My new books, anak-anak bertanya: "ayah...
untuk apa sebenarnya ayah membaca begitu banyak buku? dan kelihatannya
kok tidak ada kategorisasinya?"
Hmm... anakku, tau kah kalian dalam sejarah peradaban manusia begitu banyak peristiwa pembakaran
buku? Sejak jaman Qin Shi Huang tahun 213 SM, Perpustakaan Bagdad oleh
bangsa Mongol, peristiwa Sauberung oleh Nazi... sampai buku-bukunya
Pramoedya Ananta di Indonesia? Kenapa mereka membakar buku nak? Karena
mereka takut pada kekuatannya?
Ayah mungkin tak akan memiliki
kekuatan seperti John Smith No 4! Mungkin bukan jenis manusia super
seperti itu. Dan mungkin ayah belum menemukan cara mengembangkan
kekuatan super itu, mungkin belum waktunya, mungkin ia sedang tumbuh dan
ayah sedang membuatnya berkembang tanpa ayah sadari.
Tapi yakin lah
nak... yakin lah anak-anakku, masa depan itu hanya bisa kita pahami
setelah membaca pengalaman orang lain dimasa lalu yang mereka tulis
dalam beragam buku, yang mungkin kau tak tahu buku yang mana. Oleh
karena itu, membacalah sebanyak-banyaknya, dan buatlah dirimu bersiap...
untuk masa depan yang kadang kau tak pernah tau datangnya itu.
Bersiaplah... membacalah!
Minggu, 19 Mei 2013
Minggu, 12 Mei 2013
Ekonomika Idul Qurban
Berkurban merumakan ibadah yang sudah jelas hukum acaranya..
sepertinya semua orang tahu.. tapi coba kita berhitung dengan pendekatan
materialistik.
Harga pasar daging embe adalah Rp. 40 ribu sekilo pada harga normal, sedangkan harga embe spesial kurban dengan berat 15 kg (tulang + daging) sekitar Rp. 1,6 juta jadi harga daging embe spesial kurban Rp. 177.777 lebih 78 sen per kg. dengan perhitungan berat bersih daging embe sekitar 9an kg. itu kalau kualitas embenya bagus!
Berarti terdapat selisih Rp. 137.777 + 78 sen. wah besar ya..? slama ini orang akan berdalih bahwa berkurban tidak boleh menghitung untung rugi. bener juga sih, karena kita dilarang memperhitunkan untung rugi dalam beribadah. tapi sepertinya maksud Allah bukan gitu deh. yang Ia maksud adalah jangan menghitung berapa untung yang kita dapat dari beribadah dan berapa kerugian yang kita terima! tapi apakah kita boleh melakukan perhitungan pada sisi lain? seperti ilustrasi harga di atas?
ini sih cuma sekedar ide.. coba kita perhatikan dalam setiap hadist dan ayat AlQuran yang kita kenal soal berkurban.. apasih tujuan berkurban? berbagi kan?
Jadi kenapa tidak kita akalin aj tuh tukang embe? taro lah embe kualitas super itu harganya rata-rata untuk ukuran bandung Rp. 2,5 jt dengan berat daging bersih sekitar 15kg.. wah.. mahal amat? padahal harga dasarnya Rp. 40 ribu? apalagi hari-hari tasrik gini.. harganya bisa jatuh tuh harga embe haha
jadi kita akalin tuh
ok sekarang kita bicara hukum agama dalam melaksanakan metode " Ekonomika Idul Kurban"
Harga pasar daging embe adalah Rp. 40 ribu sekilo pada harga normal, sedangkan harga embe spesial kurban dengan berat 15 kg (tulang + daging) sekitar Rp. 1,6 juta jadi harga daging embe spesial kurban Rp. 177.777 lebih 78 sen per kg. dengan perhitungan berat bersih daging embe sekitar 9an kg. itu kalau kualitas embenya bagus!
Berarti terdapat selisih Rp. 137.777 + 78 sen. wah besar ya..? slama ini orang akan berdalih bahwa berkurban tidak boleh menghitung untung rugi. bener juga sih, karena kita dilarang memperhitunkan untung rugi dalam beribadah. tapi sepertinya maksud Allah bukan gitu deh. yang Ia maksud adalah jangan menghitung berapa untung yang kita dapat dari beribadah dan berapa kerugian yang kita terima! tapi apakah kita boleh melakukan perhitungan pada sisi lain? seperti ilustrasi harga di atas?
ini sih cuma sekedar ide.. coba kita perhatikan dalam setiap hadist dan ayat AlQuran yang kita kenal soal berkurban.. apasih tujuan berkurban? berbagi kan?
Jadi kenapa tidak kita akalin aj tuh tukang embe? taro lah embe kualitas super itu harganya rata-rata untuk ukuran bandung Rp. 2,5 jt dengan berat daging bersih sekitar 15kg.. wah.. mahal amat? padahal harga dasarnya Rp. 40 ribu? apalagi hari-hari tasrik gini.. harganya bisa jatuh tuh harga embe haha
jadi kita akalin tuh
- Kita beli embe sehat dengan kualitas normal dengan harga Rp.1,6 juta. itu dapet embe yang cakep lah.. dengan asumsi dapet 15 kg tulang+daging
- Kita beli daging embe di carefour sebannyak 20kg daging seharga Rp. 800 ribu kemudian beli jeroan 10kg seharga Rp.150 ribu
ok sekarang kita bicara hukum agama dalam melaksanakan metode " Ekonomika Idul Kurban"
- Apakah hukum berkurban yang saya sekeluarga telah terpenuhi? sudah kan? haha
- Apakah jika saya bersedekah pada hari raya Kurban di larang? tidak kan?
- Apakah keutamaan berkurban dan bersedekah bisa diperbandingkan? jujur saja..ngga tau kan?, karena kita bukan Tuhan.. ya terserah nanti Tuhan yang nentuin..
- Tapi pertanyaan pokoknya adalah: apakah tujuan utama berbagi kebahagiaan di hari raya kurban dengan metode saya berdampak lebih luas? dan tanpa melanggar syariat? jujur saja kita mesti jawab bahwa tanpa melanggar syariat, metode saya bisa lebih dirasakan banyak orang..
Kematian Mu
Demi malaikat-malaikat yang mencabut nyawa dengan keras
apakah tak bisa kau datang padaku dengan lemah lembut (QS An-Nazi'at [79]: 1-2)
dan berikan aku kabar gembira tentang waktuku (QS Fushshilat (41): 30)
Demi malaikat-malaikat yang mencabut nyawa dengan keras
jangan lah kau datang menakutiku (QS Al-An'am [6]: 93)
apalagi kau datang menyiksaku (QS Al-Anfal [8]: 50)
hus
hus
pergi kalian!
ini belum lagi masaku! (QS Ali 'Imran [3]: 183)
يا الملائكة أن رفع الروح مع لطيف
aku hanya ingin tidur
dan bangun lagi (QS Surat Al-Zumar (39): 42)
Aku tak minta abadi
tapi tunggulah barang sekejap (QS Al-Anbiya' [21]: 34)
يا الملائكة أن رفع الروح مع لطيف
kalaulah tiba masaku
ya sudah..
datang saja..
refleksi: Makna Kehormatan
apa itu kehormatan?
orang akan menjelaskan dari berbagai dimensi, ketika di tanya pada pertanyaan yang sama. semua dengan dasar argumen yang berbeda. dengan asumsi dan basic pengetahuan yang berbeda. orang akan menjawab dengan tingkat objektifitas dan subjektifitas yang kita akan terkaget-kaget sendiri. karena pada waktu orang ditanya sesuatu yang menyangkut palsapah hidup, maka relatif yang pertama kali orang lakukan adalah "menduri landak" mempersiapkan setiap duri yang ada dalam tubuh kita, membentengi diri, mempertahankan eksistensi setiap pribadi. dan hal itu tentu lumrah adanya.
kita memang terlahir untuk di hantam keadaan, keadaan yang kita ciptakan sendiri atau keadaan yang diciptakan orang lain.
kenapa ada keadaan yang kita ciptakan sendiri?
relatif dari kita tentu punya keinginan, sebagai basic dari keadaan manusia hidup. karena ketika kita berhenti berkeinginan maka hakikatnya kita telah mati. dalam proses pemenuhunan keinginan itu, kita sebagai manusia berakal akan berstrategi, mempersiapkan rencana terbaik, kemudian melaksanakannya dengan segenap kemampuan. dari rangkaian pemenuhan itu, kita akan berhadapan dengan kenyataan bahwa; semakin besar keinginan kita maka makin besar pula hantaman yang akan kita dapat. janganlah kemudian kita bermimpi; angin datang sepoi-sepoi ketika kita mengarungi samudra mencapai pantai harapan. jangan pernah bermimpi sebodoh itu! jadi ketika kita berhadapan dengan ombak setinggi angkasa, petir yang membutakan, hujan batu dalam setiap senti.. jangan mengeluh! banggalah kita seharusnya! karena sebentar lagi badai akan berakhir, dan lihatlah di depan itu.. langit indah dengan cerahnya! tetapi alangkah bodohnya kita jika kita melihat jauh di kaki bukit orang bahagia dengan tenangnya.. tak satupun badai menghampirinya tak satupun petir memekakkan telinganya.. bodohlah kita kalau berpikir seperti itu.. tentu saja begitu karena kita sebentar lagi mencapai puncak gunung.. dan mereka... jauhhh di kaki gunung sana!
pernah ada cerita bodoh sampai ke telingaku: di suatu masa.. di negeri antah berantah. ada seorang yang tiap hari memancing ikan, jalan-jalan tidak tentu arah.. ketika dia ditanya orang "kok bisa hidupnya santai-santai begitu, ayo dong kerja keras seperti yang lain?" orang itu menjawab dengan tenang "apa itu hakikat bekerja keras?" yang bertanya menjelaskan "bekerja untuk hari esok agar kita bisa menikmati
hari tua.. bersantai.." kemudian orang yang di tanya pun membalas "kalau saya bisa menikmati kesantaian itu hari ini.. kenapa saya harus menunggu esok.. jauuuuh di masa tua yang belum tentu saya alami.. karena mungkin saja saya mati besok?" haha kita tentu mahpum dengan cara berpikir model begini.. dan hanya setiap kita yang layak mencapai puncak lah yang dengan santai bisa menjawab pertanyaan seperti ini!
keadaan yang di ciptakan orang lain?
kenapa ada? jawabannya sangat sederhana.. mereka yang jauuuuuh di kaki gunung itu, kaget. terperangah.. begitu sadar betapa dekatnya kita dengan puncak gunung. sementara dia ada jauh di belakang kita! dia berpikir keras.. apa yang bisa dia lakukan..? berlari sekuat-kuatnya? wah.... kemudian terlintas di kepala mereka "kalau saja puncak gunung itu tidak ada???" dari logika picik itulah mereka memulai.. maka dengan segala daya mereka akan gerogoti kaki gunung tempat mereka berpijak. mereka keruk dengan mesin yang bisa mereka bayar, mereka kalau perlu mengeruk kaki gunung dengan tangan berdarah-darah. yang penting dalam kepala mereka kita jangan sampai ke puncak gunung emas itu!
para petarung!
bersiaplah mencapai puncak.. karena bodohnya mereka! jika mereka terus keruk kaki gunung tempat mereka berpijak.. dimana mereka akan berpijak?? dan bodohlah mereka karena makin dalam mereka mengeruk.. makin besar kemungkinan mereka tertimbun longsor.. longsor kemenangan kita!
biarlah para pecundang yang panik itu. biarlah mereka panik melihat kita yang makin mendekati puncak! biarlah kita akhirnya menang!
itulah makna kehormatan.. kita boleh berkeinginan setinggi langit! buang jauh-jauh memasang target di langit-langit! tapi.. ketika kita berusaha mencapai puncak langit itu.. janganlah kita halalkan segala cara. apalagi dengan cara menumpahkan kebencian kita pada orang yang menggapai langit! kalaulah langit ingin kita raih.. raihlah dengan kemampuan terbaikmu! bukan dengan cara meruntuhkan langit..
kepada setiap kamu!
hormatilah dirimu dengan menghormati kemanusiaanmu!
karena ketika kau telah menjadi manusia..
maka terhormatlah kamu!
orang akan menjelaskan dari berbagai dimensi, ketika di tanya pada pertanyaan yang sama. semua dengan dasar argumen yang berbeda. dengan asumsi dan basic pengetahuan yang berbeda. orang akan menjawab dengan tingkat objektifitas dan subjektifitas yang kita akan terkaget-kaget sendiri. karena pada waktu orang ditanya sesuatu yang menyangkut palsapah hidup, maka relatif yang pertama kali orang lakukan adalah "menduri landak" mempersiapkan setiap duri yang ada dalam tubuh kita, membentengi diri, mempertahankan eksistensi setiap pribadi. dan hal itu tentu lumrah adanya.
kita memang terlahir untuk di hantam keadaan, keadaan yang kita ciptakan sendiri atau keadaan yang diciptakan orang lain.
kenapa ada keadaan yang kita ciptakan sendiri?
relatif dari kita tentu punya keinginan, sebagai basic dari keadaan manusia hidup. karena ketika kita berhenti berkeinginan maka hakikatnya kita telah mati. dalam proses pemenuhunan keinginan itu, kita sebagai manusia berakal akan berstrategi, mempersiapkan rencana terbaik, kemudian melaksanakannya dengan segenap kemampuan. dari rangkaian pemenuhan itu, kita akan berhadapan dengan kenyataan bahwa; semakin besar keinginan kita maka makin besar pula hantaman yang akan kita dapat. janganlah kemudian kita bermimpi; angin datang sepoi-sepoi ketika kita mengarungi samudra mencapai pantai harapan. jangan pernah bermimpi sebodoh itu! jadi ketika kita berhadapan dengan ombak setinggi angkasa, petir yang membutakan, hujan batu dalam setiap senti.. jangan mengeluh! banggalah kita seharusnya! karena sebentar lagi badai akan berakhir, dan lihatlah di depan itu.. langit indah dengan cerahnya! tetapi alangkah bodohnya kita jika kita melihat jauh di kaki bukit orang bahagia dengan tenangnya.. tak satupun badai menghampirinya tak satupun petir memekakkan telinganya.. bodohlah kita kalau berpikir seperti itu.. tentu saja begitu karena kita sebentar lagi mencapai puncak gunung.. dan mereka... jauhhh di kaki gunung sana!
pernah ada cerita bodoh sampai ke telingaku: di suatu masa.. di negeri antah berantah. ada seorang yang tiap hari memancing ikan, jalan-jalan tidak tentu arah.. ketika dia ditanya orang "kok bisa hidupnya santai-santai begitu, ayo dong kerja keras seperti yang lain?" orang itu menjawab dengan tenang "apa itu hakikat bekerja keras?" yang bertanya menjelaskan "bekerja untuk hari esok agar kita bisa menikmati
hari tua.. bersantai.." kemudian orang yang di tanya pun membalas "kalau saya bisa menikmati kesantaian itu hari ini.. kenapa saya harus menunggu esok.. jauuuuh di masa tua yang belum tentu saya alami.. karena mungkin saja saya mati besok?" haha kita tentu mahpum dengan cara berpikir model begini.. dan hanya setiap kita yang layak mencapai puncak lah yang dengan santai bisa menjawab pertanyaan seperti ini!
keadaan yang di ciptakan orang lain?
kenapa ada? jawabannya sangat sederhana.. mereka yang jauuuuuh di kaki gunung itu, kaget. terperangah.. begitu sadar betapa dekatnya kita dengan puncak gunung. sementara dia ada jauh di belakang kita! dia berpikir keras.. apa yang bisa dia lakukan..? berlari sekuat-kuatnya? wah.... kemudian terlintas di kepala mereka "kalau saja puncak gunung itu tidak ada???" dari logika picik itulah mereka memulai.. maka dengan segala daya mereka akan gerogoti kaki gunung tempat mereka berpijak. mereka keruk dengan mesin yang bisa mereka bayar, mereka kalau perlu mengeruk kaki gunung dengan tangan berdarah-darah. yang penting dalam kepala mereka kita jangan sampai ke puncak gunung emas itu!
para petarung!
bersiaplah mencapai puncak.. karena bodohnya mereka! jika mereka terus keruk kaki gunung tempat mereka berpijak.. dimana mereka akan berpijak?? dan bodohlah mereka karena makin dalam mereka mengeruk.. makin besar kemungkinan mereka tertimbun longsor.. longsor kemenangan kita!
biarlah para pecundang yang panik itu. biarlah mereka panik melihat kita yang makin mendekati puncak! biarlah kita akhirnya menang!
itulah makna kehormatan.. kita boleh berkeinginan setinggi langit! buang jauh-jauh memasang target di langit-langit! tapi.. ketika kita berusaha mencapai puncak langit itu.. janganlah kita halalkan segala cara. apalagi dengan cara menumpahkan kebencian kita pada orang yang menggapai langit! kalaulah langit ingin kita raih.. raihlah dengan kemampuan terbaikmu! bukan dengan cara meruntuhkan langit..
kepada setiap kamu!
hormatilah dirimu dengan menghormati kemanusiaanmu!
karena ketika kau telah menjadi manusia..
maka terhormatlah kamu!
Kapan Kita Berhak Mendo'akan Keburukan Orang Lain?
boleh ngga ya, kita doakan kejelekan buat orang yang tidak kita sukai?
Seorang anak kecil bertanya pada ayahnya
"Ayah apakah kita harus mendoakan musuh-musuh kita ?"
Si Ayah tertegun mendengar pertanyaan itu . Akan tetapi ia pun menjawab sambil tersenyum " Itu benar anakku , Tuhan sendiri yang mengajarkan nya "
Maka si anakpun menyahut : " Kalau begitu pendeta tadi pasti punya banyak musuh . aku dengar dia tadi menyebutkan banyak nama dlm doanya ". (http://www.singayehuda.com)
Kesalahpahaman di antara kita, yang kemudian melahirkan kecurigaan dan kebencian akan selalu ada karena kita memang saling berbeda latar belakang. Disukai banyak orang tentu sebuah kenikmatan. Karena kita akan merasa nyaman, tenang dan aman bersama mereka. Bebas dari makarnya, jauh dari kebenciannya, dan dekat dari persahabatannya. Sebab itulah kita selalu berusaha menyenangkan hati
setiap orang yang kita kenal atau yang tidak kita kenal; menjaga perilaku, ucapan, perasaan, sikap dan sifat yang tidak disukai.
Luqman Al Hakim, suatu hari menasehati anaknya untuk tidak menggantungkan hatinya pada kepuasan dan ridha manusia. Sebab, katanya, kepuasan dan keridhaan manusia pasti sulit dicapai. Dan untuk membuktikan hal ini kepada anaknya, Luqman pun mengajaknya ke luar rumah, berjalan-jalan di keramaian manusia, sembari membawa keledai tunggangannya.
Saat keluar di jalan raya, Luqman menunggangin keledai tersebut dan membiarkan anaknya berjalan kaki di belakangnya. Ketika melintasi sekelompok orang, Luqman dan anaknya mendengar mereka berkata, “Lihatlah lelaki tua itu. Betapa keras hatinya dan betapa tidak punya belas kasih kepada anaknya. Bagaimana dia tega menunggangi keledai sementara membiarkan anaknya berjalan kaki di belakang.”
Luqman pun turun dan menyuruh anaknya menaiki pelana keledai. Ketika melewati sekelompok orang yang lain, keduanya lagi-lagi mendengar obrolan orang-orang itu tentang diri mereka, “Perhatikan anak dan bapak itu. Si bapak tentu tidak pernah mendidik anaknya dengan baik sehingga anaknya tidak bisa menghormati dan mengasihi bapaknya.”
Anaknya pun turun dari punggung keledai, lalu berjalan bersama bapaknya di belakang keledai, tetapi orang-orang yang mereka lewati masih terus berkomentar, “Aneh sekali dua lelaki ini. Mereka biarkan keledainya berjalan sementara mereka mengikuti dari belakang.”
Akhirnya, mereka berdua menaiki keledai tersebut. Namun begitu melewati kerumanan yang lain, komentar miring pun terdengar, “Lihatlah kedua orang itu. Mereka benar-benar tidak punya belas kasihan pada binatang. Mereka menyiksanya dengan menaikinya bersama-sama, padahal badan mereka begitu besar.”
Pada riwayat lain tentang kisah ini menyebutkan, Luqman dan anaknya kemudian turun dari keledainya, lalu mengikat dan memikulnya secara bersama-sama, sehingga semua orang yang melihatnya tertawa dan menganggap mereka sudah gila.
Realita kehidupan kita memang tidak pernah menyediakan ruang bebas cela. Karenanya, sebelum kita mendapati cela itu sediakan selalu ruang di hati kita untuk dicela.
Pertanyaannya kemudian adalah apakah sabar berarti berdiam diri, dan apakah berdiam diri berarti sabar? Kebencian orang lain pada kita membutuhkan penerimaan yang tulus , ikhlas dan sabar. Bukan penerimaan yang direkayasa. Bukan penerimaan yang sengaja diciptakan, dengan membuat kita agar kita mendapatkan kebaikan dari perlakukan buruk mereka. Bukan itu.
Memadamkan benci tidaklah mudah. Karena itu, di hati kita harus selalu ada ruang yang tersedia untuk menerimanya. Tetapi yang lebih penting setelah itu, kebencian itu kita hapuskan dengan maaf, karena sikap itulah yang akan mengantarkan kita kepada surga-Nya Allah swt, seperti lelaki yang disebut Rasulullah saw sebagai ahli surga, yang ternyata terbiasa menghapus kebencian dari hatinya kepada siapa saja, sebelum ia tidur malam.
(Ustadz Sulthan Hadi, Majalah Tarbawi edisi206 Th 10. Jun 09.)
rasanya ingin jadi orang seperti itu sabar layaknya isa al masih, mendoakan kebaikan bagi orang yang membenci seperti Muhammad rasulullah. tetapi ketika kita membiarkan orang dholim kepada kita bukankah kita bagian dari kedholiman itu. apakah kepermisifan kita tidak malah di maknai sebagai pembenaran bagi orang2 dholim itu? bukan kah kita juga berkewajiban untuk menyadarkan orang? tidak sekedar dengan hati?
ternyata pilihan manapun yang aku ambil.. aku hanya akan menemukan keraguan yang tak kalah hebatnya.. sepertinya aku masih mesti banyak belajar lagi.. kapan2 aku beritakan pada setiap engkau yang adalah aku!
Seorang anak kecil bertanya pada ayahnya
"Ayah apakah kita harus mendoakan musuh-musuh kita ?"
Si Ayah tertegun mendengar pertanyaan itu . Akan tetapi ia pun menjawab sambil tersenyum " Itu benar anakku , Tuhan sendiri yang mengajarkan nya "
Maka si anakpun menyahut : " Kalau begitu pendeta tadi pasti punya banyak musuh . aku dengar dia tadi menyebutkan banyak nama dlm doanya ". (http://www.singayehuda.com)
Kesalahpahaman di antara kita, yang kemudian melahirkan kecurigaan dan kebencian akan selalu ada karena kita memang saling berbeda latar belakang. Disukai banyak orang tentu sebuah kenikmatan. Karena kita akan merasa nyaman, tenang dan aman bersama mereka. Bebas dari makarnya, jauh dari kebenciannya, dan dekat dari persahabatannya. Sebab itulah kita selalu berusaha menyenangkan hati
setiap orang yang kita kenal atau yang tidak kita kenal; menjaga perilaku, ucapan, perasaan, sikap dan sifat yang tidak disukai.
Luqman Al Hakim, suatu hari menasehati anaknya untuk tidak menggantungkan hatinya pada kepuasan dan ridha manusia. Sebab, katanya, kepuasan dan keridhaan manusia pasti sulit dicapai. Dan untuk membuktikan hal ini kepada anaknya, Luqman pun mengajaknya ke luar rumah, berjalan-jalan di keramaian manusia, sembari membawa keledai tunggangannya.
Saat keluar di jalan raya, Luqman menunggangin keledai tersebut dan membiarkan anaknya berjalan kaki di belakangnya. Ketika melintasi sekelompok orang, Luqman dan anaknya mendengar mereka berkata, “Lihatlah lelaki tua itu. Betapa keras hatinya dan betapa tidak punya belas kasih kepada anaknya. Bagaimana dia tega menunggangi keledai sementara membiarkan anaknya berjalan kaki di belakang.”
Luqman pun turun dan menyuruh anaknya menaiki pelana keledai. Ketika melewati sekelompok orang yang lain, keduanya lagi-lagi mendengar obrolan orang-orang itu tentang diri mereka, “Perhatikan anak dan bapak itu. Si bapak tentu tidak pernah mendidik anaknya dengan baik sehingga anaknya tidak bisa menghormati dan mengasihi bapaknya.”
Anaknya pun turun dari punggung keledai, lalu berjalan bersama bapaknya di belakang keledai, tetapi orang-orang yang mereka lewati masih terus berkomentar, “Aneh sekali dua lelaki ini. Mereka biarkan keledainya berjalan sementara mereka mengikuti dari belakang.”
Akhirnya, mereka berdua menaiki keledai tersebut. Namun begitu melewati kerumanan yang lain, komentar miring pun terdengar, “Lihatlah kedua orang itu. Mereka benar-benar tidak punya belas kasihan pada binatang. Mereka menyiksanya dengan menaikinya bersama-sama, padahal badan mereka begitu besar.”
Pada riwayat lain tentang kisah ini menyebutkan, Luqman dan anaknya kemudian turun dari keledainya, lalu mengikat dan memikulnya secara bersama-sama, sehingga semua orang yang melihatnya tertawa dan menganggap mereka sudah gila.
Realita kehidupan kita memang tidak pernah menyediakan ruang bebas cela. Karenanya, sebelum kita mendapati cela itu sediakan selalu ruang di hati kita untuk dicela.
Pertanyaannya kemudian adalah apakah sabar berarti berdiam diri, dan apakah berdiam diri berarti sabar? Kebencian orang lain pada kita membutuhkan penerimaan yang tulus , ikhlas dan sabar. Bukan penerimaan yang direkayasa. Bukan penerimaan yang sengaja diciptakan, dengan membuat kita agar kita mendapatkan kebaikan dari perlakukan buruk mereka. Bukan itu.
Memadamkan benci tidaklah mudah. Karena itu, di hati kita harus selalu ada ruang yang tersedia untuk menerimanya. Tetapi yang lebih penting setelah itu, kebencian itu kita hapuskan dengan maaf, karena sikap itulah yang akan mengantarkan kita kepada surga-Nya Allah swt, seperti lelaki yang disebut Rasulullah saw sebagai ahli surga, yang ternyata terbiasa menghapus kebencian dari hatinya kepada siapa saja, sebelum ia tidur malam.
(Ustadz Sulthan Hadi, Majalah Tarbawi edisi206 Th 10. Jun 09.)
rasanya ingin jadi orang seperti itu sabar layaknya isa al masih, mendoakan kebaikan bagi orang yang membenci seperti Muhammad rasulullah. tetapi ketika kita membiarkan orang dholim kepada kita bukankah kita bagian dari kedholiman itu. apakah kepermisifan kita tidak malah di maknai sebagai pembenaran bagi orang2 dholim itu? bukan kah kita juga berkewajiban untuk menyadarkan orang? tidak sekedar dengan hati?
ternyata pilihan manapun yang aku ambil.. aku hanya akan menemukan keraguan yang tak kalah hebatnya.. sepertinya aku masih mesti banyak belajar lagi.. kapan2 aku beritakan pada setiap engkau yang adalah aku!
Kenapa Mesti Mempersulit Jika Bisa Mempermudah?
Suatu saat dalam sebuah pertemuan guru di SMAN Baleendah bandung.
kepala sekolah waktu itu melontarkan pertanyaan pada kami tamunya.."apa
bedanya antara birokrat dan guru?" pertanyaan retoris itu di jawab
sendiri oleh beliau.. "kalau guru tugasnya mempermudah yang sulit agar
jadi mudah, sedangkan tugas birokrat adalah 'kalau bisa di persulit
kenapa harus di permudah?'" sebagai seorang guru yang sudah mengajar
lebih dari 13 tahun ucapan ini jadi pengen ketawa sendiri.. sebagai
seorang birokrat di lingkungan kementrian agama.. ucapan ini malah jadi
bikin malu.. kami berada di lingkungan yang katanya paham agama karena
di penuhi oleh sarjana agama.. gelar kehormatan bagi mereka yang di
anggap paham ilmu agama.. tapi budaya mendet jalan rizki orang kok jadi
tren ya.. hmm jadi apa lebih baik orang yang ga paham agama? yang rata2
takut berbuat dosa karena mereka tidak paham cara bertobatnya? hmm ini
juga pikiran yang terlalu picik rasanya..
Sikap memudahkan urusan akan melahirkan keberkahan dan jaminan pertolongan karena Allah selalu menolong hamba-Nya selama si hamba tersebut menolong saudaranya. Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang meringankan penderitaan seorang mukmin di dunia, niscaya Allah akan meringankan penderitaan (kesulitan)nya kelak di hari Kiamat dan barangsiapa yang memudahkan urusan orang yang mengalami kesulitan, niscaya Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat (HR. Muslim).
jadi apakah anda siap di persulit Allah kelak di akhirat? sebab kok rasanya.. saya tidak ridha sama perlakuan anda..
ok. kita lihat di masa depan.. sebagai bahan pertimbangan anda juga punya anak istri kan? rasanya bagus juga tuh kalo anak, istri dan keturunan anda merasakan juga di persulit orang lain padahal anda atau keluarga anda tidak punya masalah apa2? haha rasanya ada bagusnya.. biar anda belajar bagai mana rasanya.. dan anda insyaf bahwa anda telah salah memilih jalan.. salah memilih musuh..
Sikap memudahkan urusan akan melahirkan keberkahan dan jaminan pertolongan karena Allah selalu menolong hamba-Nya selama si hamba tersebut menolong saudaranya. Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang meringankan penderitaan seorang mukmin di dunia, niscaya Allah akan meringankan penderitaan (kesulitan)nya kelak di hari Kiamat dan barangsiapa yang memudahkan urusan orang yang mengalami kesulitan, niscaya Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat (HR. Muslim).
jadi apakah anda siap di persulit Allah kelak di akhirat? sebab kok rasanya.. saya tidak ridha sama perlakuan anda..
ok. kita lihat di masa depan.. sebagai bahan pertimbangan anda juga punya anak istri kan? rasanya bagus juga tuh kalo anak, istri dan keturunan anda merasakan juga di persulit orang lain padahal anda atau keluarga anda tidak punya masalah apa2? haha rasanya ada bagusnya.. biar anda belajar bagai mana rasanya.. dan anda insyaf bahwa anda telah salah memilih jalan.. salah memilih musuh..
Habitat Orang
berkaca dari pidato wapres budiono, bahwa pa bud merasa salah
langkah menjadi wapres, bahwa pa bud merasa bukan berada di habitatnya..
malah pa bud berkata sesudah selesai masa jabatan nanti pa bud ingin
kembali ke kampus. yang menurut pa bud itu lah habitat yang tepat
baginya..
setelah beberapa tahun menjadi pegawai struktural di lingkungan kementerian agama.. rasanya rindu mengajar lagi.. kembali kehabitat aku yang lama.. tempat yang bisa bikin aku nyaman.. rasanya jadi kangen sama murid-murid SMAN 3 Bandung tahun 1997-an seneng waktu sama2 pusing kok bahasa pemrograman mereka error melulu..(hehe dasar guru bahasa pemrogramannya amatir karena baru belajar mengajar..) kangen waktu lab komputer SMAN 3 itu kita (murid dan saya) bikin jadi Game jaringan hehe waktu itu game online belum musim.. tapi saya sama murid2 bisa berjam-jam bermain DOOM.. itulah kali pertama nama BOSS muncul sebagai nama akun aku di komputer (jadi kebiasaan semua murid SMAN 3 manggil aku Boss.. haha yang malu kepalanya pun sering panggil boss haha) "anak2 SMAN3 temen main game bapa kangen boyz! kapan kita reunian main game online jadi reuninya via internet aj!"
kangen waktu mengajar di SMPN 2 Cihaurbeuti Ciamis.. itulah kali pertama mereka melihat ada guru menulis buku.. mereka pikir itu buku hasil fotocopy.. trus sy ceritain sama mereka asiknya menulis.. kita bisa hanyut berjam-jam sampai lupa makan-lupa tidur.. entah mereka ngerti atau engga.. mereka juga bingung sy nyisipin pengetahuan dasar kewirausahaan di tengah pelajaran TIK.. (hehe emang sableng tuh bikin kurikulum sendiri..) anak-anak itu baik saya lupa siapa namanya kamu neng....... yang tiap hari kirimin masakan ibunya buat sarapan pagi sampe2 ada guru yang mandang miring (haha disangkanya kita ada hubungan miring guru-murid) trus yang satu lagi siapa namanya lupa juga (hehe) si neng ini biasanya suka kasih saya FIT UP (itu tablet kemana sekarang ya...?) seminggu sekali anak ini pasti tanya pa FIT UP nya masih ada? (hehe makasih banyak ya..) trus inget tuh sama mesjid sekolah ini kotornyaaaaaa itulah kali pertama dalam karir guruku aku nyogok siswa dengan nilai rapor 8-9 asal mau bersihin mesjid sekolah trus shalat berjamaah sebelum pulang... kan kita pulang jam 2.. nanti keburu ashar dong..?
kangen waktu mengajar di bimbingan belajar.. murid2ku semua masuk SMP/SMA negeri sesuai keinginan mereka.. kita cuma gagal 2 murid (yg satu anak chinese yang minta ampun manjanya.. yng satu lagi anak produk rumah tangga berantakan.. maafin bapa gagal ya anak2ku sayang) tapi anak2 yg paling berkesan itu yang grup SMPN 1 banjaran anak2nya cantik2, pinter, rajin shalat, diantaranya anak2 ini ada anak chinese yang pinter bahasa sunda (haha jadi malu..) mereka kalo ga salah kelahiran sekitar 82-an.. sebagian masuk ke SMAN 1 BE sebagian masuk ke SMAN 7 Bgd dll.. pokoknya bangga semua murid bimbingan berhasil.. padahal kita belum PNS waktu itu.. akses data kita kurang sekali.. yang kita tau ya berusaha keras agar murid kita pinter! itu saja! kalo soal bayaran... haha.. inget tuh waktu itu ada ibu2 pedagang kaki lima..(sekitar tahun 1995-an) anaknya ngerengek pengen belajar sama aku dan istri (karena kita terkenal di wilayah kita bisa bikin anak yang rada terbelakang lolos ke SMPN 2 BE waktu itu.. kenangan manis..) tapi ibu itu bilang ga bisa bayar.. (kita biasa dibayar orang tua siswa SD=15rb smp 35rb per bulan.. itu biaya sekitar tahun 94-95an lah.. kalo sekarang mah kan sekitar 40-50rb perjam..)
hmmm emang ngangenin hidup di habitat yang bisa bikin kita senang. habitat yang kita pahami betul kapan kita mesti duduk, berdiri, tidur.. pokoknya yang kita paham betul! dari pada kita hidup di habitat yang bikin kita menari dengan genderang orang lain
setelah beberapa tahun menjadi pegawai struktural di lingkungan kementerian agama.. rasanya rindu mengajar lagi.. kembali kehabitat aku yang lama.. tempat yang bisa bikin aku nyaman.. rasanya jadi kangen sama murid-murid SMAN 3 Bandung tahun 1997-an seneng waktu sama2 pusing kok bahasa pemrograman mereka error melulu..(hehe dasar guru bahasa pemrogramannya amatir karena baru belajar mengajar..) kangen waktu lab komputer SMAN 3 itu kita (murid dan saya) bikin jadi Game jaringan hehe waktu itu game online belum musim.. tapi saya sama murid2 bisa berjam-jam bermain DOOM.. itulah kali pertama nama BOSS muncul sebagai nama akun aku di komputer (jadi kebiasaan semua murid SMAN 3 manggil aku Boss.. haha yang malu kepalanya pun sering panggil boss haha) "anak2 SMAN3 temen main game bapa kangen boyz! kapan kita reunian main game online jadi reuninya via internet aj!"
kangen waktu mengajar di SMPN 2 Cihaurbeuti Ciamis.. itulah kali pertama mereka melihat ada guru menulis buku.. mereka pikir itu buku hasil fotocopy.. trus sy ceritain sama mereka asiknya menulis.. kita bisa hanyut berjam-jam sampai lupa makan-lupa tidur.. entah mereka ngerti atau engga.. mereka juga bingung sy nyisipin pengetahuan dasar kewirausahaan di tengah pelajaran TIK.. (hehe emang sableng tuh bikin kurikulum sendiri..) anak-anak itu baik saya lupa siapa namanya kamu neng....... yang tiap hari kirimin masakan ibunya buat sarapan pagi sampe2 ada guru yang mandang miring (haha disangkanya kita ada hubungan miring guru-murid) trus yang satu lagi siapa namanya lupa juga (hehe) si neng ini biasanya suka kasih saya FIT UP (itu tablet kemana sekarang ya...?) seminggu sekali anak ini pasti tanya pa FIT UP nya masih ada? (hehe makasih banyak ya..) trus inget tuh sama mesjid sekolah ini kotornyaaaaaa itulah kali pertama dalam karir guruku aku nyogok siswa dengan nilai rapor 8-9 asal mau bersihin mesjid sekolah trus shalat berjamaah sebelum pulang... kan kita pulang jam 2.. nanti keburu ashar dong..?
kangen waktu mengajar di bimbingan belajar.. murid2ku semua masuk SMP/SMA negeri sesuai keinginan mereka.. kita cuma gagal 2 murid (yg satu anak chinese yang minta ampun manjanya.. yng satu lagi anak produk rumah tangga berantakan.. maafin bapa gagal ya anak2ku sayang) tapi anak2 yg paling berkesan itu yang grup SMPN 1 banjaran anak2nya cantik2, pinter, rajin shalat, diantaranya anak2 ini ada anak chinese yang pinter bahasa sunda (haha jadi malu..) mereka kalo ga salah kelahiran sekitar 82-an.. sebagian masuk ke SMAN 1 BE sebagian masuk ke SMAN 7 Bgd dll.. pokoknya bangga semua murid bimbingan berhasil.. padahal kita belum PNS waktu itu.. akses data kita kurang sekali.. yang kita tau ya berusaha keras agar murid kita pinter! itu saja! kalo soal bayaran... haha.. inget tuh waktu itu ada ibu2 pedagang kaki lima..(sekitar tahun 1995-an) anaknya ngerengek pengen belajar sama aku dan istri (karena kita terkenal di wilayah kita bisa bikin anak yang rada terbelakang lolos ke SMPN 2 BE waktu itu.. kenangan manis..) tapi ibu itu bilang ga bisa bayar.. (kita biasa dibayar orang tua siswa SD=15rb smp 35rb per bulan.. itu biaya sekitar tahun 94-95an lah.. kalo sekarang mah kan sekitar 40-50rb perjam..)
hmmm emang ngangenin hidup di habitat yang bisa bikin kita senang. habitat yang kita pahami betul kapan kita mesti duduk, berdiri, tidur.. pokoknya yang kita paham betul! dari pada kita hidup di habitat yang bikin kita menari dengan genderang orang lain
Tangga
Ketika suatu saat
dalam sebuah perkuliahan, aku ditanya sang dosen; "setelah kita menaiki
sebuah anak tangga, apa berikutnya..?" dengan santai aku menjawab; "ya
naik ke tangga berikutnya!" eh semua pada gerrr... trus sang dosen
bilang; "euuh dasar Oon... dll.. dst...". Emang salah ya jawaban gitu?
ucapku saat itu.. karena memang menurutku itu jawaban yang paling tepat
(in konteks) eh malah gerr lagi.. haha pengalaman pertama di bilang oon
sama guru/dosen.. begitu membekas..
Bagiku memang begitulah aku seharusnya memaknai tangga dan anak tangganya.. setiap aku menaiki sebuah anak tangga, tentu besar keinginanku untuk menaiki anak tangga berikutnya.. sayang sekali kan kalau kita cape-cape naik satu anak tangga kalau sekedar buat turun lagi? tapi ada kalanya kita memang mesti turun beberapa anak tangga. but in one condition: "sekedar buat ngepasin sama tujuan kita naik tangga!" sebab terkadang kita kelebihan menaiki sebuah anak tangga saking semangatnya.. padahal posisi yang kita inginkan ada di bagian yang lebih bawah..
Belakangan hari ini aku disibukkan sama prilaku sebagian orang yang dengan susah payah menaiki anak tangga.. sesudah itu..... ya sudah.. BEngONg.. padahal kan sayang.. sudah susah payah naik beberapa anak tangga.. kok seperti tidak bangga dengan jumlah anak tangga yang sudah dicapainya.. sama sekali tidak ada upaya
sayang sekali.. hmm coba aku yang ada di situ.. haha!
Bagiku memang begitulah aku seharusnya memaknai tangga dan anak tangganya.. setiap aku menaiki sebuah anak tangga, tentu besar keinginanku untuk menaiki anak tangga berikutnya.. sayang sekali kan kalau kita cape-cape naik satu anak tangga kalau sekedar buat turun lagi? tapi ada kalanya kita memang mesti turun beberapa anak tangga. but in one condition: "sekedar buat ngepasin sama tujuan kita naik tangga!" sebab terkadang kita kelebihan menaiki sebuah anak tangga saking semangatnya.. padahal posisi yang kita inginkan ada di bagian yang lebih bawah..
Belakangan hari ini aku disibukkan sama prilaku sebagian orang yang dengan susah payah menaiki anak tangga.. sesudah itu..... ya sudah.. BEngONg.. padahal kan sayang.. sudah susah payah naik beberapa anak tangga.. kok seperti tidak bangga dengan jumlah anak tangga yang sudah dicapainya.. sama sekali tidak ada upaya
- mempertajam diri dengan belajar lebih banyak di lingkungan akademis.. eh malah kasak kusuk cari ijazah bodong.. kan sayang.. mempermalu diri dengan pangkat yang kosong..
- mengasah pengetahuan umum dengan rajin membaca.. walaupun sekedar koran Lampu Merah misalnya.. pengetahuan toh bisa didapat di mana saja?
- bertarung dengan jujur.. eh malah sogok sana - sogok sini.. ga jelas juntrungannya.. yang aku takut kelak di pintu gerbang jembatan akhirat; kita malah sibuk ngerogoh saku nyipain uang buat nyogok malaikat penjaga pintu neraka.. iya kalau cuma satu malaikat.. gimana ceritanya kalau malaikat penjaga pintu surga ikut-ikutan minta jatah..? kan repot bawa uang banyak ke akhirat.. kata orang padang di akhirat itu kan panas.. kebanyak kalo mesti sambil ngangkut uang brapa karung..?
sayang sekali.. hmm coba aku yang ada di situ.. haha!
Marah
Anger management, judul film yang seringkali bikin aku tertawa tiap kali nonton. kata istriku, aku harus ikut program itu, biar lebih bisa ngatur marah katanya. kalau di pikir-pikir mungkin juga.. soalnya orang seringkali mempotret aku dengan cara demikian.. hehe kayanya mereka blom pernah lihat film ini kayanya..
marah? knapa ya kita mesti marah? knapa juga aku mesti mengidentikan diri dengan ekspresi yang satu ini, padahal; maksudku sama sekali bukan ingin kelihatan pemarah atau baragagah-baragegeh. cuma pengen ngomong lebih jujur aja. tapi resiko yang sering muncul ya... dianggap pemarah.. padahal maksud aku mah cuma pengen nyelesein masalah lebih cepet.. jadi ga pake basa-basi ya... langsung selesein.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rohimahulloh juga mengatakan, “Bukanlah maksud beliau adalah melarang memiliki rasa marah. Karena rasa marah itu bagian dari tabi’at manusia yang pasti ada. Akan tetapi maksudnya ialah kuasailah dirimu ketika muncul rasa marah. Supaya kemarahanmu itu tidak menimbulkan dampak yang tidak baik. Sesungguhnya kemarahan adalah bara api yang dilemparkan oleh syaithan ke dalam lubuk hati bani Adam. Oleh sebab itulah anda bisa melihat kalau orang sedang marah maka kedua matanya pun menjadi merah dan urat lehernya menonjol dan menegang. Bahkan terkadang rambutnya ikut rontok dan berjatuhan akibat luapan marah. Dan berbagai hal lain yang tidak terpuji timbul di belakangnya. Sehingga terkadang pelakunya merasa sangat menyesal atas perbuatan yang telah dia lakukan.”
nah kayanya pendapan syaikh yang satu ini ada benernya. soalnya dari keturunan ibu di tasik biasanya kening kita berbulu kaya "monyet" eh mungkin gara-gara gaya pemarah itu ya kepala mulai membotak hahaha jadi kabayang tuh temen-temen aku yang pada botak.. apa mereka lebih pemarah dari aku?
sayangnya orang memang blom bisa membedakan antara pemarah dengan orang yang gaya bicaranya blak-blakan. soalnya tentu kita tau nabi melarang kita marah, yesus malah nyuruh kita kasih pipi sebelah lagi kalo di tempeleng.. Dahulu ada juga seorang lelaki yang datang menemui Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam dan mengatakan, “Wahai Rosululloh, ajarkanlah kepada saya sebuah ilmu yang bisa mendekatkan saya ke surga dan menjauhkan dari neraka.” Maka beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jangan tumpahkan kemarahanmu. Niscaya surga akan kau dapatkan.” (HR. Thobrani, Shohih).
kita pengen surga kan? tapi sayangnya kita juga mesti belajar jadi orang tegas, ngga sekedar mengikuti kemana angin bertiup. bayangin kalo angin bertiup kejurang? mau ngikut? kalo gaji kita di potong 1/2nya, trus cuekin aja? ya engga lah... bloon amat. tapi kitu mesti bisa ngontrol emosi agar tak jadi amarah. Makna jangan marah yaitu janganlah kamu tumpahkan kemarahanmu. Larangan ini bukan tertuju kepada rasa marah itu sendiri. Karena pada hakikatnya marah adalah tabi’at manusia, yang tidak mungkin bisa dihilangkan dari perasaan manusia.
ada beberapa tips untuk anger management
- Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam juga pernah menasihatkan, “Apabila salah seorang dari kalian marah dalam kondisi berdiri maka hendaknya dia duduk. Kalau marahnya belum juga hilang maka hendaknya dia berbaring.” (HR. Ahmad, Shohih)
- Syaikh Wahiid Baali hafizhohulloh menyebutkan beberapa tips untuk menanggulangi marah. Diantaranya ialah:
- Membaca ta’awudz yaitu, “A’udzubillahi minasy syaithanir rajiim”.
- Mengingat besarnya pahala orang yang bisa menahan luapan marahnya.
- Mengambil sikap diam, tidak berbicara.
- Duduk atau berbaring.
- Memikirkan betapa jelek penampilannya apabila sedang dalam keadaan marah.
- Mengingat agungnya balasan bagi orang yang mau memaafkan kesalahan orang yang bodoh.
- Meninggalkan berbagai bentuk celaan, makian, tuduhan, laknat dan cercaan karena itu semua termasuk perangai orang-orang bodoh.
Apa saja cara mengelola marah secara konstruktif? Yang pertama adalah menghadapi setiap gangguan yang dapat menimbulkan marah dengan tenang. Ketika itu terjadi segera berupaya meminimumkan kontak dengan orang yang memicu marah. Kalau perlu minta penjelasan dengan baik-baik. Dan tentunya kita sendiri harus siap menanggapinya.
jadi.. kalo perlu marah.. ya marah saja! kalau ngga perlu .. ya jangan.. tapi dengan syarat, jangan juga ngomong di belakang atau malah ngedumel.. hati-hati malah bisa bikin kita stres trus skizo trus masuk RSJ Cisarua deh.. emang tempatnya adem, perawatnya cantik-cantik.. tapi emang mau di pangil gila? hahaha
Kenapa Kita Harus atau Tak Harus Bertahan
berapa hari yang lalu seorang kawan berceritra tentang masalahnya; masalah klasik bagi mereka yang menikah dalam usia muda dan belum mapan baik mental maupun finansial. apalagi kalau kemudian tinggal di rumah mertua menjadi pilihan.. pilihan sementara yang sering kali jadi sementerus.. pada kualitas cerita seperti ini dengan sok berpengalaman dan berilmu kita tentu akan menasihati sang kawan dengan " sudahlah.. sabar.. berkeluarga memang begitulah adanya. apalagi menikah dalam usia sedemikian muda, tentu bukan hal yang mudah. ketika mertua ikut menentukan pilihan.. itu sering kali karena mereka khawatir.. mereka mencintai anaknya dan takut sesuatu yang buruk datang menimpa.. dll.. dst "
padahal ketika hal itu di alami sendiri tentu bukan hal yang semudah ketika kita sekedar menasihati.. sekedar menjadi penonton tentu tak sama dengan menjadi sutradara apalagi pemain.. tak mudah memang. dan pilihan untuk memutuskan; ya sudah lah, inilah akhirnya... akan sering kali muncul! TETAPI apakah semudah itu? apakah sedemikian buruknya kita berpikir dahulu ketika menentukan pilihan? kalau kita sekarang membodoh-bodoh pasangan atau keluarganya, apakah bukan kita yang bodoh telah salah memilih? tentu itu harus di pikir dengan lebih jernih..
ketika kita menentukan pilihan untuk tetap bertahan atau tidak bertahan, kita akan di hadapkan pada pilihan yang tidak se-ganda itu. pilihan yang muncul akan sangat beranak-pinak. setiap opsi akan melahiran sub opsi-opsi yang lain. sejumlah argumen akan di hadirkan kehadapan kita. beberapa bulan terakhir 2 adik dari pihak istri demikian mudah (dalam penglihatan orang luar) memutuskan untuk pindah perusahaan (yang satu dari RCTI ke KOMPAS yang satu dari IndoMobil ke BPK RI). begitu sederhana tampaknya, tapi apakah sesederhana itu? apakah benar hanya pertimbangan-pertimbangan finansial semata?
bagi kita yang tidak pernah mengalami pindah dari satu tempat ke tempat lain, dari satu perusahaan ke perusahaan lain, dari satu suami ke suami yang lain, dari satu pacar ke pacar yang lain dll dst kita akan sulit memberikan judgement pada keadaan yang seperti itu. setiap kebijakan tentu situasional dan tidak bisa di generalisir maupun dieleminir begitu saja. akan ada banyak pertimbangan.
nah, bagi anda yang sedang memutuskan bertahan atau pun tidak; apapun itu.. bersiaplah.. bahwa setiap pilihan memiliki resiko dan sejauh pengalaman memandang: setiap resiko itu akan kita tanggung sendirian. tidak suami/istri, orang tua, saudara, sahabat, apalagi teman dan segala hubungan sosial lain yang bersifat fana. kita lah penanggung utama dari setiap pilihan yang kita ambil.
Tapi kepada engkau setiap petarung; ingatlah satu hal "pemenang adalah mereka yang mengambil langkah dan bertindak bukan mereka yang menunggu Tuhan memutuskan! karena Tuhan suka hambanya yang bergerak!" ingatlah "setiap yang hidup (bergerak) pasti dilimpahi rizki olehNya!"
salam hangat.. dan selamat memutuskan dengan berjalan sambil berpikir!
Sabar
dua hari yang lalu, seorang kawan yang usianya dua kali lipat aku, mengajariku; sabar wan.. kalau kesempatannya datang.. pasti datang, inget wan.. Allah sampai bilang dua kali bahwa sesungguhnya di balik kesulitan itu ada kemudahan!
kawan ku yang hebat, syukurlah aku kenal engkau.. kawan diskusi yang mulai enak ya.. dulu mah boro-boro kita lebih banyak saling membantah pikiran masing-masing.. mungkin persoalan identitas ya..?
tetapi yang menjadi persoalan, kawanku tidak tidak cukup menjelaskan sampai kapan kesabaran itu harus dipertahankan dan dalam batasan mana?
kata orang: Sabar adalah pilar kebahagiaan seorang hamba. Dengan kesabaran itulah seorang hamba akan terjaga dari kemaksiatan, konsisten menjalankan ketaatan, dan tabah dalam menghadapi berbagai macam cobaan. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Kedudukan sabar dalam iman laksana kepala bagi seluruh tubuh. Apabila kepala sudah terpotong maka tidak ada lagi kehidupan di dalam tubuh.” (Al Fawa’id, hal. 95)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Sabar adalah meneguhkan diri dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, menahannya dari perbuatan maksiat kepada Allah, serta menjaganya dari perasaan dan sikap marah dalam menghadapi takdir Allah….” (Syarh Tsalatsatul Ushul, hal. 24)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Sabar itu terbagi menjadi tiga macam:
- Bersabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah
- Bersabar untuk tidak melakukan hal-hal yang diharamkan Allah
- Bersabar dalam menghadapi takdir-takdir Allah yang dialaminya, berupa berbagai hal yang menyakitkan dan gangguan yang timbul di luar kekuasaan manusia ataupun yang berasal dari orang lain (Syarh Tsalatsatul Ushul, hal. 24)
Di dalam Taisir Lathifil Mannaan Syaikh As Sa’di rahimahullah menyebutkan sebab-sebab untuk menggapai berbagai cita-cita yang tinggi. Beliau menyebutkan bahwa sebab terbesar untuk bisa meraih itu semua adalah iman dan amal
Di samping itu, ada sebab-sebab lain yang merupakan bagian dari kedua perkara ini. Di antaranya adalah kesabaran. Sabar adalah sebab untuk bisa mendapatkan berbagai kebaikan dan menolak berbagai keburukan. Hal ini sebagaimana diisyaratkan oleh firman Allah ta’ala, “Dan mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat.” (QS. Al Baqarah [2]: 45).
Yaitu mintalah pertolongan kepada Allah dengan bekal sabar dan shalat dalam menangani semua urusan kalian. Begitu pula sabar menjadi sebab hamba bisa meraih kenikmatan abadi yaitu surga. Allah ta’ala berfirman kepada penduduk surga, “Keselamatan atas kalian berkat kesabaran kalian.” (QS. Ar Ra’d [13] : 24).
Allah juga berfirman, “Mereka itulah orang-orang yang dibalas dengan kedudukan-kedudukan tinggi (di surga) dengan sebab kesabaran mereka.” (QS. Al Furqaan [25] : 75).
Selain itu Allah pun menjadikan sabar dan yakin sebagai sebab untuk mencapai kedudukan tertinggi yaitu kepemimpinan dalam hal agama. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala, “Dan Kami menjadikan di antara mereka (Bani Isra’il) para pemimpin yang memberikan petunjuk dengan titah Kami, karena mereka mau bersabar dan meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. As Sajdah [32]: 24) (Lihat Taisir Lathifil Mannaan, hal. 375)
sementara itu seorang kawan chinese pernah mengajari aku.. wan kalo tinggal di situ tidak ada kemajuan mah pindah aj dari situ teh.. sayah juga dulu dagang di depan lapangan zipur ga maju-maju trus 10 tahun yang lalu memutuskan pindah ke sini, ke jalan kecil yang malah menghasilkan kemakmuran lebih banyak.
sepertinya aku harus mulai memutuskan apakah dunia membutakan aku atau dunia menjadi jalanku?
Doa ku
Jika ش adalah aku
Jika م adalah aku
Jika ك adalah aku
و
و
و
jangan pernah لا
kalau perlu ف
walau bukan berarti aku tak mau ة
aku berharap kemudian ل aku
amin
Sunyi
dari susan, dari stella, dari sampson, dari rosa, dari ravi, dari semua yang di tulis atasmu
bahkan dari annegrit sampai vera
mengering tanpa udara
membuatku bisu
suaraku tak sampai padamu
karena tanpa udara
akulah bisu
Masa Depan
apa sih masa depan itu?
sering kali saya, istri dan semua anak-anak berdiskusi - berdebat lama soal ini. apa sebenarnya masa depan itu? seberapa besar perhatian kita harus di berikan pada masa depan? dan mana yang harus kita pertimbangakan dengan derajat yang lebih besar? masa lalu? masa kini? apa masa depan? sering kali ketika saya menina bobokan anak-anak setiap malam saya bersenandung buat mereka
jangan hiraukan
awan hitam, petir atau banjir
masih ada pepohonan yang di tanam sebelum kamu lahir
jangan takutkan
masa depan, kini atau nanti
masih ada kesempatan yang ketemu bila kau cari
matahari membagi rata sinarnya
air laut membagi adil asinnya
batu gunung sekeras pada semua
padi jagung berbuah pada musimnya
jangan takutkan hantu blau, setan dan berhala
...
padahal sebagai orang tua masa depan anak itu tentu akan menjadi pertimbangan yang besar. pernah suatu kali, ketika anak saya merengek meminta uang saku, dan tidak saya kasih.. tetangga protes trus dia bilang "buat apa kita sebagai orang tua mencari nafkah kalau tidak untuk kebahagiaan anak?" pernah kaka saya tercinta rahmat soegandar menasihati saya "buat apa menyenangkan diri dengan sekolah terus? sementara uang itu cukup untuk membahagiakan anak anak kamu hari ini?"
pertanyaan ini terus menghantam saya berhari-hari ini.. masa depan hmm.. pernah juga sebagai laki-laki saya berpikir bahwa apakah ini masa depan saya? sebagai laki-laki yang bukan laki-laki baik-baik.. sering sekali saya tersandung.. berbagi rencana masa depan dengan orang lain.. hmm masa depan.. begitu membingungkan dalam pencarian hidup saya yang sering kali ambisius ini.. ketika prof Jam'an satori bertanya pada saya, "apa yang menjadi harapan kamu di masa depan, sementara kamu hanya seorang pegawai Tata usaha belaka? saya tidak paham pa darmawan, kenapa departemen anda tidak menggunakan keahlian anda?" hmm masa depan versi pa prof ini yang kembali mementahkan kesepakatan-kesepakatan saya sama anak-anak kemarin. kembali saya berpikir keras. apa itu masa depan? apakah kita terlalu naif dan menutup mata terhadap masa depan yang cuma beberapa detik di depan itu? apakah kita yang menikmati hidup sekarang juga sedang menikmati masa depan? karena setiap detik di depan kita adalah juga masa depan? kenapa kita mesti menunggu masa depan yang entah kapan itu? bukankah egoisme kita terhadap personifikasi masa depan sering kali membuat kita gagal memahami masa depan?
hmm.. rasanya harus ada kombinasi yang mix antara menikmati masa depan yang cuma beberapa detik dimuka itu dan masa depan yang entah kapan itu. sayangnya Ra.. matahariku.. ternyata saya meminta terlalu banyak ya..? hmm memang terkadang rasa lapar dan haus saya terhadap kebahagiaan masa depan yang beberapa detik di depan itu memang berlebihan ya? harus saya akui.. saya bukanlah laki-laki hebat yang ingin kau kenal itu.. aku lah saya yang ini ada di hadapanmu.. yang mencoba membahagiakan masa depan dirinya di tengah kelelahan membahagiakan komitmen masa depan.. masa depan rencana kita yang kadang sulit saya pahami, itukah saya yang di depan itu.. maaf.
bumi mu yang mencoba selalu biru.. Darmawan Soegandar. yang mencoba belajar setiap detik. yang mencoba memahami setiap menit. yang akhirnya selalu tersesat di sel-sel otak yang kadang semrawut tak jelas ujung...
Menghimpun Diri
akhirnya paham sudah aku
setelah terantuk terhuyung di penghujung semesta
sampai juga aku di tanda seru
Akulah Tuhan yang maha itu ternyata!
karena ke mahaanku itulah aku akhirnya terselip di ujung
bagai mana tidak?
tak mungkin aku bersama kau, kau, kau dan kalian
karena akulah maha itu
Akulah yang satu dan tak mendua
tak beranak, tak bersaudara, tak beristri
karena aku berotasi pada diriku sendiri
jelaslah aku kepada setiap engkau
akulah Tuhan
yang sendiri
akulah Tuhan
yang rindu menjadi manusia
karena akulah Tuhan itu...
Berbisik Kepadamu
kata ibuku dulu
kita tak butuh dekat untuk sekedar berbicara
berbisiklah padaku
lalu yakin lah.. aku sedang mendengarmu
karena aku mencintaimu
..
kata ibuku dulu
kita tak butuh berpelukan hanya untuk sekedar rindu
berbisiklah padaku
lalu yakinlah.. aku sedang memelukmu
karena aku mencintaimu
..
kata ibuku dulu
kita tak butuh memuja untuk sekedar memuji
berbisiklah padaku
lalu yakinlah.. aku sedang memujamu
karena aku mencintaimu
..
berbisiklah padaku
lalu yakinlah.. aku sedang mencintaimu
...
(aku hampir tiba di okeanos.. lalu ingat harus berbisik padamu.. M-u...)
Obati
Sainte vierge, priez pour moi!
obati
sembuhlah
sehatku
Aku lelah menjadi pendosa itu
Jika aku terlanjur mati?
Morte la bete, morte le venin?
obati
sembuhlah
sehatku
Aku lelah menjadi pendosa itu
Jika aku terlanjur mati?
Morte la bete, morte le venin?
Setengah - Setengah
Kenapa kita tidak
boleh main-main dalam hidup? ini pertanyaan serius yang harus di jawab
tidak semata-mata logika di otak, tapi juga menuntut fungsi perasaan di
hati kita. betapa tidak hidup hanya di jalani satu kali. tak seperti
kalau kita sedang bermain PS3, ngebut memacu wrengler seenaknnya toh
nanti bisa di reset gamenya?! sebab kalu kita mau mereset hidup, pakai
tombol yang mana? tombol reset yang kecil itu jangan harap bisa kita
temukan di mainframenya Tuhan. jangan harap!
Karena hidup juga tidak memiliki gladi resik, tidak ada coba-coba. setiap detik hanya di pakai satu kali saja. jangan harap ada kesempatan mengulang. semua benar-benar cuma satu kali! untuk setiap detiknya! rasanya juga memang lucu kalau hidup memiliki gladi resik? apa Tuhan mau jadi stage directornya? hehe rasanya jabatan yang terlalu rendah buat Ia, sang maha itu.
Hidup yang setengah-setengah memang bisa menampilkan sisi aman bagi para pelakunya. tapi apakah itu hakikat hidup? rasanya kok sayang? hidup yang 1000%, hidup yang penuh dengan warna, hidup yang penuh dengan plotnya masing-masing! hidup yang akan dengan bangga kita jadikan sejarah! tapi bagai mana resikonya? tentu itu yang menjadi dasar argumen para pemain setengah-setengah ini, para pemain yang main-main ini. hmm rasanya resiko adalah keniscayaan dalam hidup siapapun. karena tidak mengambil tindakanpun memiliki resiko kan? tidak akan pernah ada satupun opsi dalam hidup yang tidak memiliki resiko! bahkan jika pilihan itu adalah tidak mengambil tindakan!
Tapi salahkah mereka yang hidupnya setengah-setengah? para pemain yang main-main ini? tentu tidak! karena apapun, pilihan hidup itu tidak bisa dipersalahkan! karena pilihan hidup adalah salah satu ciri kemerdekaan kita sebagai manusia, sebab jika kita sudah tak lagi memiliki hak untuk memilih, untuk berbuat, untuk berpendapat maka dia bukan manusia lagi. jadi merdekalah dengan pilihan anda!
1. untuk menjadi mereka yang bergerak dengan 1000%
2. untuk menjadi mereka yang hidup setengah-setengah
3. untuk menjadi mereka, para pemain yang main-main.
Merdekalah! apapun pilihan hidup anda!
Karena hidup juga tidak memiliki gladi resik, tidak ada coba-coba. setiap detik hanya di pakai satu kali saja. jangan harap ada kesempatan mengulang. semua benar-benar cuma satu kali! untuk setiap detiknya! rasanya juga memang lucu kalau hidup memiliki gladi resik? apa Tuhan mau jadi stage directornya? hehe rasanya jabatan yang terlalu rendah buat Ia, sang maha itu.
Hidup yang setengah-setengah memang bisa menampilkan sisi aman bagi para pelakunya. tapi apakah itu hakikat hidup? rasanya kok sayang? hidup yang 1000%, hidup yang penuh dengan warna, hidup yang penuh dengan plotnya masing-masing! hidup yang akan dengan bangga kita jadikan sejarah! tapi bagai mana resikonya? tentu itu yang menjadi dasar argumen para pemain setengah-setengah ini, para pemain yang main-main ini. hmm rasanya resiko adalah keniscayaan dalam hidup siapapun. karena tidak mengambil tindakanpun memiliki resiko kan? tidak akan pernah ada satupun opsi dalam hidup yang tidak memiliki resiko! bahkan jika pilihan itu adalah tidak mengambil tindakan!
Tapi salahkah mereka yang hidupnya setengah-setengah? para pemain yang main-main ini? tentu tidak! karena apapun, pilihan hidup itu tidak bisa dipersalahkan! karena pilihan hidup adalah salah satu ciri kemerdekaan kita sebagai manusia, sebab jika kita sudah tak lagi memiliki hak untuk memilih, untuk berbuat, untuk berpendapat maka dia bukan manusia lagi. jadi merdekalah dengan pilihan anda!
1. untuk menjadi mereka yang bergerak dengan 1000%
2. untuk menjadi mereka yang hidup setengah-setengah
3. untuk menjadi mereka, para pemain yang main-main.
Merdekalah! apapun pilihan hidup anda!
Mabuk
Setiap orang hakikatnya sedang mabuk:
Mabuk terhadap pilihan hidupnya. Ketika kita mencoba untuk memfokuskan diri pada pilihan yang kita yakini kebenarannya, pada pilihan yang kita yakini kemestiannya. Maka pada saat yang sama sebenarnya kita telah kehilangan fokus. Sebab, pada saat kita berusaha mencari pembenaran, argumentasi, dasar-dasar yang valid atas seluruh tindakan kita, maka pada saat yang sama, kita sedang membebaskan diri, membebaskan pikiran, membebaskan jiwa, membebaskan hati untuk menerawang bahkan jauh dari harapan kita sendiri. Tetapi keterbebasan itu lah hakikat dari berpikir, keterbebasan itu lah yang akan membuat kita, mengantarkan kita pada banyak kesimpulan-kesimpulan. Walaupun karena keterbebasan itu membuat kita mengambil kesimpulan yang jauh dari batasan yang telah kita buat. Dalam keadaan menerawang jauh itulah kita kemudian mendapati kita singgah di negeri-negeri asing yang sering menjadi dongeng pengantar tidur kita. Negeri yang tidak ada kesedihan, tidak ada tangis.. di setiap akhir cerita. Negeri yang kita bayangkan sebagai.. itulah akhir kita.. bahagia di akhir perjalanan.
Setiap orang hakikatnya sedang mabuk:
Mabuk terhadap mimpi dan khayalan masa depannya. Ketika kita terdampar di negeri-negeri asing, ketika kita mencari-cari semua jawaban, ketika kita mencari-cari sejuta pembenaran. Kita kemudian seringkali tersesat oleh baju yang di pakaikan orang untuk kita. Memalsu diri, memalsu jiwa, memalsu hati.. hanya sekedar untuk menyenangkan orang lain. Tetapi di mana hakikat kita? Di mana hakikat kita; aku dan kau, sebagai individu yang memiliki kesenangan, kebahagiaan dalam bentuknya sendiri? Apakah menyenangkan orang lain, lalu menisbikan kesenangan dan kebahagiaan pribadi adalah bentuk dari kebahagiaan? Kenapa kita harus terbelenggu pada kesenangan dan kebahagiaan orang lain? Bukankah kita merdeka untuk menjadi diri kita sendiri dalam bentuk dan gayanya sendiri? Alangkah menyedihkan, mereka yang terperangkap dalam tubuh dan jiwa yang bukan dirinya sendiri? Alangkah menyedihkan...
Setiap orang hakikatnya sedang mabuk:
Mabuk terhadap ketersesastan dirinya dalam tubuh yang bukan tubuhnya. Ketika akhirnya kesadaran datang.. hidup sudah jauh dari terlambat.. hidup sudah lagi berakhir.. hidup sudah tak memiliki koma lagi sebagai amunisi. Inilah titik itu akhirnya.. Ketika penyesalan itu datang, ketika akhir itu telah tiba. Dan dikapanilah kita dalam nisan yang di tatah dengan nama yang bukan kita, karena bukan tubuh kita yang berbaring di situ.. Hanya raga.. ya.. hanya raga dan penyesalannya.
Setiap orang sepertinya memang sedang mabuk:
Namaku Rindu
Namaku rindu
sejak lahir orang biasa memanggilku begitu
tuan yang melahirkanku pernah berbisik pada kalbu sang nyonya
rinduku.. aku lah yang selalu menjadi engkau
tak perlu memasti mengintip ngintip
tak perlu bertanya yang kau telah tahu
sebab aku lah rindu yang akan selalu memenuhimu
akulah rindu cintaku terkasih..
Namaku rindu
aku biasa memperkenalkan diriku begitu
kata tuan aku lahir dari jiwanya yang menghamba kemarau kemarin dulu
rinduku.. akulah cawan yang selalu kau penuhi
tak perlu kau tambah rasa yang tak perlu
tak perlu kau tambah hati yang tak perlu
sebab akulah rindu yang akan selalu menghangatimu
akulah rindu yang kau beku..
Namaku rindu
kata tuanku aku dititipkan padamu yang merasuki hatinya
kata tuanku jangan sampai kau bunuh aku
kata tuanku; namaku memang rindu,,,
sejak lahir orang biasa memanggilku begitu
tuan yang melahirkanku pernah berbisik pada kalbu sang nyonya
rinduku.. aku lah yang selalu menjadi engkau
tak perlu memasti mengintip ngintip
tak perlu bertanya yang kau telah tahu
sebab aku lah rindu yang akan selalu memenuhimu
akulah rindu cintaku terkasih..
Namaku rindu
aku biasa memperkenalkan diriku begitu
kata tuan aku lahir dari jiwanya yang menghamba kemarau kemarin dulu
rinduku.. akulah cawan yang selalu kau penuhi
tak perlu kau tambah rasa yang tak perlu
tak perlu kau tambah hati yang tak perlu
sebab akulah rindu yang akan selalu menghangatimu
akulah rindu yang kau beku..
Namaku rindu
kata tuanku aku dititipkan padamu yang merasuki hatinya
kata tuanku jangan sampai kau bunuh aku
kata tuanku; namaku memang rindu,,,
Memeluk
jiwa memeluk jiwa
hati memeluk hati
bergerak jauh
menyusur gua gua perkasa
menelusuri bumi
menitimu sampai di setiap selnya
jiwa memeluk jiwa
hati memeluk hati
bergerak tinggi
membelai setiap helainya
memilah setiap sudut
mengecupmu sampai di setiap waktu
jiwa memeluk jiwa
hati memeluk hati
cukuplah itu
hati memeluk hati
bergerak jauh
menyusur gua gua perkasa
menelusuri bumi
menitimu sampai di setiap selnya
jiwa memeluk jiwa
hati memeluk hati
bergerak tinggi
membelai setiap helainya
memilah setiap sudut
mengecupmu sampai di setiap waktu
jiwa memeluk jiwa
hati memeluk hati
cukuplah itu
Kepada Rakyat Indonesia
Rakyat!
kita juga pemilik republik ini
Jika mereka, ular beludak itu pikir cuma mereka yang memiliki hak untuk merampok republik
jangan salah, kita juga boleh
untuk apa kita berharap pada omong kosong
ini bukan lagi masa pemilu
buat apa kita menyempatkan diri mendengarkan ceramah bodoh mereka tentang berbakti pada negeri
kalau mereka tak lebih haram jadah!
Rakyat!
kita juga pewaris republik ini
Apa hak mereka melarang menjarah hutan, merampok lautan, mengeruk bumi?
jangan salah, kita juga boleh
para bedebah itu telah lama meracuni kita soal korupsi, kolusi, nepotisme
padahal mereka lah embahnya iblis bermuka manusia
Rakyat!
kita juga pemilik republik ini
Ayo kita juga bergerak
ambil apa yang bisa kita ambil!
begeraklah!
dan jadilah bedebah yang hebat!
kita juga pemilik republik ini
Jika mereka, ular beludak itu pikir cuma mereka yang memiliki hak untuk merampok republik
jangan salah, kita juga boleh
untuk apa kita berharap pada omong kosong
ini bukan lagi masa pemilu
buat apa kita menyempatkan diri mendengarkan ceramah bodoh mereka tentang berbakti pada negeri
kalau mereka tak lebih haram jadah!
Rakyat!
kita juga pewaris republik ini
Apa hak mereka melarang menjarah hutan, merampok lautan, mengeruk bumi?
jangan salah, kita juga boleh
para bedebah itu telah lama meracuni kita soal korupsi, kolusi, nepotisme
padahal mereka lah embahnya iblis bermuka manusia
Rakyat!
kita juga pemilik republik ini
Ayo kita juga bergerak
ambil apa yang bisa kita ambil!
begeraklah!
dan jadilah bedebah yang hebat!
Kepada Engkau, Rakyat!
Rakyat!
Tengoklah mereka yang telah dengan ikhlas kita pilih di pemilu lalu, yang susah payah kita pilih dari jutaan orang Indonesia. Dan lihat lah apa yang sedang mereka kerjakan pada kita? Cuma kibas-kibas uang, uang APBN, uang KITA! Sialan! Apa yang ada dalam pikiran mereka? Dan apa yang ada dalam pikiran Anda, Saya, Kita? Bodoh sekali!
Rakyat!
Tidak perlu menjadi sosialis untuk menjadi berani, tidak perlu menjadi komunis untuk berani, taidak perlu jadi Teroris untuk berani, tidak perlu jadi kanan! tidak pelu jadi kiri! Jadilah dirimu sendiri, lalu berkacalah di depan cermin! sudah merdekakah Anda, Kita?! Apa yang membuat kita berpikir merdeka, ketika kita kesulitan membayar sekolah anak-anak kita, ketika kita melihat perguruan tinggi hanya untuk memantapkan kelas borjuis semata? ketika kita melihat susahnya membeli beras dengan kualitas baik untuk anak-anak kita? ketika kita tak bisa di layani di rumah sakit karena tk punya uang dan jaminan asuransi? ketika kita menghina-hina diri mengantri zakat dan saling injak dengan sesama kawan yang sama-sama terhina?
Rakyat!
Cobalah tengok para sialan itu? yang gagah dengan mobil mewah hasil merampok BLBI kemarin dulu, yang rumahnya megah hasil kongkalikong proyek negara, yang bajunya necis hasil nyeip uang pajak! Sialan! sementara kita masih menangis melihat anak-anak tidur di kolong jembatan, tidur di pinggir kaleng-kaleng recehan di pinggir jalan, anak-anak kita yang meratap sekedar makan, sekedar minum? Sialan!
Rakyat!
Pajak yang kita bayar, untuk apa? wakaf tanah kita untuk membangun jalan, untuk apa? hibah, zakat dan segala omong kosong berkedok agama, untuk apa? untuk mereka para sialan? Kenapa kita mesti berkorban untuk orang yang bukan anak-anak kita, bukan saudara kita, bahkan untuk orang yang ketemu pun tidak pernah! untuk apa? untuk mendzalimi anak-anak kita? untuk sekedar ucapan "selamat anda pahlawan bangsa"? untuk apa?
Rakyat!
Bangkitlah dengan kaki hebatmu itu! Bangkitlah dengan bangga! dengan hormat! Bangkitlah dengan teriakan "AKULAH RAKYAT, TUHAN NEGERI INI, JIKA AKU BERKATA KAMU JADI PEMIMPIN, MAKA JADILAH PEMIMPIN YANG SERIUS! JANGAN SETENGAH-SETENGAH! JANGAN ASAL PERUTMU TERPENUHI.. ATAU KU CABUT NYAWAMU! KARENA AKULAH RAKYAT! TUHANMU!"
Rakyat!
Merdekalah!
MERDEKA!
Tengoklah mereka yang telah dengan ikhlas kita pilih di pemilu lalu, yang susah payah kita pilih dari jutaan orang Indonesia. Dan lihat lah apa yang sedang mereka kerjakan pada kita? Cuma kibas-kibas uang, uang APBN, uang KITA! Sialan! Apa yang ada dalam pikiran mereka? Dan apa yang ada dalam pikiran Anda, Saya, Kita? Bodoh sekali!
Rakyat!
Tidak perlu menjadi sosialis untuk menjadi berani, tidak perlu menjadi komunis untuk berani, taidak perlu jadi Teroris untuk berani, tidak perlu jadi kanan! tidak pelu jadi kiri! Jadilah dirimu sendiri, lalu berkacalah di depan cermin! sudah merdekakah Anda, Kita?! Apa yang membuat kita berpikir merdeka, ketika kita kesulitan membayar sekolah anak-anak kita, ketika kita melihat perguruan tinggi hanya untuk memantapkan kelas borjuis semata? ketika kita melihat susahnya membeli beras dengan kualitas baik untuk anak-anak kita? ketika kita tak bisa di layani di rumah sakit karena tk punya uang dan jaminan asuransi? ketika kita menghina-hina diri mengantri zakat dan saling injak dengan sesama kawan yang sama-sama terhina?
Rakyat!
Cobalah tengok para sialan itu? yang gagah dengan mobil mewah hasil merampok BLBI kemarin dulu, yang rumahnya megah hasil kongkalikong proyek negara, yang bajunya necis hasil nyeip uang pajak! Sialan! sementara kita masih menangis melihat anak-anak tidur di kolong jembatan, tidur di pinggir kaleng-kaleng recehan di pinggir jalan, anak-anak kita yang meratap sekedar makan, sekedar minum? Sialan!
Rakyat!
Pajak yang kita bayar, untuk apa? wakaf tanah kita untuk membangun jalan, untuk apa? hibah, zakat dan segala omong kosong berkedok agama, untuk apa? untuk mereka para sialan? Kenapa kita mesti berkorban untuk orang yang bukan anak-anak kita, bukan saudara kita, bahkan untuk orang yang ketemu pun tidak pernah! untuk apa? untuk mendzalimi anak-anak kita? untuk sekedar ucapan "selamat anda pahlawan bangsa"? untuk apa?
Rakyat!
Bangkitlah dengan kaki hebatmu itu! Bangkitlah dengan bangga! dengan hormat! Bangkitlah dengan teriakan "AKULAH RAKYAT, TUHAN NEGERI INI, JIKA AKU BERKATA KAMU JADI PEMIMPIN, MAKA JADILAH PEMIMPIN YANG SERIUS! JANGAN SETENGAH-SETENGAH! JANGAN ASAL PERUTMU TERPENUHI.. ATAU KU CABUT NYAWAMU! KARENA AKULAH RAKYAT! TUHANMU!"
Rakyat!
Merdekalah!
MERDEKA!
Doa Sepenuh
tak punya hati
tak punya jiwa
berbaris menuju neraka
setidaknya maksiatku dengan bangga
karena aku bukan vampir untuk ras ku sendiri
tak punya hati
tak punya jiwa
berbaris menuju neraka
setidaknya dosaku dengan bangga
karena aku tak sempat menuhankan uang dan dunia yang kau agungkan
tak punya hati
tak punya jiwa
berbaris menuju neraka
terkutuklah kau abadi di dasar neraka
yang tega mengabdi pada darah yang kau hisap
yang tega mengabdi pada daging busuk saudaramu sendiri
terkutuklah kau
ee mencret setiap ingat!
tak punya hati
tak punya jiwa
berbaris menuju neraka
tak punya jiwa
berbaris menuju neraka
setidaknya maksiatku dengan bangga
karena aku bukan vampir untuk ras ku sendiri
tak punya hati
tak punya jiwa
berbaris menuju neraka
setidaknya dosaku dengan bangga
karena aku tak sempat menuhankan uang dan dunia yang kau agungkan
tak punya hati
tak punya jiwa
berbaris menuju neraka
terkutuklah kau abadi di dasar neraka
yang tega mengabdi pada darah yang kau hisap
yang tega mengabdi pada daging busuk saudaramu sendiri
terkutuklah kau
ee mencret setiap ingat!
tak punya hati
tak punya jiwa
berbaris menuju neraka
Rasanya Ada Yang Salah
dunia telah membawaku mengarungi jiwa-jiwa yang kering
terpanggang imunitas yang tak perlu
ketidakmampuan ku memahami mereka
makin membuat aku terkatung-katung dalam diskusi panjang
tanpa ujung
tanpa ahir
dan rasanya semakin mengganggu esensialitas logika yang di puja selama ini
mungkin inilah saatnya menutup riset
lalu berkesimpulan
inilah aku dan masyarakatku yang sakit
sakit jiwa
sakit hati
tak punya jiwa
tak punya hati
hanya hantu yang menghantui diri sendiri
dengan kesenangan melayang yang harus di ganyang
rasanya kita harus mulai membuat demarkasi
antara kita dan mereka
terpanggang imunitas yang tak perlu
ketidakmampuan ku memahami mereka
makin membuat aku terkatung-katung dalam diskusi panjang
tanpa ujung
tanpa ahir
dan rasanya semakin mengganggu esensialitas logika yang di puja selama ini
mungkin inilah saatnya menutup riset
lalu berkesimpulan
inilah aku dan masyarakatku yang sakit
sakit jiwa
sakit hati
tak punya jiwa
tak punya hati
hanya hantu yang menghantui diri sendiri
dengan kesenangan melayang yang harus di ganyang
rasanya kita harus mulai membuat demarkasi
antara kita dan mereka
Perhimpunan Dosa
ketika memulai mata membuka
dengan mudah jalan maksiat di temukan
lalu di tempuhi satu persatu
di nikmati dengan ketelanjangan tanpa malu malu
tanpa memilah
tanpa memilih
karena tak perlu
untuk apa?
jika semua adalah kenikmatan?
tak perlu kerja terlalu keras
dan nikmatpun di teguk dengan rakus dan tanpa sungkan
dan bodohlah yang banci menolaknya
ketika kaki melangkah
dalam pilihan
antara menjadi alim dengan kepalsuan yang menyiksa
atau
menjadi kenyang menghapus dagaha kenikmatan
perempuan perempuan terpilih untuk di cintai
makanan yang terlalu manis untuk di lewatkan
dan jadilah setiap hari menjadi valentine
merasuk
mengalir di setiap sel
mengelus lekuk yang paling ingin di sentuh
dengan napsu dan napas memburu
sedetik semenit sejam sehari menjadi sama
terburu buru
takut waktu habis terbuang percuma
memeluk
lama
menciumi setiap waktu
mengecup setiap titik
yang membuat kita lupa tak lagi berbaju
ketika menoleh
tak ada lagi bayangan
tak ada lagi jalan kembali
hanya terus menikmati sampai napas berhenti terengah
dengan atau tanpa kita
tanpa aku
tanpa kau
yang lalu lalang dalam degup yang mengencang
yang mencinta berlama-lama
kalau perlu dengan viagra
tak perduli jantung terlalu cepat
yang mungkin mengerem tiba tiba
lalu
plek plek plek
hahahaha
saking asyik terlalu masyhuk
malaikat maut berdiri lalu berkata
wah..
over dosis...
dan dunia menggelap
sambil menyesal
kenapa mesti pakai obat segala
padahal tak penting berjam jam
kalau bisa berulang ulang
menikmati waktu esok hari
kalau tak ketahuan
mungkin malaikat juga tak perlu datang
ketika itu
ah..
sayang sekali
habislah kita
tak lagi bisa menikmati
menghimpun dosa
dan hidup lagi
dengan mudah jalan maksiat di temukan
lalu di tempuhi satu persatu
di nikmati dengan ketelanjangan tanpa malu malu
tanpa memilah
tanpa memilih
karena tak perlu
untuk apa?
jika semua adalah kenikmatan?
tak perlu kerja terlalu keras
dan nikmatpun di teguk dengan rakus dan tanpa sungkan
dan bodohlah yang banci menolaknya
ketika kaki melangkah
dalam pilihan
antara menjadi alim dengan kepalsuan yang menyiksa
atau
menjadi kenyang menghapus dagaha kenikmatan
perempuan perempuan terpilih untuk di cintai
makanan yang terlalu manis untuk di lewatkan
dan jadilah setiap hari menjadi valentine
merasuk
mengalir di setiap sel
mengelus lekuk yang paling ingin di sentuh
dengan napsu dan napas memburu
sedetik semenit sejam sehari menjadi sama
terburu buru
takut waktu habis terbuang percuma
memeluk
lama
menciumi setiap waktu
mengecup setiap titik
yang membuat kita lupa tak lagi berbaju
ketika menoleh
tak ada lagi bayangan
tak ada lagi jalan kembali
hanya terus menikmati sampai napas berhenti terengah
dengan atau tanpa kita
tanpa aku
tanpa kau
yang lalu lalang dalam degup yang mengencang
yang mencinta berlama-lama
kalau perlu dengan viagra
tak perduli jantung terlalu cepat
yang mungkin mengerem tiba tiba
lalu
plek plek plek
hahahaha
saking asyik terlalu masyhuk
malaikat maut berdiri lalu berkata
wah..
over dosis...
dan dunia menggelap
sambil menyesal
kenapa mesti pakai obat segala
padahal tak penting berjam jam
kalau bisa berulang ulang
menikmati waktu esok hari
kalau tak ketahuan
mungkin malaikat juga tak perlu datang
ketika itu
ah..
sayang sekali
habislah kita
tak lagi bisa menikmati
menghimpun dosa
dan hidup lagi
Sumpah aku! yang Ayah mu!
Anakku bagai mana aku harus memeluk tubuh mu jika kau tak lagi memiliki tubuh?
Anakku bagaimana aku menutupi lubang peluru di tubuh mu jika untuk menyentuh mu pun aku tak mampu?
Anakku bagai mana aku mampu pulang ke Tuhan yang menitipkan mu jika belum ku balas sakit di kepala mu?
Anakku, tolong ayah.. berhentilah menangis.. bagai mana aku masih sanggup bernapas jika masih mampu menatap sakit mu?
Anak anak matahari ku…
Jangan kau tatap ayahmu seperti itu..
Ayah berjanji atas nama engkau anak-anak matahariku.. tak lah pantas aku mati dan menemui Rabbku sebelum ku balas sakit mu!
Kepada Santa Theresia
Ke Vatikan akhirnya aku pergi mencari mu
di sudut sudut Santo Petrus
di ruang gelap kapel Sistina
kalau perlu sampai ke Necropolis!
Aku tentu bukanlah Bernini yang membuatkan ekstase untukmu
setidaknya
aku sempat bertanya;
dov'e la chiesa Santa Maria della Vittoria?
Dan sampailah aku di hadapanmu
memujamu lalu berharap menjadi Malaikat
yang menusukmu dengan hangat apiku
lalu menusukmu lagi dan lagi
sampai kau paham bahwa aku lah malaikatmu
Santa Teresaku
limpahi aku dengan maafmu
apapun yang ku lakukan...
Oh malam yang menjanjikan keajaiban Tuhan kepadaku
aku persembahkan tubuh
darah
dan jiwa yang paling berharga ini
sebagai perbaikan bagi kemurkaan
pelanggaran
dan pengabaian
Santa Teresa
maafkan aku
sungguh
di sudut sudut Santo Petrus
di ruang gelap kapel Sistina
kalau perlu sampai ke Necropolis!
Aku tentu bukanlah Bernini yang membuatkan ekstase untukmu
setidaknya
aku sempat bertanya;
dov'e la chiesa Santa Maria della Vittoria?
Dan sampailah aku di hadapanmu
memujamu lalu berharap menjadi Malaikat
yang menusukmu dengan hangat apiku
lalu menusukmu lagi dan lagi
sampai kau paham bahwa aku lah malaikatmu
Santa Teresaku
limpahi aku dengan maafmu
apapun yang ku lakukan...
Oh malam yang menjanjikan keajaiban Tuhan kepadaku
aku persembahkan tubuh
darah
dan jiwa yang paling berharga ini
sebagai perbaikan bagi kemurkaan
pelanggaran
dan pengabaian
Santa Teresa
maafkan aku
sungguh
Melamun Membantu Pak SBY
Pagi ini rencanaku
meneruskan riset menyusur benang kusut yang membuat pemeritah bingung
bertahun tahun. Hanya untuk sekedar menjawab pertanyaan: kenapa daya
serap anggaran kita di kuartal pertama selalu berkinerja buruk. Yang
lucu sebenarnya adalah tak cukup penelitian membuktikan bahwa daya serap
anggaran bisa berefek buruk pada perekonomian kita sebagai sebuah
bangsa, sebagai sebuah negara. Maka mulailah hari-hari kemarin aku
menyusur setiap data, memastikan bahwa daya serap ini merupakan hal
penting untuk di perbincangkan. Bukan apa-apa, setelah di cek hal ini
ternyata sudah jadi "catur" sejak 2005. Dimana pada tahun 2006
BPK mengajukan keberatan dan pertanyaan: kenapa itu terjadi (BPK
menyelidiki apakah mungkin ada penyimpangan/ korupsi.. kira-kira
begitulah analisa LKPP BPK.
Pagi ini saya ketawa saja. kalau memang sepenting itu, kenapa tidak dipecahkan? sampai-sampai saya lihat Presiden SBY mengeluhkan hal ini berurut-turut 3 x April! Kan kasihan Pak SBY, sepertinya cuma bicara sama tembok? apakah sedemikian rendah apresiasi aparatur negara terhadap pak SBY.
Secara sederhana sebenarnya bisa kita ilustrassikan. Anak saya minta uang saku untuk keperluan bekal sekolah. Setelah di hitung dia bilang butuh 15 ribu rupiah. Wah.. ayah cuma punya uang 10 ribu rupiah.. yah sudah nanti ayah pinjam uang ke tetangga. Dan dikasih lah ia uang 15 ribu rupiah. Sepulang sekolah saya tanya: "uantganya sudah habis nak? dia pun menjawab"tidak yah, masih sisa 4000 rupiah, ade bingung mau dipakai apa
Dari ilustrasi sederhana tadi sebagai seorang ayah maka kita bisa menarik kesimpulan sederhana
Ternyata merenung di pagi hari lumayan bermanfaat. bahkan untuk sekedar memahami Ekonomi Makro dari sudut Manajemen Waktu pada Keuangan Negara. hmmmm
Pagi ini saya ketawa saja. kalau memang sepenting itu, kenapa tidak dipecahkan? sampai-sampai saya lihat Presiden SBY mengeluhkan hal ini berurut-turut 3 x April! Kan kasihan Pak SBY, sepertinya cuma bicara sama tembok? apakah sedemikian rendah apresiasi aparatur negara terhadap pak SBY.
Secara sederhana sebenarnya bisa kita ilustrassikan. Anak saya minta uang saku untuk keperluan bekal sekolah. Setelah di hitung dia bilang butuh 15 ribu rupiah. Wah.. ayah cuma punya uang 10 ribu rupiah.. yah sudah nanti ayah pinjam uang ke tetangga. Dan dikasih lah ia uang 15 ribu rupiah. Sepulang sekolah saya tanya: "uantganya sudah habis nak? dia pun menjawab"tidak yah, masih sisa 4000 rupiah, ade bingung mau dipakai apa
Dari ilustrasi sederhana tadi sebagai seorang ayah maka kita bisa menarik kesimpulan sederhana
- Si anak melakukan kesalahan perencanaan kebutuhan uang di sekolah, yang ternyata tidak sebesar yang ia kira. maka sang ayah memutuskan mulai besok uang sakunya di kurangi dan sang ayah tak perlu lagi meminja uang terlalu besar pada para tetangga.
- Si anak memang kebingungan karena ketika memberikan uang sang ayah bilang "nanti uangnya jangan dibelikan jajanan yang tidak-tidak ya.. kalo beli baso jangan yang mahal yang 500 rupiah saja" ternyata si anak memang bingung "apa maksudnya jajanan yang tidak-tidak itu?" dan si anak juga bingung beli baso di sekolahnya biasa 550 rupiah permangkok. maka sang ayah memutuskan "oooohhhh lain kali aku akan mebuat aturan yang lebih jelas, yang terukur atas semua jenis barang dan jasa yang boleh dan tidak boleh dibeli. dan akan aku buat aturan alternatif jika harga barang dan jasa yg ditetapkan tidak sesuai ketentuan berapa range yang diijinkan dan bagai mana jika diluar itu apakah sang anak boleh sms ayahnya minta pertimbangan. sang ayah paham sekarang.. sang anak memang kebingungan membelanjakan uangnya karena sebagai anak yang berbakti dia takut salah dan nanti malah di marahi ayahnya.
Ternyata merenung di pagi hari lumayan bermanfaat. bahkan untuk sekedar memahami Ekonomi Makro dari sudut Manajemen Waktu pada Keuangan Negara. hmmmm
Memahami makna dan posisi Kesederhanaan dan Kompleksitas dalam Metode dan Model Berpikir
Background:
Bagi banyak orang, pertanyaan “Untuk apa berfilsafat?” menyiratkan suatu kepentingan praktis, yaitu “Apa manfaat filsafat untukku, selain pengetahuan demi pengetahuan itu sendiri?” Ada sebuah pertanyaan yang juga praktis untuk pertanyaan itu. Keterlibatan kita secara kritis dalam filsafat dapat mengubah keyakinan-keyakinan dasar kita, termasuk sistem nilai yang kita miliki dan bagaimana kita memandang dunia secara umum. Perubahan sistem nilai atau pun pandangan-dunia kita itu dapat mengubah perspektif kebahagiaan kita, tujuan yang hendak kita kejar dalam profesi kita, atau sekedar gaya hidup kita. Namun, manfaat-manfaat itu lebih merupakan hasil sampingan saja, bukan tujuan yang spesifik dari kajian filsafat.
Pertanyaanya kemudian adalah apakah dalam upaya mencari hakikat tersebut dalam perkuliahan filsafat management yang diampu oleh Prof. Sanusi merubah keyakinan-keyakinan dasar dalam berpikir penulis? Karena jika perubahan itu tidak terjadi maka, penulis gagal dalam mencapai tujuan belajar (Upi Suprayogi, 155:2007). Penulis gagal mereduksi setiap kalimat yang dilontarkan dalam diskusi perkuliahan, berarti penulis gagal dalam mengeleminir pengetahuan-pengetahuan yang tidak esensi mencapai hakikat berfilsafat!
Aims:
Makalah ini bertujuan untuk melakukan otokritik terhadap penulis dalam perkuliahan filsafat management yang diampu oleh Prof. Sanusi. Sehingga menjadi cukup dasar alasan atas asumsi-asumsi yang ingin di bentuk dalam pola pikir penulis. Kesimpulan–kesimpulan ini menjadi penting bagi penulis dan bahkan bagi mahasiswa penulis, sehingga penulis memahami betul kebutuhan dari mahasiswa yang sedang menjadi pembelajar di kelas–kelas yang penulis ampu (seperti ide: Barliana Kartakusumah, 78:2006).
Potential Impact:
Bagi penulis:
Tampaknya diskusi ini, menjadi base on thinking more deeply terhadap pemahaman yang dilakukan dalam cara, metode, model, prilaku dari berpikir. Pada diskusi ini lah kemudian penulis mengintegrasikan semua ide dan pemikiran selama ini dalam sebuah makalah yang lebih terstruktur sehingga orang nantinya bisa lebih memahami cara dan hasil berpikir penulis. Penulis kemudian memahami posisi yang untuk sementara pihak yang hanya mendengar paparan seakan-akan yang vis-a-vis dengan pendapat umum di kelas. Seakan–akan mengahadapkan kesedarhanaan dan kompleksitas berpikir. Disinilah kemudian timbul pemikiran untuk lebih menggali lagi kemampuan untuk mengkomunikasikan ide, sehingga orang / khalayak bisa lebih memahami cara dan hasil berpikir dari penulis, sehingga berpikir dan hasilnya kemudian tidaklah menjadi sebuah kesia-sian.
Pada diskusi ini pula akhirnya penulis memiliki perspektif baru, reposisi dari kesederhanaan dan kompleksitas berpikir. Yang kemudian penulis terapkan dalam disertasi penulis. Berdasarkan hasil berpikir, berdiskusi penulis berkesimpulan bahwa masalah itu sederhana, penyelesaiannya pun sederhana, sedangkan kompleksitas sendiri berada di antaranya. Kompleksitas adalah kerangka berpikir, seperti yang telah penulis tulis pada makalah sebelumnya. Tetapi persisnya lokasi kompleksitas dalam sebuah pemecahan masalah adalah pada variabel Y0 - Yi sedangkan kesederhanaan tergambar pada posisi variabel X dan Z maupun Z0 - Zε. Sehingga seharusnya kesederhanaan dan kompleksitas adalah harmoni yang saling melengkapi dalam metode, proses, dan hasil berpikir. Seperti yang penulis aplikasikan dalam model penelitian disertasi penulis berikut:
Bagi pembelajar lain:
Dalam persepsi penulis, pencarian hakikat yang kemudian menemukan pemikiran dan ide-ide baru sebagai tujuan dari berfilsafat tampaknya belum tampak pada banyak pembelajar yang lain. Metoda copy-faste baik dari sisi ide/ tema maupun penulisan makalah secara umum tampaknya masih menjadi tren. Sehingga makalah filsafat yang seharusnya menjadi medan kumpulan pergumulan para penulisnya, menjadi absurt. Tampaknya kebanyakan pembelajar hanya berhasil men-captures ide dan pemikiran pergumulan berpikir orang lain. Sehingga secara pribadi penulis memandang ke-baru-an yang menimbulkan diskusi bahkan berdebat dalam ide-ide filsafat belum lahir. Apalagi kalau kita ingin menohok dengan lebih keras pada “filsafat management”.
Tentu saja tanggapan ini sangat subjektif. Dengan segala kerendahan hati itu diakui, tetapi bukankah ini sebuah otokritik terhadap kegiatan yang kita lakukan (Budi Hardiman dalam Tempo, 173:2006). Dan bukankah otokritik itu memang bermakna memandang objek seobjektif mungkin dalam kerangka subjektif?
Conclution:
Kesimpulan besar dalam perkuliahan ini yang didapatkan adalah
References:
Upi Suprayogi. 2007. Pendidikan Usia Lanjut. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan: Bagian 4, Pendidikan Lintas Bidang. Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI. Imperial Bakti Utama.
Barliana Kartakusumah. 2006. Pemimpin Adiluhung Genealogi Kepemimpinan Kontemporer. Mizan Publika.
Sonny Keraf. 1998. Etika Bisnis: Tujuan dan Rlevansinya. Pustaka Filsafat. Kanisius
Tempo. 2006. Volume 35,Masalah 31-35 hal 173. Badan Usaha Jaya Press Jajasan Jaya Raya.
Bagi banyak orang, pertanyaan “Untuk apa berfilsafat?” menyiratkan suatu kepentingan praktis, yaitu “Apa manfaat filsafat untukku, selain pengetahuan demi pengetahuan itu sendiri?” Ada sebuah pertanyaan yang juga praktis untuk pertanyaan itu. Keterlibatan kita secara kritis dalam filsafat dapat mengubah keyakinan-keyakinan dasar kita, termasuk sistem nilai yang kita miliki dan bagaimana kita memandang dunia secara umum. Perubahan sistem nilai atau pun pandangan-dunia kita itu dapat mengubah perspektif kebahagiaan kita, tujuan yang hendak kita kejar dalam profesi kita, atau sekedar gaya hidup kita. Namun, manfaat-manfaat itu lebih merupakan hasil sampingan saja, bukan tujuan yang spesifik dari kajian filsafat.
Pertanyaanya kemudian adalah apakah dalam upaya mencari hakikat tersebut dalam perkuliahan filsafat management yang diampu oleh Prof. Sanusi merubah keyakinan-keyakinan dasar dalam berpikir penulis? Karena jika perubahan itu tidak terjadi maka, penulis gagal dalam mencapai tujuan belajar (Upi Suprayogi, 155:2007). Penulis gagal mereduksi setiap kalimat yang dilontarkan dalam diskusi perkuliahan, berarti penulis gagal dalam mengeleminir pengetahuan-pengetahuan yang tidak esensi mencapai hakikat berfilsafat!
Aims:
Makalah ini bertujuan untuk melakukan otokritik terhadap penulis dalam perkuliahan filsafat management yang diampu oleh Prof. Sanusi. Sehingga menjadi cukup dasar alasan atas asumsi-asumsi yang ingin di bentuk dalam pola pikir penulis. Kesimpulan–kesimpulan ini menjadi penting bagi penulis dan bahkan bagi mahasiswa penulis, sehingga penulis memahami betul kebutuhan dari mahasiswa yang sedang menjadi pembelajar di kelas–kelas yang penulis ampu (seperti ide: Barliana Kartakusumah, 78:2006).
Potential Impact:
Bagi penulis:
Tampaknya diskusi ini, menjadi base on thinking more deeply terhadap pemahaman yang dilakukan dalam cara, metode, model, prilaku dari berpikir. Pada diskusi ini lah kemudian penulis mengintegrasikan semua ide dan pemikiran selama ini dalam sebuah makalah yang lebih terstruktur sehingga orang nantinya bisa lebih memahami cara dan hasil berpikir penulis. Penulis kemudian memahami posisi yang untuk sementara pihak yang hanya mendengar paparan seakan-akan yang vis-a-vis dengan pendapat umum di kelas. Seakan–akan mengahadapkan kesedarhanaan dan kompleksitas berpikir. Disinilah kemudian timbul pemikiran untuk lebih menggali lagi kemampuan untuk mengkomunikasikan ide, sehingga orang / khalayak bisa lebih memahami cara dan hasil berpikir dari penulis, sehingga berpikir dan hasilnya kemudian tidaklah menjadi sebuah kesia-sian.
Pada diskusi ini pula akhirnya penulis memiliki perspektif baru, reposisi dari kesederhanaan dan kompleksitas berpikir. Yang kemudian penulis terapkan dalam disertasi penulis. Berdasarkan hasil berpikir, berdiskusi penulis berkesimpulan bahwa masalah itu sederhana, penyelesaiannya pun sederhana, sedangkan kompleksitas sendiri berada di antaranya. Kompleksitas adalah kerangka berpikir, seperti yang telah penulis tulis pada makalah sebelumnya. Tetapi persisnya lokasi kompleksitas dalam sebuah pemecahan masalah adalah pada variabel Y0 - Yi sedangkan kesederhanaan tergambar pada posisi variabel X dan Z maupun Z0 - Zε. Sehingga seharusnya kesederhanaan dan kompleksitas adalah harmoni yang saling melengkapi dalam metode, proses, dan hasil berpikir. Seperti yang penulis aplikasikan dalam model penelitian disertasi penulis berikut:
Bagi pembelajar lain:
Dalam persepsi penulis, pencarian hakikat yang kemudian menemukan pemikiran dan ide-ide baru sebagai tujuan dari berfilsafat tampaknya belum tampak pada banyak pembelajar yang lain. Metoda copy-faste baik dari sisi ide/ tema maupun penulisan makalah secara umum tampaknya masih menjadi tren. Sehingga makalah filsafat yang seharusnya menjadi medan kumpulan pergumulan para penulisnya, menjadi absurt. Tampaknya kebanyakan pembelajar hanya berhasil men-captures ide dan pemikiran pergumulan berpikir orang lain. Sehingga secara pribadi penulis memandang ke-baru-an yang menimbulkan diskusi bahkan berdebat dalam ide-ide filsafat belum lahir. Apalagi kalau kita ingin menohok dengan lebih keras pada “filsafat management”.
Tentu saja tanggapan ini sangat subjektif. Dengan segala kerendahan hati itu diakui, tetapi bukankah ini sebuah otokritik terhadap kegiatan yang kita lakukan (Budi Hardiman dalam Tempo, 173:2006). Dan bukankah otokritik itu memang bermakna memandang objek seobjektif mungkin dalam kerangka subjektif?
Conclution:
Kesimpulan besar dalam perkuliahan ini yang didapatkan adalah
- Tampaknya tetap perlu mahasiswa diarahkan pada diskusi/perdebatan filsafat yang lebih ke ranah filsafat management (Buck Rogers dan Robert L. Shook dalam Sonny Keraf, 252:1998). Sayang sekali penulis adalah pembicara pembuka, sehingga keputusan tema cara berpikir harus diambil. Sebelum memasuki management field yang lebih serius.
- Pemikiran efektifitas dan efesisensi dalam perkuliahan filsafat management, dari sisi penulis sendiri telah diraih pada sisi hasil. Tetapi harus di sadari bahwa kemampuan penulis dalam menyampaikan ide harus lebih dipertajam lagi. Belajar lagi. Lebih keras, sekeras-kerasnya.
References:
Upi Suprayogi. 2007. Pendidikan Usia Lanjut. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan: Bagian 4, Pendidikan Lintas Bidang. Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI. Imperial Bakti Utama.
Barliana Kartakusumah. 2006. Pemimpin Adiluhung Genealogi Kepemimpinan Kontemporer. Mizan Publika.
Sonny Keraf. 1998. Etika Bisnis: Tujuan dan Rlevansinya. Pustaka Filsafat. Kanisius
Tempo. 2006. Volume 35,Masalah 31-35 hal 173. Badan Usaha Jaya Press Jajasan Jaya Raya.
Dermaga Kita: Hendak Kau Simpan Dimana?
Banyak orang bilang dermaga itu tempat kita berlabuh
mungkin sekaligus menambatkan
agar tak jauh perahu kita terayun ombak
tiap malam
yang kadang membuat kita berayun jauh
jauh sampai ketempat yang kita sendiri heran
mana mungkin kita terlempar sebegitu jauh?
Banyak orang lalu terkaget-kaget
lupa membiarkan dermaga terlapuk usia
lalu bingung memastikan dimana salahnya
kemana kau kemarin dulu?
Banyak orang sepertinya tak paham
dermaga itu tempat yang paling indah untuk memandang
memandang jauh menembus pikiran dan waktu
melewati kabut
berangan angan
bermimpi bersama
sekedar obrolan ringan pengantar tidur
Banyak orang bahkan
tak pernah melihat dermaga
lalu
kenapa kau tak mensyukurinya?
mungkin sekaligus menambatkan
agar tak jauh perahu kita terayun ombak
tiap malam
yang kadang membuat kita berayun jauh
jauh sampai ketempat yang kita sendiri heran
mana mungkin kita terlempar sebegitu jauh?
Banyak orang lalu terkaget-kaget
lupa membiarkan dermaga terlapuk usia
lalu bingung memastikan dimana salahnya
kemana kau kemarin dulu?
Banyak orang sepertinya tak paham
dermaga itu tempat yang paling indah untuk memandang
memandang jauh menembus pikiran dan waktu
melewati kabut
berangan angan
bermimpi bersama
sekedar obrolan ringan pengantar tidur
Banyak orang bahkan
tak pernah melihat dermaga
lalu
kenapa kau tak mensyukurinya?
Pengalaman Selama Menuntut Ilmu
(sekedar berbagi)
Banyak mahasiswa, terutama mahasiwa pasca sarjana kita yang kesulitan dalam proses bimbingan dengan pembimbingnya karena tiga hal (1) pembimbingnya berharap si mahasiswa lebih banyak melakukan studi mandiri (2) pembimbingnya berharap mahasiswa telah memahaminya pada perkuliahan di jenjang pendidikan sebelumnya atau yang ke (3) pembimbingnya terlalu sibuk sehingga proses bimbingan seringkali terbengkalai. (seringkali kita dapati seorang pembimbing di kita yang juga pejabat struktural di kampusnya, aktif di kegiatan sosial politik atau bahkan membingbing jumlah mahasiswa jauh diluar kemampuan idealnya).
Pada banyak kasus, banyak juga pembimbing yang hanya memahami satu jenis metode penelitian: kuantitatif saja; atau kualitatif saja. Hal ini biasanya diakibatkan karena pengalaman akademisnya ketika beliau kuliah yang mungkin hanya menggunakan kualitiatif saja, atau kuantitatif saja. Sedangkan, prodi yang membagi-bagi mahasiswa untuk dibimbing sering tidak hirau terhadap kompetensi pembimbingnya.
Terkadang ada juga pembimbing yang terpaku pada jenis software tertentu. Misalnya kebanyakan mahasiswa diajari menggunakan SPSS. Padahal tentu untuk bidang tertentu (misalnya ilmu-ilmu sosial) analisis indikator yang dilakukan secara bersamaan dengan analisis kausalitas lebih mudah menggunakan Lisrel atau Amos. Untuk data yang waktunya runtun tentu lebih cocok Eviews dst. Bahkan bisa jadi ada diantara kita yang tidak lulus sidang karena ada mahasiswa yang menggunakan software untuk menganalisis data pada penelitian kualitatif, wah... ngga kebayang..
Hal ini bisa diperparah dengan pengetahuan pembimbing terhadap simbol matematis sebuah persamaan. Misalnya jika sewaktu kuliahnya dulu beliau diajari regresi linier berganda dengan persamaan Y = c + ax1 + bx2 banyak dari beliau yang menyalahkan kalau mendapati mahasiswanya menggunakan persamaan Y = p1x1 + p2x2 + p3e. Bahkan dalam suatu sidang penguji bisa mentidakluluskan mahasiswa yang bersangkutan. Bahkan ada juga kejadian, mahasiswa tidak lulus sidang karena menggunakan nilai beta koefisien yang standarized. Hanya karena menurut dia nilai beta itu harus yang unstandarized.
Keempat permasalahan ini sering membuat para mahasiswa enggan atau setidaknya mengalami penurunan semangat dalam menyelesaikan studi. Dilain pihak banyak mahasiswa di program pasca sarjana yang juga harus disibukkan oleh pekerjaannya. Hmm ini lah yang membuat kita seringkali merasa ngga enak hati, ragu bahkan rendah diri terhadap keilmuan kita sendiri.
Banyak mahasiswa, terutama mahasiwa pasca sarjana kita yang kesulitan dalam proses bimbingan dengan pembimbingnya karena tiga hal (1) pembimbingnya berharap si mahasiswa lebih banyak melakukan studi mandiri (2) pembimbingnya berharap mahasiswa telah memahaminya pada perkuliahan di jenjang pendidikan sebelumnya atau yang ke (3) pembimbingnya terlalu sibuk sehingga proses bimbingan seringkali terbengkalai. (seringkali kita dapati seorang pembimbing di kita yang juga pejabat struktural di kampusnya, aktif di kegiatan sosial politik atau bahkan membingbing jumlah mahasiswa jauh diluar kemampuan idealnya).
Pada banyak kasus, banyak juga pembimbing yang hanya memahami satu jenis metode penelitian: kuantitatif saja; atau kualitatif saja. Hal ini biasanya diakibatkan karena pengalaman akademisnya ketika beliau kuliah yang mungkin hanya menggunakan kualitiatif saja, atau kuantitatif saja. Sedangkan, prodi yang membagi-bagi mahasiswa untuk dibimbing sering tidak hirau terhadap kompetensi pembimbingnya.
Terkadang ada juga pembimbing yang terpaku pada jenis software tertentu. Misalnya kebanyakan mahasiswa diajari menggunakan SPSS. Padahal tentu untuk bidang tertentu (misalnya ilmu-ilmu sosial) analisis indikator yang dilakukan secara bersamaan dengan analisis kausalitas lebih mudah menggunakan Lisrel atau Amos. Untuk data yang waktunya runtun tentu lebih cocok Eviews dst. Bahkan bisa jadi ada diantara kita yang tidak lulus sidang karena ada mahasiswa yang menggunakan software untuk menganalisis data pada penelitian kualitatif, wah... ngga kebayang..
Hal ini bisa diperparah dengan pengetahuan pembimbing terhadap simbol matematis sebuah persamaan. Misalnya jika sewaktu kuliahnya dulu beliau diajari regresi linier berganda dengan persamaan Y = c + ax1 + bx2 banyak dari beliau yang menyalahkan kalau mendapati mahasiswanya menggunakan persamaan Y = p1x1 + p2x2 + p3e. Bahkan dalam suatu sidang penguji bisa mentidakluluskan mahasiswa yang bersangkutan. Bahkan ada juga kejadian, mahasiswa tidak lulus sidang karena menggunakan nilai beta koefisien yang standarized. Hanya karena menurut dia nilai beta itu harus yang unstandarized.
Keempat permasalahan ini sering membuat para mahasiswa enggan atau setidaknya mengalami penurunan semangat dalam menyelesaikan studi. Dilain pihak banyak mahasiswa di program pasca sarjana yang juga harus disibukkan oleh pekerjaannya. Hmm ini lah yang membuat kita seringkali merasa ngga enak hati, ragu bahkan rendah diri terhadap keilmuan kita sendiri.
Pendidikan dalam System yang Peodalistik
Di dalam kamus kita setidknya ada 3 pengertian feodalisme 1. sistem sosial atau politik yg memberikan kekuasaan yg besar kpd golongan bangsawan; 2. sistem sosial yg mengagung-agungkan jabatan atau pangkat dan bukan mengagung-agungkan prestasi kerja; 3. sistem sosial di Eropa pd Abad Pertengahan yg ditandai oleh kekuasaan yg besar di tangan tuan tanah. Masyarakat kita sudah lama mengagungagungkan asal-usul, pendidikan, gelar dan segala sebutan turunannya. Sebenarnya, sindiran akan hal ini telah banyak diberikan pada masyarakat kita. Bahkan akhir-akhir ini sindiran pada "kaum haji" lebih parah lagi. Sampai-sampai ada sindiran "haji dua kali"; "haji tiga kali"; bahkan ada sindiran "ah, dia mah bukan haji 3 kali, hajinya sekali yang dua kali itu umroh". hahahaha ini masyarakat kita memang telah sebegitu parahnya?
Di lingkungan akademik pun hal ini telah menjadi lumrah. Salahnya kita adalah, kontribusi yang diberikan oleh kaum terdidik akademisi yang saling memanggil dengan panggilan gelar atau jabatan. Seringkali kita temui di sebuah kampus ada seorang guru yang mengatakan "selamat pagi pak kepala, silahkan pak" begitu ujarnya ketika guru tersebut bertemu dengan kepala sekolahnya. Di jenjang yang lebih tinggi, kita juga sering mendengar "untuk urusan itu silahkan pak Dosen menemui pak Dekan", halah! Yang benar saja? Atau saling memanggil "pak Doktor, bu Doktor, kang Doktor, atau bahkan si Doktor (xixixixi)". Apalagi seringkali saling menyapa itu bukan pada konteks akademik, seperti forum seminar atau lokakarya misalnya.
Sebenarnya hal ini bisa jadi sebagai wujud penghormatan atas kerja keras dan prestasi seseorang. Tetapi, efek merusaknya adalah ketika hal ini kemudian dianggap sebagai sesuatu yang lumrah, ketika di tanggapi sebagai "kelumrahan". Cara pandang ini kemudian akan membuat masyarakat awam menjadi ikut-ikutan mendewakan gelar dan jabatan. Sehingga kita akhirnya semakin terperosok, dan jauh dari sifat zuhud.
Pertanyaan terpentingnya adalah "Jika memang masyarakat akademik merasa lebih terdidik, apakah masyarakat akademik bersedia dengan kesadaran tinggi sebagai bagian dari sesuatu yang sesat dan menyesatkan?"
Belajar dari Waktu
Kelemahan manusia yang paling ditakuti terutama oleh kaum
perempuan adalah menua. Sedangkan dua kata lanjutannya paling ditakuti
kaum adam (menua dan mati). Kenapa kita seringkali takut pada menua dan
mati? Bukankah lebih menakutkan jika kita tak tua-tua dan tak mati-mati.
Coba bayangkan jika kita menjadi manusia yang tak tua-tua? atau tak
juga mati? padahal teman-teman sepermainan kita sudah jauh lebih dahulu meninggalkan kita?
Bukankah yang paling menakutkan justru sepi? kesepian? Rasanya saya ingat betul pertama kali mengajar dulu, ada mahasiswa yang memperkenalkan anak gadisnya kepada saya. (hahaha dia sangka saya belum menikah???). Begitu kaget si Mahasiswa ini ketika saya bilang bahwa saya sudah menikah dan punya 4 orang gadis kecil di rumah? ^_^ Rasanya ingin ketawa ketika ingat dulu banyak mahasiswa menyebut saya dosen muda. hahaha (kok ngga ada istilah dosen tua ya?).
Rasanya baru kemarin saya mengajar di SMA Darul hikam. Waktu itu saya masih 18 tahun, tahun pertama pernikahan saya (saya menikah di usia 17 tahun). Sekarang usia sudah 36 tahun, dan rambut pun sudah beruban banyak. Rasanya kaget... perasaan baru kemarin ikut prajabatan CPNS? wah... waktu berlari sementara saya cuma ngorondang? (ngorondang = merangkak)? Betapa konsistennya sang waktu? rasanya akan aneh justru jika waktu korupsi memperpendek detik, menit atau jam?
Tetapi pertanyaan pokoknya adalah apa yang mau kita lakukan dalam waktu yang mungkin masih tersisa? Lebih bikin tersudut lagi jika kita di tanya: apakah sisa waktu ini akan kita gunakan untuk sepenuhnya membahagiakan anak-anak kita? atau membahagiakan diri sendiri dan berharap anak-anak ikut senang? (hahaha pikiran bodoh???)
Yang jelas, waktu terus bergerak, sementara kita masih mematung... ragu hendak memutuskan apa? hendak melakukan apa?
Bukankah yang paling menakutkan justru sepi? kesepian? Rasanya saya ingat betul pertama kali mengajar dulu, ada mahasiswa yang memperkenalkan anak gadisnya kepada saya. (hahaha dia sangka saya belum menikah???). Begitu kaget si Mahasiswa ini ketika saya bilang bahwa saya sudah menikah dan punya 4 orang gadis kecil di rumah? ^_^ Rasanya ingin ketawa ketika ingat dulu banyak mahasiswa menyebut saya dosen muda. hahaha (kok ngga ada istilah dosen tua ya?).
Rasanya baru kemarin saya mengajar di SMA Darul hikam. Waktu itu saya masih 18 tahun, tahun pertama pernikahan saya (saya menikah di usia 17 tahun). Sekarang usia sudah 36 tahun, dan rambut pun sudah beruban banyak. Rasanya kaget... perasaan baru kemarin ikut prajabatan CPNS? wah... waktu berlari sementara saya cuma ngorondang? (ngorondang = merangkak)? Betapa konsistennya sang waktu? rasanya akan aneh justru jika waktu korupsi memperpendek detik, menit atau jam?
Tetapi pertanyaan pokoknya adalah apa yang mau kita lakukan dalam waktu yang mungkin masih tersisa? Lebih bikin tersudut lagi jika kita di tanya: apakah sisa waktu ini akan kita gunakan untuk sepenuhnya membahagiakan anak-anak kita? atau membahagiakan diri sendiri dan berharap anak-anak ikut senang? (hahaha pikiran bodoh???)
Yang jelas, waktu terus bergerak, sementara kita masih mematung... ragu hendak memutuskan apa? hendak melakukan apa?
Syarat Pintar = Kaya?
Dahulu, untuk menjadi mahasiswa di PTN, rata-rata uang yang
harus disediakan oleh orang tua calon mahasiswa di semester awal
(pertama kali masuk) biasanya tak lebih 1 x gaji PNS waktu itu. Jika
gaji PNS sekitar Rp. 200.000,- (golongan pangkat/ruang III/a) maka biaya
yang harus dikeluarkan untuk masuk sebagai mahasiswa baru di PTN kelas
II (semisal IKIP atau IAIN) sekitar Rp. 200.000,-. Sedangkan untuk PTN Pavorit (UI atau ITB) sekitar Rp. 450.000 - 600.000,-
Sekarang dengan gaji PNS Rp. 2.000.000,- (III/a), uang masuk UPI (dulu IKIP) tidak 2 juta. (dengan asumsi sama dengan dulu gaji PNS=biaya masuk PTN) tetapi rata-rata jurusan sekitar minimal Rp. 13.000.000,- atau sekitar 6 x lipat gaji. Sedangkan untuk UNPAD (jurusan manajemen/hukum) sekitar Rp. 50.000.000,- sedangkan ITB (jurusan manajemen) Rp. 75.000.000,- jika seorang PNS menabung, untuk seorang anak saja, dan hanya sekedar untuk biaya masuk saja (untuk uang semesteran, buku, praktikum dll biar dipikirkan nanti saja... siapa tahu ada rezeki) Maka si PNS setidaknya harus mencicil pinjaman ke Bank minimal selama 7-8 tahun dengan cicilan Rp. 1.800.000,- itu artinya sisa gaji sekitar Rp. 600.000,-
WAH.... mungkin benar indikasi penelitian di Amerika yang salah satunya mengatakan bahwa kesenjangan pengetahuan antara si miskin dan si kaya secara agregat tidak akan pernah bisa bertemu dalam satu titik, atau bisa kita katakan akan terus membentuk 2 buah garis yang relatif sejajar sepanjang masa?
Hmm... mungkin harus ada perubahan, harus ada Education Reform dalam pengelolaan keuangan pendidikan kita. Sebuah solusi yang tidak mengekalkan demarkasi kemiskinan. Dan membuah jauh-jauh kapitalisasi sektor pendidikan. Sayang sekali pendidikan di kita belum menjadi perhatian utama. Mungkin benar kata Bill Gate "Jika sebuah negara tidak mementingkan pendidikan, lihatlah beberapa tahun kedepan. Semua level pekerjaan bergaji tinggi akan lebih dari 50%nya dipenuhi oleh SDM berkualifikasi dari sebuah negara yang percaya bahwa pendidikan itu penting".
Kepada para orang tua, yang sedang bersiap-siap anaknya masuk ke PTN. Bersiaplah!
Sekarang dengan gaji PNS Rp. 2.000.000,- (III/a), uang masuk UPI (dulu IKIP) tidak 2 juta. (dengan asumsi sama dengan dulu gaji PNS=biaya masuk PTN) tetapi rata-rata jurusan sekitar minimal Rp. 13.000.000,- atau sekitar 6 x lipat gaji. Sedangkan untuk UNPAD (jurusan manajemen/hukum) sekitar Rp. 50.000.000,- sedangkan ITB (jurusan manajemen) Rp. 75.000.000,- jika seorang PNS menabung, untuk seorang anak saja, dan hanya sekedar untuk biaya masuk saja (untuk uang semesteran, buku, praktikum dll biar dipikirkan nanti saja... siapa tahu ada rezeki) Maka si PNS setidaknya harus mencicil pinjaman ke Bank minimal selama 7-8 tahun dengan cicilan Rp. 1.800.000,- itu artinya sisa gaji sekitar Rp. 600.000,-
WAH.... mungkin benar indikasi penelitian di Amerika yang salah satunya mengatakan bahwa kesenjangan pengetahuan antara si miskin dan si kaya secara agregat tidak akan pernah bisa bertemu dalam satu titik, atau bisa kita katakan akan terus membentuk 2 buah garis yang relatif sejajar sepanjang masa?
Hmm... mungkin harus ada perubahan, harus ada Education Reform dalam pengelolaan keuangan pendidikan kita. Sebuah solusi yang tidak mengekalkan demarkasi kemiskinan. Dan membuah jauh-jauh kapitalisasi sektor pendidikan. Sayang sekali pendidikan di kita belum menjadi perhatian utama. Mungkin benar kata Bill Gate "Jika sebuah negara tidak mementingkan pendidikan, lihatlah beberapa tahun kedepan. Semua level pekerjaan bergaji tinggi akan lebih dari 50%nya dipenuhi oleh SDM berkualifikasi dari sebuah negara yang percaya bahwa pendidikan itu penting".
Kepada para orang tua, yang sedang bersiap-siap anaknya masuk ke PTN. Bersiaplah!
Pertanggungan Jawab
Sekitar tahun 2002 lalu, ketika masih mengajar di SMPN 2
Cihaurbeuti Ciamis. Ada kata-kata yang terngiang di telinga sampai
sekarang, "Pak Darmawan semangat mengajar?! karena masih baru mengajar,
coba 2-3 tahun kedepan... pasti berkurang semangatnya...", kata seorang
rekan guru ketika sama-sama berjalan menuju ruang kelas. Bu Guru
tersebut, mungkin tidak tahu bahwa saya sudah mengajar sejak 1995.
Pertanyaan pokoknya adalah kenapa pernyataan itu keluar? Apakah kinerja guru memang baik hanya di awal-awal? Apakah saya sebuah anomali jika saya ingin selalu serius mengajar? dan Apakah saya juga boleh mengambil kesimpulan bahwa guru merasa tidak perlu mengajar dengan serius? Apakah boleh seorang guru yang sehari-hari hanya memberi tugas pada siswanya lalu beliau asyik mengobrol di ruang guru? Apakah boleh, seorang guru tidak mengapresiasi dengan layak tugas-tugas yang dikerjakan muridnya? Apakah boleh, seorang guru sampai tidak tahu bahwa seorang murid sudah keluar dan beliau khilaf malah memberi nilai untuk buku raport sang siswa?
Setelah mengajar hampir 18 tahun rasanya ada pemahaman yang mengganjal. Apakah kita kaum guru tidak takut? Ketika kelak (yang entah kapan itu) kita sadar bahwa kita adalah seorang guru yang buruk! karena ketidakseriusan kita mengajar? karena kita lupa bahwa siswa-mahasiswa kita adalah anak manusia? dan kita juga punya anak?
Apakah kita sebagai guru lupa, bahwa jika kita melakukan kesalahan dalam pembelajaran, kita tidak bisa memperbaikinya? karena waktu kita dengan siswa-mahasiswa tak bisa kembali? hmm... kalau di hitung... telah ratusan-ribuan siswa yang saya ajar... apakah mereka akan menjadi "deret aritmetika amal saya"? ataukah "deret geometri dosa saya"?
hmm...
Pertanyaan pokoknya adalah kenapa pernyataan itu keluar? Apakah kinerja guru memang baik hanya di awal-awal? Apakah saya sebuah anomali jika saya ingin selalu serius mengajar? dan Apakah saya juga boleh mengambil kesimpulan bahwa guru merasa tidak perlu mengajar dengan serius? Apakah boleh seorang guru yang sehari-hari hanya memberi tugas pada siswanya lalu beliau asyik mengobrol di ruang guru? Apakah boleh, seorang guru tidak mengapresiasi dengan layak tugas-tugas yang dikerjakan muridnya? Apakah boleh, seorang guru sampai tidak tahu bahwa seorang murid sudah keluar dan beliau khilaf malah memberi nilai untuk buku raport sang siswa?
Setelah mengajar hampir 18 tahun rasanya ada pemahaman yang mengganjal. Apakah kita kaum guru tidak takut? Ketika kelak (yang entah kapan itu) kita sadar bahwa kita adalah seorang guru yang buruk! karena ketidakseriusan kita mengajar? karena kita lupa bahwa siswa-mahasiswa kita adalah anak manusia? dan kita juga punya anak?
Apakah kita sebagai guru lupa, bahwa jika kita melakukan kesalahan dalam pembelajaran, kita tidak bisa memperbaikinya? karena waktu kita dengan siswa-mahasiswa tak bisa kembali? hmm... kalau di hitung... telah ratusan-ribuan siswa yang saya ajar... apakah mereka akan menjadi "deret aritmetika amal saya"? ataukah "deret geometri dosa saya"?
hmm...
Suami Efisien
Suami efisien ialah suami yang memaksimalkan return yang
diharapkan dengan tingkat risiko tertentu yang bersedia ditanggung, atau
suami yang menawarkan risiko terendah dengan tingkat return tertentu.
Mengenai perilaku kaum perempuan sebagi calon investor dalam pembuatan keputusan investasi (memilih calon suami) diasumsikan bahwa semua investor tidak menyukai risiko (risk averse).
Hati-hati dengan ekspektasi return (keuntungan di masa depan) semakin tinggi keuntungan yang diharapkan semakin tinggi resikonya (misalnya karena tingginya nilai si calon suami yang hendak di pilih tentu banyak pesaing, sehingga tinggi kemungkinan si calon memilih calon istri yang juga bernilai setara dengannya, atau bahkan pindah ke lain hati ketika kelak ia menemukan yang lebih bernilai). ^_^
Mengenai perilaku kaum perempuan sebagi calon investor dalam pembuatan keputusan investasi (memilih calon suami) diasumsikan bahwa semua investor tidak menyukai risiko (risk averse).
Hati-hati dengan ekspektasi return (keuntungan di masa depan) semakin tinggi keuntungan yang diharapkan semakin tinggi resikonya (misalnya karena tingginya nilai si calon suami yang hendak di pilih tentu banyak pesaing, sehingga tinggi kemungkinan si calon memilih calon istri yang juga bernilai setara dengannya, atau bahkan pindah ke lain hati ketika kelak ia menemukan yang lebih bernilai). ^_^
Buku Baru
Ketika suatu saat membeli buku baru, anak-anak bertanya: "ayah... untuk apa sebenarnya ayah
membaca begitu banyak buku? dan kelihatannya kok tidak ada
kategorisasinya?"
Hmm... anakku, tau kah kalian dalam sejarah peradaban manusia begitu banyak peristiwa pembakaran buku? Sejak jaman Qin Shi Huang tahun 213 SM, Perpustakaan Bagdad oleh bangsa Mongol, peristiwa Sauberung oleh Nazi... sampai buku-bukunya Pramoedya Ananta di Indonesia? Kenapa mereka membakar buku nak? Karena mereka takut pada kekuatannya?
Ayah mungkin tak akan memiliki kekuatan seperti John Smith No 4! Mungkin bukan jenis manusia super seperti itu. Dan mungkin ayah belum menemukan cara mengembangkan kekuatan super itu, mungkin belum waktunya, mungkin ia sedang tumbuh dan ayah sedang membuatnya berkembang tanpa ayah sadari.
Tapi yakin lah nak... yakin lah anak-anakku, masa depan itu hanya bisa kita pahami setelah membaca pengalaman orang lain dimasa lalu yang mereka tulis dalam beragam buku, yang mungkin kau tak tahu buku yang mana. Oleh karena itu, membacalah sebanyak-banyaknya, dan buatlah dirimu bersiap... untuk masa depan yang kadang kau tak pernah tau datangnya itu. Bersiaplah... membacalah!
Keberhasilan - Kebahagiaan?
Setelah
selesai membaca The Class, Saya merasa makin paham bahwa : "Kebanyakan
Sekolah dan Universitas Besar beserta para guru dan Profesor hebatnya
seringkali hanya mengajarkan bagaimana caranya menjadi berhasil, tetapi
sering lupa mengajari murid dan mahasiswanya cara menjadi bahagia."
Setelah berjam-jam sakit perut dan mual. Memikirkan status abah sendiri tentang keberhasilan-kebahagiaan. Akhirnya abah menemukan entri poinnya:
Sebagai akademisi, kita memang dihadapkan pada dua kutub pemikiran. Secara teoritis (Teori kepuasan Maksimum), pemenuhan kebutuhan manusia akan membentuk sebuah kurva fungsi kuadrat dengan a negatif. Sehingga dalam upayanya memenuhi kepuasan, manusia akan menemui titik maksimum (-b/2a). Dan kemudian lambat-laun keinginan manusia terhadap kebutuhan tersebut akan menurun.
Dilain pihak, agama mengajari kita bahwa manusia adalah mahluk yang tidak akan ada puasnya. Manusia akan memandang dunia layaknya meminum air laut; makin di minum semakin haus. Kenapa kedua pemikiran ini bisa bertolak belakang? Di mana salahnya. Padahal.. sebagai pembelajar kita berkeyakinan bahwa Tuhan dan pengetahuan mustahil bertolak belakang?
Baiklah kita akan mulai menggabungkan kedua perspektif ini. Pendekatan paling lazim yang digunakan para pembelajar dalam memahami sebuah penomena adalah membuat model matematis, persamaan regresi linier dan kuadratis biasanya menjadi pilihan utama. Secara sederhana model kebahagiaan/ keberhasilan = intercept + beta kemakmuran + error term. Kita sering kali dihadapkan pada realita bahwa semakin tinggi kemakmuran maka kebutuhanpun akan ikut meningkat layaknya sebuah garis sejajar yang tidak akan berpotongan menemukan titik kebahagiaan/ keberhasian kan?
Itulah sebabnya kita membutuhkan intercept sebagai titik awal agar memperjelas posisi beta yang selalu bergerak sepanjang garis kepuasan tadi.
Didalam Islam, ada dua form utama yang menjadi panduan mencapai kebahagiaan: rukun iman dan rukun Islam. Pertanyaannya adalah siapakah yang harus beriman itu? Al Qur'an menjelaskan bahwa kewajiban itu dibebankan pada Jin dan Manusia artinya pada yang hayat-hidup. Oleh karena itu bisa kita simpulkan bahwa hidup adalah intercept, hidup adalah konstanta kebahagiaan. Jadi syarat untuk bahagia-berhasil adalah hidup! Tidak ada kebahagiaan-keberhasilan tanpa hidup!
Oleh karena kesimpulan pertama itu maka target pertama kita mencapai keberhasilan-kebahagiaan adalah bagai mana caranya agar tetap hidup. Kebutuhan dasar yang meliputi makan, tidur, tinggal dan tanpa rasa takut haruslah dipenuhi dengan cara yang sederhana. Itulah kenapa kita diajari "berhentilah makan sebelum kau kenyang" atau dalam gaya khas mafia Italy "saya sudah makan tiga kali, kenapa harus pusing untuk memikirkan makan empat kali?".
Berikutnya, rukun islam dimulai dari pernyataan hayat juga, bersaksi, yang hanya bisa dilakukan oleh yang hidup. Kemudian kebutuhan akan harapan-do'a yang mengambil shalat sebagai bentuknya... dan seterusnya sampai menunaikan ibadah haji. Semua kebutuhan ini memerlukan kemakmuran sebagai tools, sebagai alat.
Dan jika yang terakhir ini telah kita penuhi, berhentilah pada garis titik ini. Kemudian telusurilah titik ini sepanjang waktu yang tersisa. Pertahankanlah titik maksimum ini bertahan pada Yt = Xt. Begitu kita berusaha untuk menambah kemakmuran, kita akan mulai terjebak pada ritual meminum air laut, ritual mereguk dunia yang tak pernah akan puas itu, meminum kekayaan fana yang akan membuat kita abadi terpenjara dalam nafsu.
Bagaimana cara mempertahankan titik maksimum ini? Tetaplah mempertahankan prinsip pengabaian pada error term. Biarkan ia selamnya tak kita masukkan dalam model kebahagiaan-keberhasilan kita. Apakah error term ini? Itulah yang kata nabi istri dan anak-anakmu itulah yang kata nabi keberhasilan saudara, tetangga dan orang-orang yang kita kenal. Ya betul kita harus membahagiakan istri/suami dan anak-anak kita, tapi ajaklah mereka tetap pada titik kebahagiaan yang telah kita sepakati. Keberhasilan yang akan membahagiakan kita itu.
Setelah berjam-jam sakit perut dan mual. Memikirkan status abah sendiri tentang keberhasilan-kebahagiaan. Akhirnya abah menemukan entri poinnya:
Sebagai akademisi, kita memang dihadapkan pada dua kutub pemikiran. Secara teoritis (Teori kepuasan Maksimum), pemenuhan kebutuhan manusia akan membentuk sebuah kurva fungsi kuadrat dengan a negatif. Sehingga dalam upayanya memenuhi kepuasan, manusia akan menemui titik maksimum (-b/2a). Dan kemudian lambat-laun keinginan manusia terhadap kebutuhan tersebut akan menurun.
Dilain pihak, agama mengajari kita bahwa manusia adalah mahluk yang tidak akan ada puasnya. Manusia akan memandang dunia layaknya meminum air laut; makin di minum semakin haus. Kenapa kedua pemikiran ini bisa bertolak belakang? Di mana salahnya. Padahal.. sebagai pembelajar kita berkeyakinan bahwa Tuhan dan pengetahuan mustahil bertolak belakang?
Baiklah kita akan mulai menggabungkan kedua perspektif ini. Pendekatan paling lazim yang digunakan para pembelajar dalam memahami sebuah penomena adalah membuat model matematis, persamaan regresi linier dan kuadratis biasanya menjadi pilihan utama. Secara sederhana model kebahagiaan/ keberhasilan = intercept + beta kemakmuran + error term. Kita sering kali dihadapkan pada realita bahwa semakin tinggi kemakmuran maka kebutuhanpun akan ikut meningkat layaknya sebuah garis sejajar yang tidak akan berpotongan menemukan titik kebahagiaan/ keberhasian kan?
Itulah sebabnya kita membutuhkan intercept sebagai titik awal agar memperjelas posisi beta yang selalu bergerak sepanjang garis kepuasan tadi.
Didalam Islam, ada dua form utama yang menjadi panduan mencapai kebahagiaan: rukun iman dan rukun Islam. Pertanyaannya adalah siapakah yang harus beriman itu? Al Qur'an menjelaskan bahwa kewajiban itu dibebankan pada Jin dan Manusia artinya pada yang hayat-hidup. Oleh karena itu bisa kita simpulkan bahwa hidup adalah intercept, hidup adalah konstanta kebahagiaan. Jadi syarat untuk bahagia-berhasil adalah hidup! Tidak ada kebahagiaan-keberhasilan tanpa hidup!
Oleh karena kesimpulan pertama itu maka target pertama kita mencapai keberhasilan-kebahagiaan adalah bagai mana caranya agar tetap hidup. Kebutuhan dasar yang meliputi makan, tidur, tinggal dan tanpa rasa takut haruslah dipenuhi dengan cara yang sederhana. Itulah kenapa kita diajari "berhentilah makan sebelum kau kenyang" atau dalam gaya khas mafia Italy "saya sudah makan tiga kali, kenapa harus pusing untuk memikirkan makan empat kali?".
Berikutnya, rukun islam dimulai dari pernyataan hayat juga, bersaksi, yang hanya bisa dilakukan oleh yang hidup. Kemudian kebutuhan akan harapan-do'a yang mengambil shalat sebagai bentuknya... dan seterusnya sampai menunaikan ibadah haji. Semua kebutuhan ini memerlukan kemakmuran sebagai tools, sebagai alat.
Dan jika yang terakhir ini telah kita penuhi, berhentilah pada garis titik ini. Kemudian telusurilah titik ini sepanjang waktu yang tersisa. Pertahankanlah titik maksimum ini bertahan pada Yt = Xt. Begitu kita berusaha untuk menambah kemakmuran, kita akan mulai terjebak pada ritual meminum air laut, ritual mereguk dunia yang tak pernah akan puas itu, meminum kekayaan fana yang akan membuat kita abadi terpenjara dalam nafsu.
Bagaimana cara mempertahankan titik maksimum ini? Tetaplah mempertahankan prinsip pengabaian pada error term. Biarkan ia selamnya tak kita masukkan dalam model kebahagiaan-keberhasilan kita. Apakah error term ini? Itulah yang kata nabi istri dan anak-anakmu itulah yang kata nabi keberhasilan saudara, tetangga dan orang-orang yang kita kenal. Ya betul kita harus membahagiakan istri/suami dan anak-anak kita, tapi ajaklah mereka tetap pada titik kebahagiaan yang telah kita sepakati. Keberhasilan yang akan membahagiakan kita itu.
Langganan:
Postingan (Atom)