Terus terang, saya bukan lah seorang muslim yang ta'at. Saya
dibesarkan dalam lingkungan yang sangat plural, sewaktu masih di bawah
kelas 4 SD saya biasa mengaji di Mushala keluarga besar H. Edi di Jl.
Sukalaya Barat No 2-6 di Tasikmalaya, kami mengaji dengan guru ngaji
panggilan dari Muhammadiyah dan Persatuan Islam. Setelah naik ke kelas 4
SD, saya biasa mengaji ke sekolah agama didekat rumah di Lewobabakan,
Lingkungan yang mayoritas berafiliasi ke Nahdratul Oelama. Saya menimba
semua ilmunya dalam kehausan yang sangat. Lemahnya daya ingat saya,
membuat proses belajar keagamaan saya lebih condong pada hakikat
daripada hapalan. Itulah sebabnya mempelajari bahasa juga menjadi
kelemahan saya yang terbesar, sampai kini bahasa arab dan bahasa inggris
sebagai bahasa internasional terdekat dalam lingkungan keseharian, tak
juga mampu dipahami secara layak.
Tetapi, akhir-akhir ini
kehidupan beragama saya mulai terusik. Muslim, yang dahulu saya kenal
melalui sekolah agama dan pengajian, tak lagi ramah-rahmatan lil alamin.
Seperti apa yang sering digambarkan kepada saya sewaktu kecil. Muslim,
menjadi semakin kasar dan mencaci-maki. Setiap kelompok muslim merasa
lebih Islam dari pada kelompok muslim lainnya. Sebagai orang yang gemar
berdebat-berdiskusi sejak kecil, saya kira saudara-saudara muslim ini
telah jauh melenceng dari kemuslimannya, dari
kerahmatan-lil-alaminan-nya. Saya agak ragu, mengenai ajaran mana yang
memerintahkan kita mencaci-maki orang lain?
***
Secara sarkastik, para penghina nabi itu dalam banyak literatur hanya dilawan dengan 3 hal,
1. Mungkin sudah banyak yang tahu riwayat ini:
Ketika
melihat Abu Bakar dicaci maki oleh seorang lelaki, lalu Abu Bakar
membiarkannya dan tidak membalas caciannya. Melihat kesabaran Abu Bakar,
Muhammad Rasulullah tersenyum bangga. Akan tetapi manusia mana yang
bisa menandingi akhlak Rasulullah dengan sama persis. Tidak juga Abu
Bakar. Ketika orang yang mencaci makinya dirasa melampaui batas, Abu
Bakar mulai terpancing emosinya dan turut membalas caciannya. Rasulullah
kecewa dengan sikap Abu Bakar yang dinilai kurang sabar, sehingga
Beliau langsung pergi dari tempat tersebut .
Abu Bakar lalu
bertanya: YA RASULULLAH, lelaki itu telah memaki maki aku, sementara
engkau tetap saja duduk, namun ketika aku membalas sebagian
perkataannya, engkau justru marah dan pergi?
RASULULLAH SAW
lantas berkata: Sebenarnya waktu itu sudah ada malaikat yang membalas
nya. Ketika engkau membalas caciannya maka setanpun hadir.
2. Sepertinya hampir kebanyakan muslim kenal hadits ini:
Dari
Aisyah radhiyallaahu 'anha berkata, “Orang-orang Yahudi mendatangi Nabi
shallallaahu 'alaihi wasallam dan berkata, ‘assaal ‘alaikum’ (kematian
atasmu). Lalu Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam membalasnya,
‘Wa’alaikum’. Maka Aisyah berkata, assaam ‘alaikum wala’anakumullaah wa
ghadhiba ‘alaikum (Kematian atas kalian, laknat Allah dan kemurkaan-Nya
atas kalian). Kemudian Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam menegur
‘Aisyah, “Pelan-pelan wahai Aisyah!! Berlakulah lembut, jangan kasar dan
berkata jelek.”
Aisyah menjawab, “Apakah Engkau tidak mendengar
perkataan mereka. Lalu Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam
menjawab, “Apakah kamu tidak mendengar apa yang kukatakan? Aku telah
mengembalikan doa mereka kepada mereka dan doaku atas mereka dikabulkan,
sedangkan doa mereka atasku tidak.” (HR. Bukhari dan Muslim), dalam
riwayat Muslim, “Cukup wahai Aisyah, janganlah engkau menjadi pencaci,
sesungguhnya Allah tidak suka kepada cacian dan kata-kata buruk.”
إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِي عَلَى الرِّفْقِ مَا لَا يُعْطِي عَلَى الْعُنْفِ
3. Memang kita pun tak menapik riwayat yang satu ini:
Barangsiapa
muncul darinya penghinaan kepada Allah atau kepada salah seorang
rasul-Nya, maka sesungguhnya dia itu murtad dari agamanya lagi
meningalkan jama’ah, yang harus dibunuh bagaimanapun keadaannya dan
tidak diminta taubat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
من بدل دينه فاقتلوه
“Barangsiapa mengganti agamanya maka bunuhlah dia.”
Dan
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Tidak halal darah orang
muslim kecuali dengan salah satu dari tiga hal..” Dan beliau sebutkan di
antaranya “orang yang meninggalkan agamanya lagi memisahkan diri dari
jama’ah.” Sedangkan vonis pengkafiran orang ini dan kewajiban
membunuhnya adalah sama di dalamnya antara orang yang serius dengan
orang yang bercanda, sama saja baik dia itu meyakini kehalalan hal itu
ataupun tidak meyakininya. Allah Ta’ala berfirman:
وَلَئِنْ
سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ
أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ . لا
تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“Dan jika
kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu),
tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda
gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah,
ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu
minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman….” (At Taubah: 65-66)
***
Vonis Mengkafirkan Orang Lain
Yang
menjadi masalah adalah kapan kita bisa mengkafirkan orang lain, dan
bahkan adakah keterangan yang mensahkan setelah dikafirkan maka kita
kemudian diberi hak teologis untuk mencaci mereka? Rasanya akan menjadi
kontradiktif dengan penjelasan yang telah kita baca sebelumnya itu tadi.
Baiklah, agar kita bisa berada dalam pemahaman yang paling sederhana
dan bisa diterima oleh kelompok manapun. Ada baiknya kita memulai
diskusi selanjutnya dengan pertanyaan, Siapakah orang Islam itu? Jika
jawabnya kita kembalikan kepada para pihak yang sedang betentangan maka
permasalahan akan kembali mentah lagi. Kita sepertinya masih ingat
pengetahuan pertama ketika masuk ke sekolah agama di kelas 1 dulu, Rukun
Islam (dan rukun Iman).
عن عمر بن الخطاب
رضي الله عنه قال : بينما نحن جلوس عند رسول الله صلى الله عليه وسلم ذات
يوم إذ طلع علينا رجل شديد بياض الثياب شديد سواد الش...عر , لا يرى عليه
أثر السفر , ولا يعرفه منا أحد حتى جلس إلى النبي صلى الله عليه وسلم فأسند
ركبته إلى ركبتيه ووضح كفيه على فخذيه , وقال : يا محمد أخبرني عن الإسلام
, فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم " الإسلام أن تشهد أن لا إله إلا
الله وأن محمدا رسول الله وتقيم الصلاة وتؤتي الزكاة وتصوم رمضان وتحج
البيت إن استطعت إليه سبيلا " قال صدقت فعجبا له يسأله ويصدقه , قال :
أخبرني عن الإيمان قال " أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر
وتؤمن بالقدر خيره وشره " قال : صدقت , قال : فأخبرني عن الإحسان , قال "
أن تعبد الله كأنك تراه , فإن لم تكن تراه فإنه يراك " قال , فأخبرني عن
الساعة , قال " ما المسئول بأعلم من السائل " قال فأخبرني عن اماراتها .
قال " أن تلد الأمة ربتها وأن ترى الحفاة العراة العالة رعاء الشاء
يتطاولون في البنيان " . ثم انطلق فلبث مليا , ثم قال " يا عمر , أتدري من
السائل ؟" , قلت : الله ورسوله أعلم , قال " فإنه جبريل أتاكم يعلمكم دينكم
" رواه مسلم
Dari Umar bin Al-Khathab radhiallahu 'anh, dia berkata:
"Ketika
kami tengah berada di majelis bersama Rasulullah pada suatu hari,
tiba-tiba tampak dihadapan kami seorang laki-laki yang berpakaian sangat
putih, berambut sangat hitam, tidak terlihat padanya tanda-tanda bekas
perjalanan jauh dan tidak seorangpun diantara kami yang mengenalnya.
Lalu ia duduk di hadapan Rasulullah dan menyandarkan lututnya pada lutut
Rasulullah dan meletakkan tangannya diatas paha Rasulullah, selanjutnya
ia berkata," Hai Muhammad, beritahukan kepadaku tentang Islam "
Rasulullah menjawab, "Islam itu engkau:
1. Bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Allah,
2. Engkau mendirikan shalat,
3. Mengeluarkan zakat,
4. Berpuasa pada bulan Ramadhan dan
5. Mengerjakan ibadah haji ke Baitullah jika engkau mampu melakukannya."
Orang itu berkata,"Engkau benar," kami pun heran, ia bertanya lalu membenarkannya
dst...
[Hadits
Riwayat Muslim dalam Shahihnya, kitab Al-Iman, bab 1, hadits ke 1. Dan
diriwayatkan juga hadits dengan lafadz seperti ini dari Abu Hurairah
oleh Al-Bukhari dalam Shahih-nya, kitab Al-Iman, bab 37, hadits ke 1]
Jadi
Definisi yang ditetapkan oleh Rasulullah itu sederhana sekali?! Rasanya
kemudian, kita sepatutnya harus sangat berhati-hati mengkafirkan orang
lain, kecuali ybs menyatakan secara jelas dan tak bermakna lain selain
menyatakan diri telah keluar dari Islam.
***
Kita
mungkin sepatutnya pula menjadi harus makin berhati-hati untuk tidak
menjadi kepentingan politik dan ekonomi siapapun yang akan melemahkan
persaudaraan kita sesama muslim. Mungkin saya harus jujur untuk
mengatakan untuk mencap diri Suni rasanya saya tak begitu paham apa
indikator kelayakan yang akan dikenakan kepada saya, pun apalagi begitu
jika saya mengaku Syiah. Saya hanyalah seorang muslim yang takut,
betapa kemudian melihat saudaranya diambang perang besar, saling bunuh,
dan dengan gagah sama-sama bertakbir الله أكبر ketika membunuh. Yang
paling membuat saya takut adalah ketika saya kemudian akan menyaksikan
ada yang akan tertawa dan betepuk tangan... melihat kita saling
membunuh, padahal ucapan pertama yang dilantunkan ketika berangkat Jihad
itu adalah بسم الله الرحمن الرحيم
Ya, Allah.. jika tiba
saatnya perang besar ini datang... tentu yang berangkat berperang adalah
orang-orang yang paling shalih diantara kami. Dan jika mereka kemudian
Syahid... tinggallah kami yang tak berpengetahuan ini?
Darmawan Soegandar