boleh ngga ya, kita doakan kejelekan buat orang yang tidak kita sukai?
Seorang anak kecil bertanya pada ayahnya
"Ayah apakah kita harus mendoakan musuh-musuh kita ?"
Si
Ayah tertegun mendengar pertanyaan itu . Akan tetapi ia pun menjawab
sambil tersenyum " Itu benar anakku , Tuhan sendiri yang mengajarkan nya
"
Maka si anakpun menyahut : " Kalau begitu pendeta tadi pasti punya
banyak musuh . aku dengar dia tadi menyebutkan banyak nama dlm doanya
". (http://www.singayehuda.com)
Kesalahpahaman
di antara kita, yang kemudian melahirkan kecurigaan dan kebencian akan
selalu ada karena kita memang saling berbeda latar belakang. Disukai
banyak orang tentu sebuah kenikmatan. Karena kita akan merasa nyaman,
tenang dan aman bersama mereka. Bebas dari makarnya, jauh dari
kebenciannya, dan dekat dari persahabatannya. Sebab itulah kita selalu
berusaha menyenangkan hati
setiap orang yang kita kenal atau yang tidak kita kenal; menjaga perilaku, ucapan, perasaan, sikap dan sifat yang tidak disukai.
Luqman
Al Hakim, suatu hari menasehati anaknya untuk tidak menggantungkan
hatinya pada kepuasan dan ridha manusia. Sebab, katanya, kepuasan dan
keridhaan manusia pasti sulit dicapai. Dan untuk membuktikan hal ini
kepada anaknya, Luqman pun mengajaknya ke luar rumah, berjalan-jalan di
keramaian manusia, sembari membawa keledai tunggangannya.
Saat
keluar di jalan raya, Luqman menunggangin keledai tersebut dan
membiarkan anaknya berjalan kaki di belakangnya. Ketika melintasi
sekelompok orang, Luqman dan anaknya mendengar mereka berkata, “Lihatlah
lelaki tua itu. Betapa keras hatinya dan betapa tidak punya belas kasih
kepada anaknya. Bagaimana dia tega menunggangi keledai sementara
membiarkan anaknya berjalan kaki di belakang.”
Luqman pun turun
dan menyuruh anaknya menaiki pelana keledai. Ketika melewati sekelompok
orang yang lain, keduanya lagi-lagi mendengar obrolan orang-orang itu
tentang diri mereka, “Perhatikan anak dan bapak itu. Si bapak tentu
tidak pernah mendidik anaknya dengan baik sehingga anaknya tidak bisa
menghormati dan mengasihi bapaknya.”
Anaknya pun turun dari
punggung keledai, lalu berjalan bersama bapaknya di belakang keledai,
tetapi orang-orang yang mereka lewati masih terus berkomentar, “Aneh
sekali dua lelaki ini. Mereka biarkan keledainya berjalan sementara
mereka mengikuti dari belakang.”
Akhirnya, mereka berdua menaiki
keledai tersebut. Namun begitu melewati kerumanan yang lain, komentar
miring pun terdengar, “Lihatlah kedua orang itu. Mereka benar-benar
tidak punya belas kasihan pada binatang. Mereka menyiksanya dengan
menaikinya bersama-sama, padahal badan mereka begitu besar.”
Pada
riwayat lain tentang kisah ini menyebutkan, Luqman dan anaknya kemudian
turun dari keledainya, lalu mengikat dan memikulnya secara
bersama-sama, sehingga semua orang yang melihatnya tertawa dan
menganggap mereka sudah gila.
Realita kehidupan kita memang tidak
pernah menyediakan ruang bebas cela. Karenanya, sebelum kita mendapati
cela itu sediakan selalu ruang di hati kita untuk dicela.
Pertanyaannya
kemudian adalah apakah sabar berarti berdiam diri, dan apakah berdiam
diri berarti sabar? Kebencian orang lain pada kita membutuhkan
penerimaan yang tulus , ikhlas dan sabar. Bukan penerimaan yang
direkayasa. Bukan penerimaan yang sengaja diciptakan, dengan membuat
kita agar kita mendapatkan kebaikan dari perlakukan buruk mereka. Bukan
itu.
Memadamkan benci tidaklah mudah. Karena itu, di hati kita
harus selalu ada ruang yang tersedia untuk menerimanya. Tetapi yang
lebih penting setelah itu, kebencian itu kita hapuskan dengan maaf,
karena sikap itulah yang akan mengantarkan kita kepada surga-Nya Allah
swt, seperti lelaki yang disebut Rasulullah saw sebagai ahli surga, yang
ternyata terbiasa menghapus kebencian dari hatinya kepada siapa saja,
sebelum ia tidur malam.
(Ustadz Sulthan Hadi, Majalah Tarbawi edisi206 Th 10. Jun 09.)
rasanya
ingin jadi orang seperti itu sabar layaknya isa al masih, mendoakan
kebaikan bagi orang yang membenci seperti Muhammad rasulullah. tetapi
ketika kita membiarkan orang dholim kepada kita bukankah kita bagian
dari kedholiman itu. apakah kepermisifan kita tidak malah di maknai
sebagai pembenaran bagi orang2 dholim itu? bukan kah kita juga
berkewajiban untuk menyadarkan orang? tidak sekedar dengan hati?
ternyata
pilihan manapun yang aku ambil.. aku hanya akan menemukan keraguan yang
tak kalah hebatnya.. sepertinya aku masih mesti banyak belajar lagi..
kapan2 aku beritakan pada setiap engkau yang adalah aku!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar