Nak...
Hari belum lagi di mulai
Masih
banyak yang terlelap. Menikmati setiap klik yang mungkin, menikmati
setiap dengkurannya, menikmati setiap tarikan selimut yang
menghangati...
Disudut
dunia lain, hari ternyata sudah dimulai jauh sebelum itu. Bagi sebagian
dari mereka.. hari dimulai justru kemarin, bahkan mungkin kemarin dulu.
Bagi
mereka, ini bukan persoalan gaya hidup, prinsip atau apapun lah segala
pandangan hidup.. yang sering kita pandang dengan berbusa-busa itu.
Rasanya nak.. tak paham ayah.. bagaimana tangan yang melepuh, tulang
punggung yang meremuk... dan... dingin yang menyiksa.. dalam baju yang
basah berjam-jam, berhari - berminggu - berbulan ... - bertahun?
Kemarin
dulu, ayah sering mengeluh nak... tentang betapa santai hidup ayah...
bekerja sebagai PNS dengan jam kerja tak lebih dari 8 jam...
membosankan... lalu kemarin kemudian... pekerjaan mulai bertumpuk,
pesanan tulisan mulai tak tertangani, riset rasanya juga banyak yang
menjadi hambar tak berkualitas. Jam kerja ayah mulai membaik... hampir
20 Jam sehari. Mulai berangkat bekerja jam 4 subuh.. dan pulang jam
11.30 malam, itu kalau tak ditambah sisa kerjaan di siang yang tak
sempat selesai.
Lalu
mulailah ayah mengeluh lagi, tentang betapa lelah hari yang hampir
tanpa istirahat. Padahal bukankah ini hasil dari do'a yang ayah
panjatkan dulu itu? Ingin sibuk? Nak... dibandingkan apa yang mereka
kerjakan.. tak secuilpun kerja ayah layak disebut kerja keras. Setelah
berjam-jam berjuang itu.. inilah hasil mereka.. tumpukan sampah? Tapi
mereka masih bisa tersenyum, bercanda, menikmati hari... yang ayah sudah
tak lagi punya... Nak, rasanya bukan laki-laki memang.. air mata tak
mampu ayah bendung melihat mereka. Nak, disela-sela kesedihan, terenyuh
melihat kerja keras mereka dan ... hasilnya..... terselip rasa malu:
tentang betapa tak tahu terima kasihnya kita pada Tuhan, yang begitu
rajin mengabulkan hampir setiap doa malam kita. Tentang betapa tak tahu
malunya kita, yang begitu rajin pula mengeluhkan betapa pemberian Tuhan
yang tak juga sesuai dengan apa yang kita inginkan, yang kita butuhkan.
Anakku, terkasih.. cinta ayah
Ayah
akui.. tak pandai ayah bertutur pada kalian. Membuat kalian paham pada
sesuatu yang ayah sedang ingin kalian memahaminya, ternyata beribu kali
lipat sulitnya dari membuat ayah sebelumnya mampu memahaminya. Dengan
menulis begitu banyak catatan, ayah berharap.. jika kalian tak paham
hari ini.. mungkin nanti.. ketika kalian punya waktu yang lebih luang
untuk memahaminya, kalian bisa membacanya lagi. Mungkin berulang kali?
Mungkin bahkan ketika ayah sudah tak ada kelak. Tak banyak yang mampu
ayah wariskan pada kalian nak... maafkan ayah... karena menjadi ayah
yang tak layak...
Pesan ayah nak,...
Bangkit
lah.. berhenti berkeluh kesah.. mengeluh ternyata jauh lebih menguras
energi kita dari pada: ketika kita kemudian mulai memutuskan dan
bergerak untuk bangkit, berubah, menggenapkan diri menjadi manusia yang
jauh lebih layak. Mumpung hari,... mungkin masih pagi,...
Dengan Cinta,
Untuk anak-anak Matahariku
Ayah.Dr+
Tidak ada komentar:
Posting Komentar