Kamis, 11 Juli 2013

Kapan Kita Menyerah?

Sekitar tahun 2000-an saya terlibat dalam percakapan menarik dengan seorang pedagang chinese di Dayeuhkolot. Kebetulan waktu itu masih memiliki warung kecil yang melayani kebutuhan anak-anak SD didekat rumah, dan pedagang itu adalah grosir yang biasa memenuhi kebutuhan stok barang di warung. Kita agak akrab, karena anak-anaknya biasa les matematika ke istri saya dan les komputer ke saya.
Dalam sebuah percakapan saya baru tahu bahwa si 'nci ini ternyata awalnya membuka toko tidak di tempat yang sekarang. Tetapi didepan kantor Batalion Zeni Tempur Dayeuhkolot. Iseng saya bertanya: "kenapa pindah? kalau di tempat ini kan tanah milik PJKA? yang sewaktu-waktu bisa di usir? kan sayang pelanggan sudah banyak?"
Sebagai informasi, tokonya si 'nci ini memang banyak pelanggannya. Bahkan mungkin setengah dari pedagang pasar Dayeuhkolot dan Baleendah membeli stok barangnya dari dia. Kebayang kan? 'nci biasa menabung ke bank dengan cara petugas banknya yang datang ke toko mengambil uang. Jangan bayangin uang cuma segepok-dua gepok lho hehehe. 'nci biasa nabung sekitar 4-5 dus mie. Isinya jelas uang bukan mie ^_^ Jumlahnya ya hitung sendiri lah kira-kira dalam pecahan 50-100 ribuan.
Kembali ke cerita awal. keluarga 'nci dan 'ngko ini pindah ternyata karena di toko yang lama itu tidak maju-maju usahanya. Padahal apanya yang kurang? tempat strategis dipinggir jalan utama Dayeuhkolot, bangunan juga representatif. Jauh dengan toko yang sekarang yang tanahnya milik PJKA, di dalam gang lagi??? Saya masih inget ucapan 'nci 10 tahun lalu itu: A' Iwan.. kalau kita usaha itu jangan suka maksa-maksain diri. Kita harur mampu mengukur, kalau tidak maju-maju juga mah berarti tempatnya bermasalah. Coba cari tempat yang lain, jangan gampang menyerah.
Nah kalimat ini awalnya dipandang kontradiktif bagi saya waktu itu. Katanya jangan mudah menyerah, tapi sarannya juga kalau tidak maju-maju di suatu tempat, ya.. pindah!
Akhir-akhir ini saya mulai memahami esensinya. Saya ingat sebuah lagu yang penuh semangat dari izatul Islam judulnya "kembali" point penting dalam hubungannya dengan tema kita ini adalah "kami akan kembali!" jadi walaupun lari atau mundur, hanyalah sekedar memutar-mengatur barisan-memperkuat-lalu kembali menyerang. Dalam konteks cerita 'nci ini dia tidak sedang menyerah ketika memindahkan tokonya, dia sedang memutar-mengatur barisan, mencari celah benteng pertahanan keberhasilan.
Mungkin kita juga harus mulai berpikir dengan jernih, bahwa keluar atau pindah dari suatu lingkungan bukanlah tanda menyerahnya kita. Kita sedang "berguru pada air" yang berusaha mencari celah, bagaimana caranya agar bisa sampai ketempat yang lebih rendah. Dalam konteks kita, tampaknya kita harus lebih arif memutuskan kapan kita bertahan, maju terus, atau memutar mencari jalan yang lebih baik. Yang penting adalah tujuan tercapai!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar