Dalam berapa siang ini kusempatkan lagi mencarimu. Disudut-sudut waktu.
Disela-sela jemari. Berharap mungkin sekali ini kau terselip disalah
satunya. Hari jelas belum begitu sore, jadi tak mungkin keberadaanmu
sulit terpasti. Tapi, entah kenapa, kali ini tak juga kutemui kau
disemua titik yang paling mungkin.
Dalam berapa siang ini kusempatkan lagi mencarimu.
Entah kenapa kau menjadi lebih penting dari apapun itu. Jangankan
sekedar makanan atau mungkin minuman yang biasa kau reguk juga. Udara,
mungkin kalah penting kali ini.
Pikiranku penuh sesak dengan mereka,
kita dan entah bertumpuk dalam berbagai kata ganti yang pernah ku kenal.
Berdesakkan berusaha masuk dalam sel otakku. Berkecamuk. Saling
berperang berebut pengaruh. Memukul, saling tendang, mencekik dan apapun
itu untuk menguasai jiwaku. Mengambil alih tubuh rentaku, mengaku-aku,
menjadikanku mereka. Mewakili tak saja jasad, tapi ruh!
Tubuhku
limbung dengan berjuta bisikkan ditelingaku. Menyuruhku melakukan ini
dan itu. Mengatur langkah kakiku kearah yang tak pernah kupaham betul.
Berkali aku menghirup udara, padahal dadaku penuh! Entah dimana lagi
udara mesti kutaruh. Paru-paru semakin kembung, memanas, mengembang,
menunggu meledak tak mampu lagi menampung udara yang terus dilesakkan.
Rasanya gila,..
Mencarimu, akhirnya,..
Sulitnya minta ampun,..
Padahal,
untuk menjadi gila, rasanya agak takut. Apakah aku mampu? Itupun kalau
gila memang mesti jadi pilihan. Padahal, yang ku tahu. Dalam berapa
hari ini, aku tak lagi merasa punya pilihan. Terkadang terbersit,
kalaupun ada pilihan,.. apakah aku sanggup memilih.
Dahulu, aku
percaya betul. Taklah ada yang layak kupercaya. Bahkan diriku sendiri.
Kalau lah ya ia layak ku percaya: kenapa ia biarkan aku jatuh makin
jauh?
Untunglah, aku masih cukup beriman. Untuk tak menjadi gila,
atau bahkan konyol bunuh diri. Untunglah, aku cukup malu untuk menjadi
orang gila. Dan, aku cukup takut untuk memilih bunuh diri.
Biarlah,
setidaknya,.. ditempatku kini,.. aku menjadi manusia yang merdeka. Bebas
untuk membiarkan pikiranku mengangkasa jauh. Tak sekedar merasuk
langit. Tapi merambah jauh kedalam hati mu, hati engkau. ( itupun jika
kau masih punya hati )
Cisarua. Januari, 2015. Dalam kamarku yang damai, menghirup udara paling menenangkan yang pernah aku tahu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar