan. Fokuslah, tetap fokuslah pada passion itu, apapun jalurnya. Kalian akan menjadi hebat justru karena differensiasi yang kalian buat, kesamaan jalur yang kalian tempuh dengan orang kebanyakan hanya akan membuat kalian kehilangan makna dan kebanggaan ketika akhirnya kalian meraih sesuatu. Banggalah dengan jalur yang kalian raih atau akan kalian raih di hari-hari yang akan datang itu. Banggalah dengan segala kegagalan, segala peluh, segala kesakitan yang kalian rasakan hari ini. Semua itu pasti akan terbayar, kelak.. di hari yang akan membuat kalian tersenyum bangga itu.

Anak-anak hebatku!
Kebanggaan ayah!!!

Firman Ku: Tuhan dari Neraka

Aku perintahkan kepadamu
kamarilah
biar Ku peluk kau tidak dalam cinta yang itu - itu saja
berlama - lama
memuja - muja
mencapai gnosis

Aku firmankan kepadamu
kemarilah
masukkan Aku ke dalam rahimmu
agar Ku kenang asal - usulku
dari engkau Aku berasal
dan kepadamu Aku ingin kembali
merasakan kehangatan sabagai bagian dari tubuh mu perempuan Ku

Aku pastikan kepadamu
kemarilah
berdoa padaku saat puncakmu
menari - nari
ekstasi!
memahami Aku
mencumbu Tuhanmu
sampai kau lupa kau telah menjadi tuhanKu
lalu senyap
tak pasti antara lelah dan kesenangan yang memuncak
Firman Ku
berhentilah sebelum puncakmu
atau
kau tersadar
dan lupa
telah berakhir di rumah Ku
Neraka

Pesan minggu ini untuk anak-anak Matahariku: Memulai Pendidikan di Sekolah Menengah

Lutfiatun Nisa Fauzia Darmawan
Mulai besok, seragam merah mu diganti ya? Seragam biru.. banyak orang bangga sama seragam putih biru itu pi.. banyak orang yang kemarin-kemarin berharap-harap cemas: "bisa ngga ya pakai seragam biru putih dengan logo SMPN anu?" Banyak orang yang mempertaruhkan segala-galanya untuk seragam kebanggan itu, ya segala cara! Sebagai sebuah strategi, menurut ayah, itu sah-sah saja. Bagi kebanyakan orang, seragam adalah manifestasi paling nyata dari isi. Jadi, memang mungkin pi.. seragam itu memang penting sekali. Walau bagi ayah sih, seragam merah putih itu jauh lebih bermakna, lebih hebat! Karena dengan seragam itulah ayah memulai pondasi pendidikan ayah secara formal. Pada masa itulah ayah mulai membentuk diri, mereka-reka masa depan, mematut-matut diri jadi apa ayah kelak.

Lutfiatun Nisa Fauzia, anak ayah...
Seragam biru itu sebenarnya lebih menjadi tanda pi.. inilah garis pemisah itu, antara masa kanak-kanakmu dan masa remaja yang penuh dengan rentetan tanggung jawab. Pada masa biru ini pi.. hidup lebih mengharu biru, perasaan kita akan lebih terasah menjadi manusia sejati atau malah menjadi setan yang hebat. Pada masa ini lah hidup tidak lagi persoalan benar dan salah, tetapi lebih menjadi baik dan tidak tepat. Kita akan dipaksa didorong-dorong untuk memahami wilayah abu-abu. Wilayah yang paling ayah dan kita tak suka. Pada masa ini pi, inilah masa pubertas yang merupakan lanjutan dari masa perubahan fisik yang telah kau lewati kemarin dulu itu. Pada masa remaja ini pula pi.. perasaan menyukai dan keinginan untuk disukai makin menguat. Jika kita mampu mengelolanya menjadi sumber energi, kita akan menjadi remaja yang hebat, penuh semangat dan berusaha tampil lebih menyenangkan setiap hari, setiap saat. Tetapi.. tidak jarang juga perasaan ini akan mengganggu mereka yang tak paham mengelolanya. Diantara kita ada yang malah sibuk mematut-matut diri di cermin, menjadi pribadi yang semata diatur oleh keinginan orang banyak yang mustahil dipenuhi semuanya itu. Karena bukankah setiap pribadi itu berbeda? Bagai mana mungkin kita menjadi pribadi yang menyenangkan semua orang, jika diantara mereka itu mungkin ada keinginan yang saling bertentangan? Olehkarena itu pi.. bentuklah dirimu oleh nilai-nilai yang menurutmu baik saja. Tak perlu berkeras menuruti keinginan semua orang, jadilah pribadi yang menyenangkan, dan salahsatunya adalah juga termasuk menyenangkan dirimu sendiri. Karena seperti yang sering ayah bilang: hanya kau dan bayanganmulah sendiri yang menjalani sampai akhir!

Lutfiatun Nisa Fauzia, gadisku...
Menjadi hebat itu memang menyenangkan, tetapi percayalah: berusaha menjadi hebat itu jauh lebih menyenangkan! Ayah sama sekali tak memerintahkanmu menjadi orang hebat, menjadi orang yang berhasil (apapun itu ukurannya). Ayah hanya ingin melihatmu bahagia, menjalani hidup yang menyenangkan. Tapi berjanjilah satu hal pada ayah, untuk selalu berusaha menajadi orang hebat, menjadi orang berhasil! Kejarlah apa yang kau inginkan dengan perjuangan terhebatmu, maka insya Allah kamu akan menjadi hebat dangan cara dan jalanmu sendiri.

Pi..
Selamat memulai pendidikanmu di SMP, mulailah dengan bismillah setulus-tulusnya. Lalu.. langkahkanlah kaki kananmu itu dengan dengan bangga, tetapkanlah set-pointmu! lalu kejarlah! Ayah percaya, tak sia-sia apa yang telah kita perjuangkan untuk sampai ke titik ini. Dan ayah percaya, titik berikutnya adalah keberhasilan. Keberhasilanmu.. anak kebanggan ayah!

Kegilaan yang tak Perlu: Ini Bulan Ramadhan Bung!

Awalnya benak saya menerawang jauh, hampir melampaui batas-batas ruang dan waktu, tentang begitu hebohnya orang disekitar saya. Kehebohan yang hanya mempermasalahkan persoalan dunia yang sepele belaka, persoalan duniawi yang terlalu kampungan untuk disebut ber-esensi. Kita, barangkali, memang terlalu mudah untuk bereaksi pada hal-hal yang berhubungan dengan kita, pekerjaan rutin kita. Lalu menganggap setiap pergerakan orang lain yang berhubungan dengan itu sebagai sebuah ancaman. Yang menjadi masalah adalah, kita akan semakin lelah, tidak hanya karena memang pekerjaan kita; melelahkan kita karena pekerjaannya sendiri. Tetapi kita juga akhirnya kelelahan karena menghabiskan waktu yang tak perlu atas reaksi-tanggapan-dan pergerakan orang yang berhubungan dengan pekerjaan kita itu.
Dimanakah masalahnya? bukankah rugi kerja keras kita itu, yang mungkin terbersit kita lalukan dengan ikhlas itu, menguap begitu saja. Hanya karena reaksi kita atas reaksi orang lain, yang menyudutkan kita pada kegilaan yang tak perlu? Cobalah sedikit meluangkan waktu: Apakah tujuan dari apapun yang kita lakukan dalam hidup kita itu? Hanya semata karena ikhlas kah? atau karena gila pujiankah? Sehingga kemudian kita harus mengulang-ulang mengatakan pada semua orang yang kita temui tentang apa yang telah kita kerjakan itu? Rasanya mubajir shalat-shalat kita, sujud berjam-jam, hanya sekedar untuk menghapus dosa tak perlu ini, dan tak sedikitpun karenanya menabung amal ibadah.
Mungkin kita harus sering-sering mengikat kata-kata Abu Utsman Sa`id bin Al-Haddad ini: "Tidak ada perkara yang memalingkan seseorang dari Allah melebihi gila pujian dan gila sanjungan." Dan itu telah sering terbukti diantara kita: Kita meributkan sesuatu yang terlalu sepele, hanya sekedar untuk meributkan jabatan kelas teri dan tak begitu bermakna, jangankan dimata Allah, Tuhan kita itu. Tetapi cobalah sedikit merenung, ternyata yang kita ributkan itu seringkali bahkan terlalu sepele, dimata kita sendiri. Kelak, begitu kita selesai meributkan masalah tak penting itu, kita malu... Dan persaudaraan diantara kita sudah terlanjur hilang... tergerus kesombongan dan ego masing-masing kita. Kita sepatutnya malu, dan kita juga sepatutnya mulai takut.. bukankah kata Allah "akan hilang rahmat-Nya ditengah-tengah orang yang memutuskan tali silaturahmi?"
Kita memang sepatutnya malu, meributkan sesuatu yang sepele.. terlalu sepele. Padahal kita sama-sama tahu, itu hanyalah kegilaan yang tak perlu. Lagi pula, Ini bulan Ramadhan Bung!

Catatan seorang muslim kelas teri

Terus terang, saya bukan lah seorang muslim yang ta'at. Saya dibesarkan dalam lingkungan yang sangat plural, sewaktu masih di bawah kelas 4 SD saya biasa mengaji di Mushala keluarga besar H. Edi di Jl. Sukalaya Barat No 2-6 di Tasikmalaya, kami mengaji dengan guru ngaji panggilan dari Muhammadiyah dan Persatuan Islam. Setelah naik ke kelas 4 SD, saya biasa mengaji ke sekolah agama didekat rumah di Lewobabakan, Lingkungan yang mayoritas berafiliasi ke Nahdratul Oelama. Saya menimba semua ilmunya dalam kehausan yang sangat. Lemahnya daya ingat saya, membuat proses belajar keagamaan saya lebih condong pada hakikat daripada hapalan. Itulah sebabnya mempelajari bahasa juga menjadi kelemahan saya yang terbesar, sampai kini bahasa arab dan bahasa inggris sebagai bahasa internasional terdekat dalam lingkungan keseharian, tak juga mampu dipahami secara layak.

Tetapi, akhir-akhir ini kehidupan beragama saya mulai terusik. Muslim, yang dahulu saya kenal melalui sekolah agama dan pengajian, tak lagi ramah-rahmatan lil alamin. Seperti apa yang sering digambarkan kepada saya sewaktu kecil. Muslim, menjadi semakin kasar dan mencaci-maki. Setiap kelompok muslim merasa lebih Islam dari pada kelompok muslim lainnya. Sebagai orang yang gemar berdebat-berdiskusi sejak kecil, saya kira saudara-saudara muslim ini telah jauh melenceng dari kemuslimannya, dari kerahmatan-lil-alaminan-nya. Saya agak ragu, mengenai ajaran mana yang memerintahkan kita mencaci-maki orang lain?

***

Secara sarkastik, para penghina nabi itu dalam banyak literatur hanya dilawan dengan 3 hal,
1. Mungkin sudah banyak yang tahu riwayat ini:
Ketika melihat Abu Bakar dicaci maki oleh seorang lelaki, lalu Abu Bakar membiarkannya dan tidak membalas caciannya. Melihat kesabaran Abu Bakar, Muhammad Rasulullah tersenyum bangga. Akan tetapi manusia mana yang bisa menandingi akhlak Rasulullah dengan sama persis. Tidak juga Abu Bakar. Ketika orang yang mencaci makinya dirasa melampaui batas, Abu Bakar mulai terpancing emosinya dan turut membalas caciannya. Rasulullah kecewa dengan sikap Abu Bakar yang dinilai kurang sabar, sehingga Beliau langsung pergi dari tempat tersebut .
Abu Bakar  lalu bertanya: YA RASULULLAH, lelaki itu telah memaki maki aku, sementara engkau tetap saja duduk, namun ketika aku membalas sebagian perkataannya, engkau justru marah dan pergi?
RASULULLAH SAW  lantas berkata: Sebenarnya waktu itu sudah ada malaikat yang membalas nya. Ketika engkau membalas caciannya maka setanpun hadir.
2. Sepertinya hampir kebanyakan muslim kenal hadits ini:
Dari Aisyah radhiyallaahu 'anha berkata, “Orang-orang Yahudi mendatangi Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam dan berkata, ‘assaal ‘alaikum’ (kematian atasmu). Lalu Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam membalasnya, ‘Wa’alaikum’. Maka Aisyah berkata, assaam ‘alaikum wala’anakumullaah wa ghadhiba ‘alaikum (Kematian atas kalian, laknat Allah dan kemurkaan-Nya atas kalian). Kemudian Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam menegur ‘Aisyah, “Pelan-pelan wahai Aisyah!! Berlakulah lembut, jangan kasar dan berkata jelek.”
Aisyah menjawab, “Apakah Engkau tidak mendengar perkataan mereka. Lalu Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam menjawab, “Apakah kamu tidak mendengar apa yang kukatakan? Aku telah mengembalikan doa mereka kepada mereka dan doaku atas mereka dikabulkan, sedangkan doa mereka atasku tidak.” (HR. Bukhari dan Muslim), dalam riwayat Muslim, “Cukup wahai Aisyah, janganlah engkau menjadi pencaci, sesungguhnya Allah tidak suka kepada cacian dan kata-kata buruk.”
إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِي عَلَى الرِّفْقِ مَا لَا يُعْطِي عَلَى الْعُنْفِ
3. Memang kita pun tak menapik riwayat yang satu ini:
Barangsiapa muncul darinya penghinaan kepada Allah atau kepada salah seorang rasul-Nya, maka sesungguhnya dia itu murtad dari agamanya lagi meningalkan jama’ah, yang harus dibunuh bagaimanapun keadaannya dan tidak diminta taubat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:

من بدل دينه فاقتلوه

“Barangsiapa mengganti agamanya maka bunuhlah dia.”

Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Tidak halal darah orang muslim kecuali dengan salah satu dari tiga hal..” Dan beliau sebutkan di antaranya “orang yang meninggalkan agamanya lagi memisahkan diri dari jama’ah.” Sedangkan vonis pengkafiran orang ini dan kewajiban membunuhnya adalah sama di dalamnya antara orang yang serius dengan orang yang bercanda, sama saja baik dia itu meyakini kehalalan hal itu ataupun tidak meyakininya. Allah Ta’ala berfirman:

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ . لا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman….” (At Taubah: 65-66)

***

Vonis Mengkafirkan Orang Lain
Yang menjadi masalah adalah kapan kita bisa mengkafirkan orang lain, dan bahkan adakah keterangan yang mensahkan setelah dikafirkan maka kita kemudian diberi hak teologis untuk mencaci mereka? Rasanya akan menjadi kontradiktif dengan penjelasan yang telah kita baca sebelumnya itu tadi. Baiklah, agar kita bisa berada dalam pemahaman yang paling sederhana dan bisa diterima oleh kelompok manapun. Ada baiknya kita memulai diskusi selanjutnya dengan pertanyaan, Siapakah orang Islam itu? Jika jawabnya kita kembalikan kepada para pihak yang sedang betentangan maka permasalahan akan kembali mentah lagi. Kita sepertinya masih ingat pengetahuan pertama ketika masuk ke sekolah agama di kelas 1 dulu, Rukun Islam (dan rukun Iman).
عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال : بينما نحن جلوس عند رسول الله صلى الله عليه وسلم ذات يوم إذ طلع علينا رجل شديد بياض الثياب شديد سواد الش...عر , لا يرى عليه أثر السفر , ولا يعرفه منا أحد حتى جلس إلى النبي صلى الله عليه وسلم فأسند ركبته إلى ركبتيه ووضح كفيه على فخذيه , وقال : يا محمد أخبرني عن الإسلام , فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم " الإسلام أن تشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله وتقيم الصلاة وتؤتي الزكاة وتصوم رمضان وتحج البيت إن استطعت إليه سبيلا " قال صدقت فعجبا له يسأله ويصدقه , قال : أخبرني عن الإيمان قال " أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر وتؤمن بالقدر خيره وشره " قال : صدقت , قال : فأخبرني عن الإحسان , قال " أن تعبد الله كأنك تراه , فإن لم تكن تراه فإنه يراك " قال , فأخبرني عن الساعة , قال " ما المسئول بأعلم من السائل " قال فأخبرني عن اماراتها . قال " أن تلد الأمة ربتها وأن ترى الحفاة العراة العالة رعاء الشاء يتطاولون في البنيان " . ثم انطلق فلبث مليا , ثم قال " يا عمر , أتدري من السائل ؟" , قلت : الله ورسوله أعلم , قال " فإنه جبريل أتاكم يعلمكم دينكم " رواه مسلم

Dari Umar bin Al-Khathab radhiallahu 'anh, dia berkata:
"Ketika kami tengah berada di majelis bersama Rasulullah pada suatu hari, tiba-tiba tampak dihadapan kami seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih, berambut sangat hitam, tidak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan jauh dan tidak seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Lalu ia duduk di hadapan Rasulullah dan menyandarkan lututnya pada lutut Rasulullah dan meletakkan tangannya diatas paha Rasulullah, selanjutnya ia berkata," Hai Muhammad, beritahukan kepadaku tentang Islam "

Rasulullah menjawab, "Islam itu engkau:
1. Bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Allah,
2. Engkau mendirikan shalat,
3. Mengeluarkan zakat,
4. Berpuasa pada bulan Ramadhan dan
5. Mengerjakan ibadah haji ke Baitullah jika engkau mampu melakukannya."

Orang itu berkata,"Engkau benar," kami pun heran, ia bertanya lalu membenarkannya
dst...
[Hadits Riwayat Muslim dalam Shahihnya, kitab Al-Iman, bab 1, hadits ke 1. Dan diriwayatkan juga hadits dengan lafadz seperti ini dari Abu Hurairah oleh Al-Bukhari dalam Shahih-nya, kitab Al-Iman, bab 37, hadits ke 1]


Jadi Definisi yang ditetapkan oleh Rasulullah itu sederhana sekali?! Rasanya kemudian, kita sepatutnya harus sangat berhati-hati mengkafirkan orang lain, kecuali ybs menyatakan secara jelas dan tak bermakna lain selain menyatakan diri telah keluar dari Islam.

***

Kita mungkin sepatutnya pula menjadi harus makin berhati-hati untuk tidak menjadi kepentingan politik dan ekonomi siapapun yang akan melemahkan persaudaraan kita sesama muslim. Mungkin saya harus jujur untuk mengatakan untuk mencap diri Suni rasanya saya tak begitu paham apa indikator kelayakan yang akan dikenakan kepada saya, pun  apalagi begitu jika saya mengaku Syiah. Saya hanyalah seorang muslim yang takut, betapa kemudian melihat saudaranya diambang perang besar, saling bunuh, dan dengan gagah sama-sama bertakbir  الله أكبر ketika membunuh. Yang paling membuat saya takut adalah ketika saya kemudian akan menyaksikan ada yang akan tertawa dan betepuk tangan... melihat kita saling membunuh, padahal ucapan pertama yang dilantunkan ketika berangkat Jihad itu adalah بسم الله الرحمن الرحيم

Ya, Allah.. jika tiba saatnya perang besar ini datang... tentu yang berangkat berperang adalah orang-orang yang paling shalih diantara kami. Dan jika mereka kemudian Syahid... tinggallah kami yang tak berpengetahuan ini?

Darmawan Soegandar

Mengajarimu Statistika Matematis = Mengajarimu Keteraturan

pro: murid muridku tercinta


Kekacauan membuatku sakit
Membayangkan ketidakhormatan orang pada harmoni
       pada keteraturan
Kenapa orang tak mudah memahami seni?
Keteraturan bukanlah keseragaman mutlak
yang menggerakkan robot tanpa hati, tanpa jiwa

Mengganggu keteraturan hanyalah menghasilkan
       para pecundang yang bangga atas perbedaan semu yang dimilikinya

Andai saja kalian paham
dalam model alamiah Tuhan
keberbedaan hebat adalah
       zenit yang memuncaki
       atau titik R disetiap kurva
Outliner hanyalah pecundang buta
yang lupa membedakan
bahwa setiap perbedaan terkungkung oleh standar

Tetapi
Sayang sekali
Kalian seringkali lupa

Bahwa
Untuk menjaga harmoni
Kita seringkali terjerembab
Dalam seragam yang sama
Nada monotone yang mendengung dan membuat kita gila!

Padahal
Ketika kita menjadi identik
Validitas kita hancur dalam ke-takterdifinisi-an
Kita tak lagi diakui sebagai bagian dari system?
Yang membuat kita layak untuk dieliminasi
         dalam sebuah trimming yang dengan kejam
Menyingkirkan seluruh jerih payah...

Pesan Minggu ini untuk anak-anak Matahariku: Sibuk, Santai, atau Ingin Sibuk?

@auli Mega Wardhani Darmawan
Kemarin-kemarin ayah sering cerita sama ibu: betapa ayah ingin seperti orang kebanyakan, yang mulai bekerja dari subuh berangkat kerja dan pulang sekitar jam 21.00 Seperti apa yang sudah dilakukan oleh beberapa saudara ayah-ibu. Terus terang awalnya.. ukurannya.. murni uang-materi. Kemudian bergeser pada persoalan keterampilan dan kepakaran yang selama ini sudah dipupuk bertahun-tahun. Mungkin, karena ayah dan ibu berdoa terlalu sering, akhirnya Allah mengabulkan. Mega bisa lihat, hampir setiap minggu ada saja orang yang belajar ke rumah dari pagi jam 09.00 sampai malam, bahkan kadang sampai jam 24.00 kan? Mega bisa lihat, ayah serius mengajar, sampai banyak murid ayah yang malu sendiri minta pulang karena melihat ayah masih semangat mengajar padahal sudah lebih dari 12 jam!
Tapi...
Sebagaimana lajimnya manusia normal.. dalam diskusi ayah dan ibu sampai pada kesimpulan bahwa: mungkin bukan seperti ini yang dimaksud ayah sama ibu dalam do'a-do'a yang selama ini dipanjatkan. Mungkin ayah dan ibu kurang "jentre" menjelaskan keinginan ayah dan ibu pada Allah. Ayah masih merasa hidup ayah terlalu santai, dalam sebulan paling hanya 2-4 hari ayah kerja full dari jam 05.00 sampai 24.00 pekerjaan pokok PNS ayah memang hanya mewajibkan kerja 5 hari kerja, dan hanya berapa jam kantor. Masih banyak sisanya, lalu datanglah pekerjaan pelayanan publik yang menyita waktu ayah hampir 24 jam dalam sehari dan 7 hari dalam seminggu. Kalau soal honor? hehehe kecil banget ga.. kalau soal beramal? wah jangan tanya 'ga ^_^ pekerjaan pelayan publik itu sulit untuk berikhlas-beramal. Kalau yang dilayani tidak lengkap data-berkas... kita harus sabarrrrrr menunggu seakan itu berkas persoalan hidup dan mati kita. Dan... ketika kita yang sedikit terlambat karena kita juga tergantung pada kecepatan orang lain... kita juga harus kembali bersabarrrrrr dimaki-maki untuk keterlambatan yang bahkan bukan keterlambatan kerja kita hehehe menjadi pelayan publik model gini emang bikin ga enak hati. Berharap honor.. jelas ngga imbang.. berharap ikhlas.. kadang juga ngga adil. Jadi jelas, bukan sibuk model ini yang ayah minta sama Allah. ^_^
Kemudian...
Kesempatan baru datang, persis sesuai dengan Do'a: Sibuk full dari jam 05.00 s.d 21.00 dari jam 05.00-14.00 jadi PNS yang sering kali lebih banyak sibuk bengong hahahaha dan dari jam 14.00-15.00 ayah diperjalan, 15.00-17.00 sibuk mengajar Komputer, 17.00-18.00 ayah diperjalanan, 18.00-21.00 ayah mengajar lagi.. akhirnya mengajar Politik-Ekonomi-Bisnis. Rutinitas yang Full senin-Jum'at dan Sabtu-minggu full mengajar dari jam 08.00 sampai 21.00 Akhirnya ga.. waktu sudah sama dengan kesibukan.. kesibukan sudah sama dengan kesenangan yang diimpikan.. dan kompensasi yang sangat layak sebagai bonusnya. Cita-cita ayah tercapai juga. Perjalanan yang panjang.. sangat panjang.

Nah, ga.. @aulia Mega Wardhani Darmawan
Ayah senang mega sibuk di kampus, dari pagi kan? jam 07.00 sudah berangkat... mega pulang rata-rata jam 21.00 sibuk sekali ga? apa ngga cape? ayah bukan melarang, ayah hanya khawatir... Insya Allah ayah mau belikan kamu sesuatu biar ngga terlalu cape (itupun gara-gara ayah kesel kamu  ngga mau juga pake si Vega). Pesan ayah ga.. aturlah waktu, jangan diatur oleh waktu! Sibuk lah di waktunya, santai lah diwaktunya pula. Sekali-kali pastikan mega tetap belajar serius, tugas mega kuliah kan belajar? Ayah menaruh harapan besar. Obrolan kita tadi pagi.. sebetulnya sudah lama ayah diskusikan sama ibu. Mega boleh pulang sampai jam 21.00 tapi mulai Januari rencana sekolah kita, mega mengambil sarjana kedua harus terlaksana ga. Biar lengkap pendidikan mega, Sains Terapan di Teknik Bisnis Garmen dan diperkuat di Manajemen Keuangan kan bagus ga?  ga sia-sia pulang malam (bukan soal gelar mega yang jadi keren Aulia Mega Wardhani Darmawan, S.Teks.,SAB hahaha ngga lah... jangan kampungan! ngomong gelar hari gini tuh kampungan ga!). Bukan berarti mega ngga boleh ikut UKM gitar dan menyanyi... tapi rasanya ga... masa itu sudah lewat, di SMA kemarin dulu... ga masa kuliah itu pendek... hati-hati...

Pesan Minggu ini untuk mu Ra, Matahariku! : Pendidikanmu

Akhirnya i... sampailah engkau pada tahap yang aku cita-citakan untukmu. Kenapa aku begitu merasa berkewajiban menyekolahkan mu i? Kemarin, 2 tahun lalu mungkin engkau merasa sedang di dzolimi, dipaksa-paksa.. cobalah sekarang tanyakan hal yang sama. Dan jawablah dengan tenang. Sekolah bagi ku i.. bukan lah perkara gelar apalagi target jabatan (bodoh sekali kalau ira berpikir sependek itu!) Sekolah, semata-mata alat membuat kita belajar menjadi manusia yang baru terus menerus, secara terprogram, terukur dan berkelanjutan. Dengan sekolah lah i.. kita bisa mengasah diri, belajar menjadi orang tua dari 5 anak-anak gadis kita itu. Sekolah, adalah alat paling sederhana untuk menjadi gerbang pada jutaan-miliaran pengetahuan baru. Memang sekolah bukanlah tujuan akhir kita, ia hanyalah langkah awal. Nah i.. itu pula yang aku ingin kau sampaikan pada anak-anak kita. Bagaimana menjadi seorang pembelajar yang teguh, tak mudah menyerah! Sekolah bukanlah semata-mata persoalan uang, persoalan biaya.. dan kita sudah membuktikan bahwa uang bukanlah faktor! uang hanya sebuah alat kecil dari semangat-visi dari perjalanan kita sebagai manusia.

Sekarang i... kita akan lebih sering dihadapkan pada situasi-keadaan yang kemarin-kemarin sering kau lihat dalam begitu banyak hipotetik model. Dalam situasi itu, pendidikanmu akan diuji, apakah sekedar selembar kertas ijazah, dan waktu-waktu yang terbuang percuma. Atau kah pembuktian terasahnya pola tindakmu oleh begitu banyak model itu. Membangun sebuah model empirik sekarang, bukanlah lagi ajang coba-coba, ajang pembuktian yang berhenti didepan persamaan dan grafik yang dihasilkan Lisrel, Eviews, Amos, SPSS dan Excel. Didepanmu ada dunia nyata dengan kompleksitas variabelnya. Ingatlah i... kecerdasanmu-kemampuanmu tidaklah akan diukur oleh berapa banyak variabel dan kompleksitas model yang kau bangun untuk menyelesaikan masalah nyata itu. Tetapi... Tetapi oleh seberapa cepat dan akurat kau triming variabel yang tak begitu penting dan tingkat kesegeraannya. Inilah waktu yang sebenarnya dan kertas kerja yang  sebenarnya pula.

i... ingatlah hal yang paling pokok: Uang Bukanlah Faktor! dan ketika kau berpaling, kau tak lebih akan berakhir layaknya istri Luth!

Catatan Akhir Tahun: untuk anak-anak Matahariku

Anak-anakku, cinta ayah...
Tahun ini rasanya.. hidup kita mulai relatif lurus-lurus saja. Ayah mulai sibuk mengajar lagi, membimbing banyak mahasiswa sampai jauh malam.. maaf. Rasanya waktu kita semakin sempit. Makin sedikit pula ayah memahami kalian dan perkembangan kalian. Dan ayah sadar, ketidak mampuan ayah memahami kalian sering diintrepretasikan dengan marah, prustasi...buruk sekali...

Tahun ini... anak-anak cintaku
Ayah ingin kemabili terlibat banyak dalam proses pertumbuhan kalian. Belajar bersama lagi, mengerjakan PR-Tugas sama-sama lagi.. Jalan-jalan lagi.. Tapi tahun ini pula, rasanya ayah makin sibuk dengan pekerjaan ayah. Walah bagaimanapun menjadi PNS belum menjadi pekerjaan yang menjanjikan tampaknya.. Jadi ayah harus juga meluangkan banyak waktu untuk mencari celah lain.. memenuhi target-target kita. Target duniawi memang.. kampungan ya? hehehe its ok lah... toh itu sudah on d' track rencana lima tahunan kita.

Anak-anak matahariku
Laporan perkembangan akademik kalian semester ini buruk sekali! betul nilainya lebih dari baik, lebih dari rata-rata kelas. Tetapi apa maknanya jika orang lain jauh lebih baik lagi??? Masa depan itu, hanya cocok bagi mereka yang berani berinvestasi serius dibidang akademik! Semester ini kalian dan ayah akan sama-sama belajar jauh lebih keras lagi, jauh lebih berusaha lagi. TIDAK PENTING MENJADI YANG TERBAIK! TAPI KITA HARUS MEMASTIKAN BAHWA KITA TELAH MEMBERIKAN USAHA TERBAIK KITA! dan ayah lihat semester ini kalian belum! Apa yang bisa kalian pelajari kalau hanya belajar sampai jam 10-11 malam? berapa halaman yang sanggup dipahami hanya dengan waktu secuil itu? Ayo! lebih keras! nilai bukan tujuan! tapi bukan pula mesti berusaha alakadarnya!

Anak-anakku...
Dalam perjalanan hidup ayah yang hampir tiba di ujung ini.. ayah tampaknya makin paham: Kita.. seberapa berimanpun, seberapa hebatnya pun akan sering berhadapan dengan begitu banyak kerikil yang akan membuat kalian "tijalikeuh" urusan sepele yang akan membuat nama baik kalian, nama baik keluarga jatuh, sejatuh-jatuhnya... ingatlah satu hal penting anakku.. berhati-hatilah, sering kali kesalahan dimulai dari perbuatan iseng-iseng belaka. Perbuatan coba-coba.. tapi akan disesali kalian seumur hidup! Dan biasanya.. keisengan ini dimulai dengan salahnya kalian memilih teman, hati-hati!

Anakku!
Tahun depan, target kita sederhana! MENGEJAR!!!

Ujung Jalan

Menatapmu berlama-lama, mencari pilihan-pilihan.

Dan, huff
Kita sampai di ujung jalan.

Lalu mati dengan menyesal
Kenapa kemarin tak hidup?

Catatan dipertengahan: Untuk anak-anak Matahariku

Nak,

Ternyata menjadi orang bergaya orang besar dengan ide-ide besar itu mudah. Mudah sekali, tinggal berbicara yang ideal-ideal. Ungkapkan pada khalayak, maka jadilah kalian mirif orang besar. Tetapi persoalannya untuk apa? Jika hanya sekedar berbusa-busa tanpa arti? Dihadapan kalian kelak, dan mungkin saat ini, orang-orang model ini banyak sekali. Tetapi kalian akan lebih sering makan hati jika berharap orang-orang bergaya orang besar itu merealisasikan ide-ide besarnya.



Nak,

Mungkin ayahmu pun seperti itu. Blagu, dengan ide-ide yang idealis, tentang mimpi-mimpi tatanan masyarakat yang adil makmur disekitar ayah. Tetapi, ketika ayah mencoba mewujudkan mimpi-mimpi besar yang mungkin hanya sekedar mimpi kecil remeh temeh didepan orang lain.. sulitnya minta ampun.. sampai memutih rambut ayah.. dan rontok disana-sini.



Nak,

Idealisme dalam sebuah system ternyata hanya akan membentur dinding-dinding kokoh. Yang sulit bergeser, seberapa kuatnyapun kalian berusaha. Ternyata, meminta system berubah itu MUSTAHIL. Tetapi, bukan berarti system itu tidak akan berubah menuju idealisme yang kita agungkan. Setelah mempelajari disana-sini, ternyata masih ada jalan! Lelengkah_halu ternyata lebih bersifat palsafah dari yang ayah kira.



Nak,

Yang ayah takutkan, ayah terlanjur melaksanakan apa yang kata orang "menyesuaikan diri" , "memperbaiki sedikit-sedikit" yang jadi masalah.. jika yang diperbaiki sedikit? maka proses menyesuaikan diri lebih sering kali berarti ada banyak kesalahan yang ayah tolerir, hanya sekedar untuk langkah pertama. Tetapi... Jika langkah ayah terhenti? maka tinggallah kesalahan yang banyak itu yang akan dikenang orang, sedang upaya memperbaiki yang baru sedikit.. hanya akan jadi bahan cemoohan.. lalu dilupakan.



Nak,

Mungkin ini pelajaran bagi kalian. Luruslah, atau tidak sama sekali. Jika batang yang kalian hendak luruskan terlalu besar, keras dan kokoh.. tinggalkan! pilih batang yang lain.. yang kalian yakin kalian mampu. Ingatlah janji ayah.. ketika batang-batang kecil berhasil kalian luruskan... batang-batang besar yang keras dan kokoh itu akan melurus dengan sendirinya. Tanpa kalian minta, batang-batang itu akan mengikuti kelurusan kalian.



Nak,

Hati-hati, niat baik tanpa ilmu sia-sia

Pesan minggu ini untuk anak-anak Matahariku: Kerja keras

Nak...

Hari belum lagi di mulai
Masih banyak yang terlelap. Menikmati setiap klik yang mungkin, menikmati setiap dengkurannya, menikmati setiap tarikan selimut yang menghangati...

Disudut dunia lain, hari ternyata sudah dimulai jauh sebelum itu. Bagi sebagian dari mereka.. hari dimulai justru kemarin, bahkan mungkin kemarin dulu.


Bagi mereka, ini bukan persoalan gaya hidup, prinsip atau apapun lah segala pandangan hidup.. yang sering kita pandang dengan berbusa-busa itu. Rasanya nak.. tak paham ayah.. bagaimana tangan yang melepuh, tulang punggung yang meremuk... dan... dingin yang menyiksa.. dalam baju yang basah berjam-jam, berhari - berminggu - berbulan ... - bertahun?


Kemarin dulu, ayah sering mengeluh nak... tentang betapa santai hidup ayah... bekerja sebagai PNS dengan jam kerja tak lebih dari 8 jam... membosankan... lalu kemarin kemudian... pekerjaan mulai bertumpuk, pesanan tulisan mulai tak tertangani, riset rasanya juga banyak yang menjadi hambar tak berkualitas. Jam kerja ayah mulai membaik... hampir 20 Jam sehari. Mulai berangkat bekerja jam 4 subuh.. dan pulang jam 11.30 malam, itu kalau tak ditambah sisa kerjaan di siang yang tak sempat selesai.






 Lalu mulailah ayah mengeluh lagi, tentang betapa lelah hari yang hampir tanpa istirahat. Padahal bukankah ini hasil dari do'a yang ayah panjatkan dulu itu? Ingin sibuk? Nak... dibandingkan apa yang mereka kerjakan.. tak secuilpun kerja ayah layak disebut kerja keras. Setelah berjam-jam berjuang itu.. inilah hasil mereka.. tumpukan sampah? Tapi mereka masih bisa tersenyum, bercanda, menikmati hari... yang ayah sudah tak lagi punya... Nak, rasanya bukan laki-laki memang.. air mata tak mampu ayah bendung melihat mereka. Nak, disela-sela kesedihan, terenyuh melihat kerja keras mereka dan ... hasilnya..... terselip rasa malu: tentang betapa tak tahu terima kasihnya kita pada Tuhan, yang begitu rajin mengabulkan hampir setiap doa malam kita. Tentang betapa tak tahu malunya kita, yang begitu rajin pula mengeluhkan betapa pemberian Tuhan yang tak juga sesuai dengan apa yang kita inginkan, yang kita butuhkan.

Anakku, terkasih.. cinta ayah
Ayah akui.. tak pandai ayah bertutur pada kalian. Membuat kalian paham pada sesuatu yang ayah sedang ingin kalian memahaminya, ternyata beribu kali lipat sulitnya dari membuat ayah sebelumnya mampu memahaminya. Dengan menulis begitu banyak catatan, ayah berharap.. jika kalian tak paham hari ini.. mungkin nanti.. ketika kalian punya waktu yang lebih luang untuk memahaminya, kalian bisa membacanya lagi. Mungkin berulang kali? Mungkin bahkan ketika ayah sudah tak ada kelak. Tak banyak yang mampu ayah wariskan pada kalian nak... maafkan ayah... karena menjadi ayah yang tak layak...


Pesan ayah nak,...
Bangkit lah.. berhenti berkeluh kesah.. mengeluh ternyata jauh lebih menguras energi kita dari pada: ketika kita kemudian mulai memutuskan dan bergerak untuk bangkit, berubah, menggenapkan diri menjadi manusia yang jauh lebih layak. Mumpung hari,... mungkin masih pagi,...


Dengan Cinta,
Untuk anak-anak Matahariku

Ayah.Dr+

Pesan mendesak untuk anak - anak matahariku

nak,...
Ayah melakukan kesalahan fatal. Gaya ayah dalam memandang harga diri ternyata bisa menjadi bumerang. Bagi kita, yang menjadikan harga diri sebagai nilai tertinggi dalam faktor pembangun nilai.. Ternyata bisa menjadi bumerang. Sering kali ayah lupa, bahwa ayah kini memiliki kalian,.. dan memiliki ratusan murid yang tanggung dalam proses belajar bersama ayah. Harapan yang di sandarkan kalian dan murid-murid pada ayah, terlalu bodoh untuk dibuang dan dipandang dengan sebelah matapun!

nak,...
Sayangnya,.. ayah laki - laki yang tak terbiasa lari jika ada yang menantang. Ayah mungkin pura - pura lupa, kita tak lagi sedang ada dijaman prabu sri badungga maharaja Siliwangi,.. dimana kelaki-lakian dihitung berdasarkan keberanian bertarung untuk saling membunuh jika perlu.

nak,...
19 tahun lalu uwa kalian, kaka ayah. Mengajari hal penting ketika suatu ketika ayah bercerita betapa kurang ajarnya preman di Bandung ketika ayah pertama kali datang. Beliau mengajari ayah:
"wan, punya cita-cita?"
"ya,.." kata ayah.
"punya harapan, kelak cita-cita itu tercapai?" kata uwa melanjutkan pertanyaan.
"tentu,.." kata ayah. "tak sedetikpun iwan ragu bahwa kelak cita-cita iwan akan tercapai"
"nah,... mereka wan,.. preman-preman itu tak punya! Jadi, kita mempertaruhkan masa depan yang kita yakin sekali akan kita raih. Sedangkan mereka tak mempertaruhkan apapun. Apa layak nyawa kita dipertaruhkan dengan sesuatu yang tak sebanding?

nah, nak,...
Itulah yang menghentak ayah barusan... kita punya masa depan. Bertaruhlah dengan layak, pilih lawan yang layak. Nyawa itu mahal,... tapi jika kelak kalian menemukan lawan yang layak itu. JANGAN MUNDUR! BUNUH SAJA!!!

Pesan ayah untuk Aulia Mega, Gadis sulungku

Nak, 18 tahun ya? 18 tahun itu waktu yang panjang untuk membuat kita saling memahami. Mega pasti tahu bagai mana ayah, gelap-terangnya,.. marah-cerianya,.. pun begitu, rasanya ayah paham hampir semua segi tentangmu nak.

Aulia mega, cinta ayah..
Perkaranya bukan soal 18 tahunmu yang telah lewat atau 18 tahunmu yang akan datang. Tetapi soal harapan yang kita obrolkan setiap hari itu ga,.. 18 tahun tapi tak punya mimpi apa-apa??? rasanya kok sia-sia ga? Rasanya sayang menjadi 18 tahun tapi tak paham apa yang mungkin terjadi 18 tahun berikutnya. Bahkan kalau perlu apa yang harus di 18 tahunmu kedepan!

Aulia mega, anakku terkasih..
Mega berbeda dengan adik-adik mega yang lain. Jika kelak ayah tak ada, engkaulah ayah bagi mereka. Tak ada waktu untuk bermanja menjadi gadis ga. Belajarlah menjadi ayah terus menerus. Biar tangguh engkau kelak. Biar paham maknanya menjadi dewasa. Dewasa?

ya nak,..
Menjadi dewasa akan membuatmu tak lagi sederhana lagi. Begitu banyak hal patut kau pertimbangkan dalam mengambil langkah apapun, sekecil apapun, sesederhana apapun dalam hidup keseharianmu. ga,.. tidak ada yang kau lakukan boleh kau lakukan tanpa alasan. Ingat ayah sering mengingatkan ini ga? kalau perlu, jika kita kentut pun,.. kita harus tahu alasannya! kenapa dan mesti kapan?

Nak,..
Menjadi dewasa itu artinya engkau harus mulai rajin bertanya. Belajarlah membangun begitu banyak pertanyaan tentang apa dan mengapa apapun yang kau lakukan. Mempertanyakan diri itu akan membuatmu makin hati-hati. Ingat kata-kata ayah dulu nak. Waktu itu sumberdaya yang paling terbatas. Kekayaan yang paling hakiki, tak bisa dibeli! Menolehpun seringkali tak perlu nak,.. waktu itu terus bergerak,.. tak ada dan jangan pernah berharap ada tayangan ulang!

Aulia mega, gadis sulungku
Jadilah engkau dirimu nak, jangan pernah menjadi ayah. Ayah buruk sekali tak patut kau contoh, tapi belajarlah dari keburukan ayah,.. jauhilah! Belajarlah terus untuk menjadi gadis sulung ayah yang terhebat!

Selamat ulang tahun ke-18 Aulia Mega Wardhani Darmawan, gadis sulungku!

Catatan Diakhir Perjalanan untuk Anak-Anak Matahariku

Aulia Mega, Anakku terkasih
Kenapa suara ayah meninggi ketika kamu tak lulus matakuliah praktikum Fisika? Maaf,.. ayah terlalu memasang target tinggi. Kamu ga,.. yang berlatar jurusan Ilmu Sosial IPS di SMA kemudian meneruskan ke jurusan Teknik di Perguruan Tinggi Negeri pula,.. membawa harapan ayah melambung terlalu tinggi. Ayah menyangka, dengan test IQ yang baik ketika test masuk bisa membuatmu mampu meraih IPK tinggi. Nak,.. IPK 3 terlalu kecil di jaman sekarang. Dimana IPK dan Nilai dari Dosen seringkali menjadi lelucon belaka bagi dosen dan mahasiswa yang serius. Ayah ingin, mega serius ditempat mega sekarang, jangan setengah-setengah! Yang lebih membuat ayah marah, kamu tak lulus hanya gara-gara dosennya malas masuk kelas lalu kehadiranmu taj cukup? Aturan dan dosen model apa itu? Semoga ayah dan ibu tak seperti itu nak :'( Yang kedua, ayah juga marah kau diam saja diusir dari kelas hanya karena teman sekelompok tak bisa jawab pertanyaan dosen. Jikapun iya harus bekerja sama, apa ukurannya? Dan hasilnya angka kehadiramu jadi makin berkurang. Nak,.. ayah tak mengajarimu untuk marah-marah dan kualat pada dosenmu. Tapi ayah juga merasa tak pernah mengajarimu jadi penakut! Nak,.. beranilah untuk bicara bahwa sesuatu itu benar, jika benar. Dan takutlah berbicara membenarkan sesuatu yang kau yakin salah. Insya Allah, saatnya kelak kau ajan paham. Beranilah nak,.. agar layak kau jadi anakku.
Lutfiatun Nisa, cinta ayah,..
Pendidikan itu proses belajar. Tak sekedar perubahan dari tidak tahu menjadi tahu. Tapi lebih dari itu, pendidikan adalah proses mu menjadi manusia yang lebih baik. Ayah lihat, kau tak juga paham. Pi,.. yang membedakan mereka yang berpendidikan dan tidak adalah pada kemampuannya menahan diri. Tahu japan harus bicara, kapan diam. Paham kapan harus bergerak, kapan diam. Tahu kapan harus bertindak lugas-tegas, kapan harus lemah-lembut. Tahu kaoan harus marah, kapan memaafkan. Nak,.. buku-bukumu harusnya membentuk upi menjadi pribadi yang makin kaya. Kaya kebijaksanaan, yang telah orang tulis lewat buku yang kau baca. Jika kau tak berubah setiap selesai selembar buku ka baca, sunggu kesia-siaan. Membacalah terus,.. dan jadilah bijaksana.
Salsabila Shafa Adzra
IQ tinggi itu bisa jadi sia-sia. Proses pemecahan masalah itu butuh waktu ca. Sepintar apapun! Maka, apakah tak lebih cepat jika kita membaca penyelesaian masalah yang telah orang tulis. Kamu tinggal membuat penyesuaian dengan tempat dan kekhasan masalahmu. Jauh lebih cepat,.. itulah gunanya membaca. Apa yang teh Mega bilang tentang kenapa kau satu-satunya diantara kita yang tak pakai kaca mata, dan tanggapan bi Opie,.. mungkin ada benarnya "bagaimana matamu bisa rusak karena membaca sambil tiduran, da cada mah membaca sambil bangun saja jarang?" Seperti sarkastik ca,.. tapi ada benarnya. Jadi,.. andai saja IQ caca yang tinggi itu digabung dengan kemampuan membaca yang baik. Alangkah akan jadi hebatnya caca kan? Membaca lah ca,.. membaca.
Chareen cantik,..
Nazwa kesayangan ayah,..
Pendidikan, sekolah,.. itu nak,.. adalah jalan masa depan. Kecantikan itu senjata nak,.. tapi,.. jamanmu nak. Perempuan itu seksi justru ketika mereka bicara, dan ketika bicara itu sanggup nyambung dengan lawan bicaranya. Perempuan cantik yang ngga nyambung lebih bikin stress dari pada perempuan ngga cantik yang ngga nyambung.

Anak-anak Matahariku, kebanggan ayah
Mulai esok yang tak lama lagi itu,.. kita ajan bersama lagi,.. bertarung menaklukan dunia. Ayah percaya kalian adalah anak yang hebat. Yang yakin betul tahu caranya menjadi perempuan terhormat. Perlakukanlah dirimu dengan hormat,.. maka orangpun ajan melakukan hal yang sama padamu.
Peluk cium ayah,.. ayah sayang,...

Menjadi Indonesia?

Saya membeli buku berjudul "Menjadi Indonesia, karya Parakitri T. Simbolon" saya membelinya bertahun-tahun lalu. Selepas debat capres putaran 5, terakhir, kemarin. Entah kenapa ingin rasanya mebaca ulang buku ini. Rasanya,.. ada yang salah. Rasanya,.. kita tak Indonesia lagi.



Berdebat itu sejatinya memang upaya mempertahankan pendapat, ide, mimpi atau apalah itu. Tetapi orang seringkali lupa menempatkan debat, berdebat itu seni. Oleh karenanya butuh kepintaran tak saja keluasan pengetahuan materi perdebatan, tetapi lebih dari itu, dibutuhkan kehalusan perasaan untuk: menentukan apakah mesti diucapkan atau tidak diucapkannya sebuah kalimat; apakah kita harus bermimik serius ataukah santai; bagaimana gerak tubuh dan seterusnya. Kehalusan budi inilah yang kemudian akan membuat orang menjadi tertarik atau tidak terhadap ide yang dipertahankan. Seringkali kita akan dihadapkan pada fakta orang tak lagi melihat isi ucapan, tapi penampilan pengungkap ide. Pernah nonton film Schindler's List karya   Steven Spielberg? Film yang diangkat dari novel Schindler's Ark karya Thomas Keneally  ini menampilkan satu adegan menarik, percakapan antara Schindler dan seorang german lain. Mereka mengomentari penampilan pertama Hitler di komunitas Nasionalis jerman (kedai bir tempat orang-orang nasionalis berorasi) waktu itu Hitler bukan siapa-siapa, hanya seorang pengunjung, tapi mendapat sambutan yang baik dari para pendengar. Yang menggelitik adalah komentarnya "Kalau mendengar Hitler bicara, rasanya seperti mendengarkan harapan besar, saya bertepuk tangan keras sekali. Dan saya lihat orang lainpun begitu. Tetapi kalau saya sampai dirumah, dan mengingat-ingat lagi ucapannya. Saya bingung, kenapa ucapannya hanya kumpulan makian dan sumpah serapah?"
Tetapi itulah inti dari berbicara di muka umum. Membuat pendengar lupa dimana posisinya lalu menggeserkannya menjadi sepaham dengan ide yang kita ungkapkan. Tak banyak orang memiliki kemampuan menarik ini. Tetapi orang juga seringkali salah melihat. Orang banyak sering menyebut orator, pembicara yang gegap gempita lah, person satu-satunya yang memiliki kemampuan ini. Orang mungkin lupa banyak tokoh yang lemah lembut tapi berhasil membuat pendengarnya terhipnotis. Beberapa waktu lampau kita mungkin ingat pernah punya tokoh model ini. Abdullah Gymnastiar, kalau beliau berbicara jarang keras-keras. Bicaranya lembut tapi siapa yang lupa bagaimana ia dielukan oleh para pendengarnya? atau mungkin kita punya tokoh yang aneh satu lagi Quraish Shihab, Tokoh satu ini kalau sedang menjelaskan Al Qur'an tidak dengan gegap gempita, tidak dengan lucu-lucuan (seperti kebanyakan da'i muda sekarang) Tapi anehnya, jarang kita melihat para pendengarnya terkantuk-kantuk kan?
Jika begitu, kita akan berhadapan dengan dua kesimpulan. Untuk menyampaikan ide itu butuh pendekatan yang sejatinya memang merupakan gaya asli yang bersangkutan - tak meniru. Setiap orator ulung paham betul intonasi yang dia butuhkan. Tak segala hal mesti diungkapkan dengan semangat berkobar, bisa juga dilakukan dengan santai dan lemah lembut. Pengetahuan yang cukup tentang pendengar dan apa yang ingin mereka dengar ini lah yang memang penting. Hal ini akan berlanjut pada pentingnya apa yang mesti diucapkan, dan untuk segmen pasar mana yang ingin kita raih. Sebagai marketer ide, kemampuan memilah segmen ini menjadi penting.
Ada dua catatan penting dari debat calon presiden putaran 5 ini dalam hubungannya dengan pengantar saya:
  1. Segmen yang ingin diraih. Kedua belah pihak tampaknya sama-sama tidak melebarkan segmen pemilihnya. Pasangan no urut 1 mas Prabowo dan Bang Hatta, masih berkutat pada upaya mempertahankan segmen pemilihnya yang mampu memahami wawasan bernegara secara makro. Oleh karenanya pasangan ini lebih banyak bicara negara secara makro. Ide-idenya bersifat pundamental, mendasar. Hal ini tentu akan mudah dipahami oleh segmen mereka selama ini, kelas menengah Indonesia. Tetapi jika dihadapkan pada "rakyat" yang dikonotasikan sebagai kelas bawah Indonesia, menyampaikan hal ini seringkali sia-sia. Apalagi jika menggunakan istilah-istilah ekonomi (baca: asing) dalam memaparkan idenya. Bagi kelas bawah indonesia ini menjadi tidak bermakna. Bertolak belakang dengan itu, mas Jokowi dan pak JK lebih menyasar ide-ide yang sederhana dan aplikatif. Bagi "wong cilik" (sebutan untuk kelas bawah Indonesia, dulu sering disebut "marhaen"), pemimpin model inilah yang mereka tunggu-tunggu. Pemimpin yang jangka pendek, yang bisa menyelesaikan masalah mereka sekarang! Dari sisi cawapresnya, bang Hatta memang birokrat-konseptual, sedangkan pak JK lebih mirip pelaku Honda-Way. Saling bertolak belakang.  Sehingga konsep pembangunan keduanya juga tentu akan berbeda. Bang Hatta akan lebih tertarik pada perencanaan-perencanaan jangka panjang, sengakan pak JK jenis birokrat yang langsung datang ke tempat masalah, berusaha menyelesaikannya lalu baru membuat kerangka konsep untuk masa depan, untuk jenis masalah yang komplementer. Kalau kita menilik upaya para pihak yang sedang bertarung dalam pilpres ini, tampak sekali kedua pihak tidak melakukan upaya keluar dari segmen mereka masing-masing. Yang ada lebih cenderung upaya untuk menjaga jangan sampai simpatisan tradisional masing-masing mereka tak berkurang. Upaya sporadis? ada juga. Tapi tampak tak efektif dan malah memancing kontroversi yang tak perlu. Konsep pundamental "revolusi mental" yang sangat ideologis ini dari mas Joko misalnya. Tampak tidak efektif mengaet segmen kaum menengah Indonesia yang terbiasa diajak berdiskusi hal-hal yang bersifat mendasar. Begitupun upaya mendekati "wong cilik" dari kubu mas Probowo, lebih sering dicibir sebagai upaya sesaat pemilu alih-alih dipandang sebagai upaya jujur mewakili mereka. Bahkan seringkali upaya ini menjadi salah kaprah dilapangan menjadi money politics. Yang paling lucu adalah upaya masing-masing pihak untuk menarik kaum santri-agama. Sampai-sampai upaya yang dipaksakan seperti memimpin shalat berjamaah, sering mengucapkan kalimat berbahasa arab, dikalungi sorban oleh kyai dst. Yang jadi pertanyaan apa itu kemudian menjadi representasi rakyat terhadap kebutuhan pemimpinnya? Jangan-jangan upaya ini malah menjadi bahan tertawaan dan yang ditakutkan adalah terpecahnya ummat. Lagi pula, sebagai muslim kelas teri, muslim yang pemahaman agamanya miskin,.. terus terang saya merasa tersinggung agama yang begitu saya hormati dijadikan mainan semata. Sejelek-jeleknya saya dalam ber-Islam,.. rasanya saya tak seberani mereka. Dari catatan ini bisa kita ambil kesimpulan kedua belah pihak gagal memperlebar segmen masing-masing. Mengecil atau membesarnya elektabilitas kedua pasangan ini akhirnya lebih dikarenakan makin banyaknya berita yang menampilkan karakter dan gaya masing-masing kandidat (termasuk para pendukungnya) di detik-detik terakhir. Data ini lah yang kemudian akan membuat perubahan, makin besar efek beritanya, makin besar efek pergerakan suaranya.
  2. Tentang ke-Indonesiaan. Saya mendengar beberapa kali kalimat "saya orang Indonesia,.. dst" Seakan mau menunjukkan "Loe bukan Indonesia!" Tetapi ada beberapa segmen yang menurut saya tampak tak Indonesia, terlalu barbar untuk ditunjukkan di muka umum. JANGAN LUPA, INI DEBAT PILPRES BUNG! BUKAN LOMBA DEBAT ANTAR SISWA SMA!  Pilihan materi pertanyaan di sesi ke 5, pilihan kata dalam menjawab, pilihan gerak tubuh masing-masing pihak. Tampak sekali ada yang kurang Indonesia! dan saya terus terang malu sebagai calon pemilih, sebagai orang Indonesia yang akan memilih! kok bisa-bisanya bangsa saya menghasilkan calon seperti ini? Bagi saya lagi-lagi, persoalan debat ini sama sekali bukan menguji ke-intelek-an masing masing kandidat. Tetapi lebih ingin menyaksikan secara langsung kelayakan mereka sebagai pribadi. Tampil dimuka umum selama 5 kali; waktu yang sempit untuk berkonsultasi dengan tim; waktu yang sempit untuk melihat point catatan dll. Akan membuat mereka menampilkan dirinya yang sejati. Tanpa polesan, dan kepribadian yang muncul itulah yang akan mengatur-memimpin kita selama 5 tahun kedepan. 5 tahun lho! 5 tahun! Jika selama ini masing-masing pihak cenderung genit dan kemayu untuk mengadu "kampanye hitam", pada setiap sesi ke 5 ini lah akan tampak kepribadian masing-masing mereka. Rasanya tak cukup adail bagi saya untuk mengungkapkan secara detil sesuatu yang saudara sebangsa lihat sendiri juga (lagi pula ini sudah masuk masa tenang, setiap orang Indonesia wajib menjaga itu :) ) Tetapi saya yakin saudara semua juga bisa melihat kepribadian masing-masing kandidat tadi malam.
Diluar konteks komentar saya diatas, ada hal yang saya pelajari betul, "persiapan besar kita, seringkali gagal karena lupa memperhatikan persiapan kecil yang remeh temeh"
Akhirnya, bagi saudara sebangsa, Se-Indonesia. Selamat memilih, pilihlah pemimpin yang betul-betul anda butuhkan 5 tahun kedepan, jangan sampai menyesal, membuang waktu yang tak mungkin kembali. Ingat resiko kegagalan anda memilih bukan anda saja yang menanggung. Tapi anak-cucu-dan keturunan kita kelak, Bangsa Indonesia dimasa depan itu!

Merdeka!
Abah.Dr+

Pesan ku untuk mu Salsabilaku

Salsabila, anakku terkasih
Maafkan ayah, yang telah merekam ingatan buruk tentang ayah yang pemarah dikepalamu. Maaf ayah nak. Ayah sadar betul, betapa kalian telah dibesarkan oleh ayah yang tertekan, over reactiv, hampir berkepribadian ganda (meminjam pilihan kata ibumu). Maafkan ayah yang seringkali bingung memilih peran dan karakter yang cocok untuk ditampilkan dihadapan kalian anak-anak matahariku. Terus terang, ayah melakukannya karena ayah penakut. Ayah takut kalian gagal. Dan seperti apa yang telah ayah janjikan kepada kalian,.. ayah akan lakukan apapun,.. apapun untuk membuat hal itu tidak terjadi. Walau kadang "apapun" itu tak saja kalian mudah pahami, bahkan ayah sekalipun seringkali berpikir ulang. Salahkah langkah yang ayah kalian ini ambil? Seperti apa yang telah ayah pesan pada kalian nak, ingatkan ayah bila ayah lupa atau bersalah ya sayang...
Salsabila, cinta ayah
Mulai hari ini, berganti seragammu. Tak lagi merah putih? menjadi biru putih? pesan ayah nak:
inilah hari, kau akan memandang dunia yang lebih luas. Mungkin dunia yang lebih sulit kau pahami dibandingkan memahami ayah yang sering tak kau pahami itu. Dunia yang tak berbelas kasih, penuh tipu daya. Dunia yang hanya paham tujuannya masing-masing (mungkin ayah seperti ayah itu banyak? ). Didunia yang akan kau lewati itu nak, akan banyak orang yang kau temui sedang tersenyum, padahal hatinya sedang memakimu. Didunia yang akan kau lewayi itu nak, akan banyak orang yang kau temui menawarkan kesenangan, padahal mereka sedang menjebakmu. Dunia yang palsu!
inilah hari, kau akan memandang dunia yang lebih luas. Dunia yang penuh dengan orang-orang baik, yang ketika ditanya: kenapa kau lakukan kebaikan itu? mereka akan menjawab: entah lah, hanya ingin saja??? Disudut-sudut tertentu dunia ini akan kau temui orang yang tak paham kenapa mereka harus jadi orang baik. Hanya karena mereka tak paham kenapa harus jadi orang jahat!
inilah hari, kau akan melihat dunia yang saling bertolak belakang itu nak. Itulah sebabnya ayah telah mempersiapkan mu untuk selalu bertanya, kenapa atas segala hal! segala hal yang harus dan tak harus kau lakukan, untuk mempertanyakan berulang-ulang pantaskah atau tidak atas ucapan, tindakan bahkan pikiran yang bahkan baru mau akan kau pikirkan! cek lagi - cek lagi! pastikan kita paham kenapa kita harus atau tak harus melakukan sesuatu!
Salsabila, harapan ayah
Kita, hanyalah keluarga kecil tak berarti. Yang hanya mengandalkan impian untuk bertahan sampai esok yang entah esok mana itu! Kita belum punya apapun untuk membuat kita kokoh, kalaupun kita masih bertahan hidup? mungkin lebih karena hanya belum mati saja,.. cita-cita, mimpi yang begitu sombong kita targetkan seringkali, bahkan tak pernah meleset kan? ayah berharap kita lah tupai yang tak pandai terpeleset itu! Percayalah pada ayah, kita baru dipunggung kaki bukit. Jauh,.. masih jauh,.. tapi tanpa kerja keras,.. rencana itu memang hanya akan jadi mimpi! Bangun ca! Bangun! Jangan biarkan orang lain tertawa karena kegagalanmu! buat mereka tertawa karena keberhasilanmu.
Salsabila,..
Sekolah Menengah, baru lah langkah pertama ke jalan dewasamu. Berjalanlah terus, buat ayah bangga ya nak!
karena dalam mengintipmu disela waktu, ayah telah bangga tanpa kau tahu! teruslah buat ayah bangga, agar bangga kau jadi anak ayah!

Ayah.Dr-

Mencarimu:

Dalam berapa siang ini kusempatkan lagi mencarimu. Disudut-sudut waktu. Disela-sela jemari. Berharap mungkin sekali ini kau terselip disalah satunya. Hari jelas belum begitu sore, jadi tak mungkin keberadaanmu sulit terpasti. Tapi, entah kenapa, kali ini tak juga kutemui kau disemua titik yang paling mungkin.
Dalam berapa siang ini kusempatkan lagi mencarimu. Entah kenapa kau menjadi lebih penting dari apapun itu. Jangankan sekedar makanan atau mungkin minuman yang biasa kau reguk juga. Udara, mungkin kalah penting kali ini.
Pikiranku penuh sesak dengan mereka, kita dan entah bertumpuk dalam berbagai kata ganti yang pernah ku kenal. Berdesakkan berusaha masuk dalam sel otakku. Berkecamuk. Saling berperang berebut pengaruh. Memukul, saling tendang, mencekik dan apapun itu untuk menguasai jiwaku. Mengambil alih tubuh rentaku, mengaku-aku, menjadikanku mereka. Mewakili tak saja jasad, tapi ruh!
Tubuhku limbung dengan berjuta bisikkan ditelingaku. Menyuruhku melakukan ini dan itu. Mengatur langkah kakiku kearah yang tak pernah kupaham betul. Berkali aku menghirup udara, padahal dadaku penuh! Entah dimana lagi udara mesti kutaruh. Paru-paru semakin kembung, memanas, mengembang, menunggu meledak tak mampu lagi menampung udara yang terus dilesakkan.
Rasanya gila,..
Mencarimu, akhirnya,..
Sulitnya minta ampun,..
Padahal, untuk menjadi gila, rasanya agak takut. Apakah aku mampu? Itupun kalau gila memang mesti jadi pilihan. Padahal, yang ku tahu. Dalam berapa hari ini, aku tak lagi merasa punya pilihan. Terkadang terbersit, kalaupun ada pilihan,.. apakah aku sanggup memilih.
Dahulu, aku percaya betul. Taklah ada yang layak kupercaya. Bahkan diriku sendiri. Kalau lah ya ia layak ku percaya: kenapa ia biarkan aku jatuh makin jauh?
Untunglah, aku masih cukup beriman. Untuk tak menjadi gila, atau bahkan konyol bunuh diri. Untunglah, aku cukup malu untuk menjadi orang gila. Dan, aku cukup takut untuk memilih bunuh diri.
Biarlah, setidaknya,.. ditempatku kini,.. aku menjadi manusia yang merdeka. Bebas untuk membiarkan pikiranku mengangkasa jauh. Tak sekedar merasuk langit. Tapi merambah jauh kedalam hati mu, hati engkau. ( itupun jika kau masih punya hati )


Cisarua. Januari, 2015. Dalam kamarku yang damai, menghirup udara paling menenangkan yang pernah aku tahu.

Catatan seorang muslim kelas teri: Islam yang hiruk pikuk

Dulu, duluuuu sekali. Kita kebanyakan menganggap diktator Sadam Husen patut dijatuhkan. Saya ingat waktu itu masih SMP, kepala sekolah masuk ke kelas karena guru yang berkewajiban masuk berhalangan. Masih terngiang waktu itu pertanyaan beliau bapak Iik Koswara Suwandana Putra BA: siapa yang mendukung Sadam Husein? (saya ingat yang unjuk jari hanya saya dan Lina Marlina) terus pertanyaan berikutnya siapa yang mendukung Amerika? hampir semua orang unjuk jari. Waktu itu, smp, terkenang sang kepala kemudian bertanya kenapa Darmawan mendukung Sadam? bukankah Sadam seorang diktator? (ini pertanyaan ditujukan pada kami yang masih kelas 2 SMP waktu itu) saya ingat betul jawaban saya: Pada awal perang Iran-Irak, perang sebenarnya persoalan siapa yang didukung Uni-soviet dan yang di dukung USA. Semua melulu persoalan Komunis lawan Kapitalis. Jadi bukan persoalan siapa yang diktator. Bagi saya penyerbuan Irak atas Quwait bukan persoalan itu, dalam beberapa sisi.. saya percaya bahwa Quwait memang bekas provinsi Irak yang dilepaskan Inggris. Jadi wajar saja jika Irak ingin mempersatukan negaranya kembali. Kepala sekolah saya itu kemudian meneruskan pertanyaan, bagaimana jika Irak sampai menyerbu Arab Saudi? tak sopannya saya waktu itu, menjawab, bukankah dasar argumen pertamanya soal diktator? bukankah Irak sebuah republik dan Arab Saudi kerajaan? Pertanyaan itu menjadi tak relevan??? Kalau persoalan Ka'bah berada dibawah kekuasaan Arab Saudi itu persoalan yang lain kan?
Kemarin - kemarin saya ingat beberapa ulama "kita" menyesalkan Sadam jatuh di Irak. Hal ini membuat pemerintahan Sadam yang sunni jatuh ketangan pemerintahan baru yang syiah. Wah??? kemarin - kemarin juga saya terkenang kita ribut-ribut persoalan Syria yang syiah. Ingat betul saya dengan beberapa postingan teman-teman dan komentarnya mengenai hal ini. Hampir semua senada menyerukan Jihad, melawan rejim  Assad. Kemarin - kemarin kita sibuk memaki-maki Iran dengan syiah nya.
Hari hari ini kita sibuk memaki-maki ISIS. Organisasi bersenjata terstruktur yang melaksanakan sumpah serapah kita menyerebu Assad-Syria dan rejim demokrasi syiah-Irak/Iran. Saya terus terang kembali mengukur diri sebagi Islam kelas teri ( https://www.facebook.com/notes/10151833782370871/  ). Terbingung-bingung memposisikan diri. Hendak memaki siapa lagi kini? atau maki sana maki sini saja? biar mirip orang gila?
Kita tampaknya  tak juga belajar menjadi paham. Bahwa kita terlalu larut dalam hiruk pikuk. Yang sayangnya, lagi-lagi.. kitakah keladai itu???
وعَنْ أبي هُريْرةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أنَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم قَالَ : لَا يُلْدَغُ المُؤْمِنُ مِنْ جُحْرٍ مَرَّتَيْنِ

Jika Muhammad rasulullah mengatakan hal itu benar adanya (al-Bukhari, hadis no. 5668; Muslim, hadis no. 5317) jangan jangan kita bahkan bukan seorang muslim? Kita lagi-lagi lupa pada sejarah, andai saja kita membaca dengan baik De Acehers karya Dr. Christiaan Snouck Hurgronje. Yang berisi catatan lengkap mengenai siasat apa yang paling tepat menghancurkan Atceh yang muslim taat itu? Kita lagi-lagi lupa pada sejarah,  bahwa satu-satunya cara menghancurkan Islam adalah dengan memanfaatkan persoalan khilafiyah benturkan-benturkan! karena kita picik!
Lucunya lagi, kita seringkali lupa terhadap sumpah serapah kita sendiri. Hari ini apa, hari esok apa. Persis seperti apa yang diharapkan orang, lemahnya Islam. Terkadang ketidak konsistenan kita sering kali juga melulu persoalan takut, karena lepas dari budaya pop. Tidak trendi, karena tak sepaham dengan tren orang banyak. Apapun itu! Kita mungkin harus mulai belajar menulis, menuliskan apa yang kita ucapkan hari ini. Agar kita ingat betul kenapa kita bersikap, dan jika sikap itu berubah: kita tahu persis mengapa?
Hmm. mungkin kitalah Islam yang hiruk pikuk itu. Yang saya takutkan adalah catatan lama saya menjadi kenyataan:
"Kita mungkin sepatutnya pula menjadi harus makin berhati-hati untuk tidak menjadi kepentingan politik dan ekonomi siapapun yang akan melemahkan persaudaraan kita sesama muslim. Mungkin saya harus jujur untuk mengatakan untuk mencap diri Suni rasanya saya tak begitu paham apa indikator kelayakan yang akan dikenakan kepada saya, pun  apalagi begitu jika saya mengaku Syiah. Saya hanyalah seorang muslim yang takut, betapa kemudian melihat saudaranya diambang perang besar, saling bunuh, dan dengan gagah sama-sama bertakbir  الله أكبر ketika membunuh. Yang paling membuat saya takut adalah ketika saya kemudian akan menyaksikan ada yang akan tertawa dan betepuk tangan... melihat kita saling membunuh, padahal ucapan pertama yang dilantunkan ketika berangkat Jihad itu adalah بسم الله الرحمن الرحيم
Ya, Allah.. jika tiba saatnya perang besar ini datang... tentu yang berangkat berperang adalah orang-orang yang paling shalih diantara kami. Dan jika mereka kemudian Syahid... tinggallah kami yang tak berpengetahuan ini?"

Darmawan Soegandar

Jihad!

Dosa bertumpuk
berjejal hutang tak mungkin terbayar

Dor!
hutangpun lunas?

Kalau begitu
baiklah

Kemana aku mesti bersegera?

atau

Mesti kutelan saja?
menjadi banci berselimut sembunyi?

atau

Ssssttt...
Dor!
tak ada yang tahu?

menjadi pengecut?
ataukah benar strategi?

kenapa mesti malu?
ataukah benar kita tak yakin?

atau?

Hakikat Pendidikan: Menjadi Hati-hati

Anak-anakku matahariku terkasih
Hari ini kalian menjadi bagian dari lingkungan pendidikan tertentu dijenjang sekolah kalian. Mega di STT Tekstil, Upi sama Caca di SMPN 3 Bandung, Chareen di SDN Leuwibandung I, Nazwa di PAUD Aster I dst. Maka ketika itu pula lah kalian sedang menjadi bagian dari sesuatu. Kalian tak lagi menjadi pribadi, kalian telah menjadi anggota komunitas, kalian telah menjadi bagian yang tak bisa lagi dipisahkan dari komunitas itu.
Anak-anak matahariku, cinta Ayah,..
Ketika Teh Mega melakukan kesalahan yang tak perlu,.. orang akan bertanya: mahasiswi dimana teh mega? kok gitu yang sekolah disitu? padahal mungkin kesalahan yang diperbuat teh mega tidak ada hubungannya dengan bidang keahlian yang sedang dipelajarinya disitu?! Misalnya teh mega kebut-kebutan dijalan, kemudian menabrak orang,.. apa kah di jurusan Manajemen Teknik dan Industri Garmen mempelajari cara mengendari motor? rasanya tidak ada ah? walau ayah dulu kuliah di jurusan teknik tekstil di STT Tekstil,.. perasaan tidak ada mata kuliah bahasan itu??? Orang tidak perduli teh,.. orang hanya tahu bahwa teteh orang berpendidikan, atau setidaknya dalam proses menjadi orang yang berpendidikan (bandingkan dengan teman teteh yang tidak meneruskan kuliah?)
Ketika teh Upi atau Caca melakukan kesalahan,.. Jangan salah,.. bisa-bisa seluruh sivitas SMPN 3 Bandung menjadi malu. Bahkan Ibu, bi Opie, om Iki,.. semua keluarga kita yang alumni SMPN 3 Bandung akan ikut malu. Dan mungkin jangan-jangan akan ada orang yang bertanya: dulu SDnya dimana teh Upi sama teh Caca? Bayangkan Pi,.. Ca,.. berapa ribu orang siswa dan almuni tidak saja dari SMPN 3 Bandung, tapi juga SDN Leuwibandung II akan kena getahnya?
Ketika ibu melakukan kesalahan, sekecil apapun itu. Ada banyak orang yang akan malu jika itu terjadi. Semua sekolah tempat ibu pernah belajar akan terkena imbasnya. Mulai dari SDN Dayeuhkolot II, SMPN 3 Bandung, SMAN 4 Bandung, Jurusan Pendidikan Matematika IKIP Bandung, Jurusan Manajemen Sumber Daya Aparatur STIA-LAN Bandung,.. semua akan malu atas kesalahan yang ibu buat. Mereka yang masih sekolah disitu, mereka yang alumni sekolah disitu dst,.. bahkan mereka yang akan sekolah disitupun akan terkena dampaknya. Malu,...
Bayangkan nak,..
Apa jadinya jika ayah melakukan kesalahan? berapa ribu murid, mahasiswa ayah yang tak tahu apa-apa akan ikut menanggung malu? Berapa juta siswa, mahasiswa dan alumni sekolah-sekolah dan universitas tempat ayah pernah sekolah akan kebawa-bawa atas kesalahan ayah?
Sungguh nak,..
Sebagai bagian dari lingkungan pendidikan, kita dibebani oleh stigma orang terdidik. Pendidikan yang kita emban tidak saja memberikan ilmu pengetahuan tetapi juga nama baik. Betul nak,.. nama baik,.. nama baik tak saja kita sebagai pribadi. Tapi juga nama baik lembaga-lembaga pendidikan tempat kita sedang dan pernah sekolah. Nama baik yang harus kita jaga, karena menyangkut juga nama baik dan masa depan dari begitu banyak orang.
...
Tetapi,..
Bukan berarti pula kalian jadi takut melangkah nak,.. bergeraklah sebebas-bebasnya. Berusaha sekeras-kerasnya mencapai apa yang kalian targetkan. Kekalahan itu takdir, tetapi tak berusaha menang itu musibah! Jangan jadi penakut! jadilah pemberani yang ayah banggakan! jadilah anak ayah! tapi hati-hatilah dalam melangkah,.. karena kalian gagal dalam upaya menjadi orang yang berpendidikan ketika kalian gagal memahami makna berhati-hati.

Peluk cium dan do'a ayah...
-Ayah-