Rabu, 31 Juli 2013

Membangun Madrasah

Iseng-iseng baca data penelitian my lovely Irra Yusnita Darmawan, Tampaknya dari indikasi Fungsi-fungsi kepala madrasah yang harus diasah lebih baik adalah rasa memiliki kepala madrasah terhadap madrasah yang dipimpinnya. Alangkah sayangnya, setelah susah payah berkarir untuk mencapai posisi kepala madrasah lalu mimpinya terhenti?
Bukti paling sederhana tampaknya adalah tingkat kehadiran kepala madrasah dan kualitas kehadirannya. Dari ribuan madrasah se Indonesia, mayoritas kepala madrasah tidak memenuhi jam mengajar 6 jam. Implikasinya adalah ketidakmampuan kepala madrasah dalam melakukan supervisi akademik terhadap para guru yang harus dikelolanya.
Berikutnya adalah jika seorang kepala madrasah tidak memenuhi hari kerja 5-6 hari kerja, tentu pengambilan keputusan akan seringkali terhambat kecepatannya. Barulah setelah kita memperbaiki kuantitas dan kualitas kehadiran kepala madrasah kita bisa memperbaiki kinerja kepala madrasah. Pertanyaan sederhananya adalah Kinerja apa yang mau diukur jika hadir untuk bekerja saja tidak dipenuhi? bukankah kinerja adalah ukuran kerja?
Tampaknya, yang lalai dipahami oleh para kepala madrasah ini adalah: Kepala madrasah itu adalah GURU DENGAN TUGAS TAMBAHAN KEPALA MADRASAH. JADI TUGAS UTAMANYA ADALAH GURU! Kebanggan menjadi kepala madrasah mungkin telah menggerus terlalu besar kebanggannya-passionnya menjadi seorang guru. Itulah sebabnya mungkin kita masih agak kesulitan menemukan seorang guru dengan tugas tambahan kepala madrasah, kembali menjadi guru biasa tanpa embel-embel tugas tambahan kepala madrasah. Banyak orang mungkin yang menganggap proses mutasi ini sebagai aib, bukan sebagai rotasi, penyegaran dan regenerasi yang lumrah.
Hmm.. Sayang sekali kita akan masih sulit menemukan seorang kepala madrasah dengan visi dan misi yang jelas serta program yang terukur. Sayang sekali kita akhirnya akan sering menemukan seorang siswa madrasah yang galau karena ketakjelasan arah pendidikannya. "Menjadi seorang saintis muda berbakat tak sampai, menjadi kader mubalig muda pun tak mampu". Kita... Madrasah... mungkin telah kehilangan jati diri, tak memahami tugas pokok dan fungsinya... sehingga kita kehilangan arah. Kita sepatutnya mulai berpikir keras, merebut kembali arah yang kita banggakan dulu. Takkah kita lihat di bidang agama kita seringkali kalah oleh SDIT, SMPIT, SMA plus-terpadu-dst (jujurlah pada indikasi jumlah pendaftar dan jumlah dana yang bersedia dikeluarkan para calon orang tua siswa). Dibidang Sainstek kita selalu beralasan tak ada sumber daya yang cukup... Kenapa kita tidak membangun madrasah kita dengan jati diri kita yang dulu saja? Dan menjadi pemenang dalam kekhasan itu?
Kita... Madrasah... mungkin sepatutnya memang harus mulai berpikir lebih keras lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar