Rabu, 25 Agustus 2010

sepertinya kita harus mempertegas kembali?

apa yang harus kita pertegas kembali? hari-hari belakangan ini saya banyak di hadapkan pada banyak pertanyaan sederhana tentang; apa yang sedang saya pikirkan, telah atau akan saya ucapkan dan telah dan akan saya lakukan.. pertanyaan sederhana yang di mulai dari apa? kenapa? kapan? dimana? dan bagaimana? apa saya sudah menjadi orang yang ribet dengan pertanyaan seperti itu untuk setiap pikiran, ucapan dan tindakan saya? apa saya sudah memposting diri saya menjadi orang yang rijit? dan apakah kita sebagai manusia mesti atau tidak mesti seperti itu?
rasa-rasanya dalam pandangan umum kita akan terpasung pada pikiran yang umum pula. dimana hal itu agak tidak saya sukai. budaya pop dalam banyak sisi lebih banyak merepotkan saya dari pada memposisikan saya lebih baik dalam masyarakat umum. berapa hari yang lalu saya mendapatkan banyak nasihat dari salah satu acara talenta di sebuah stasiun televisi. "jangan pernah menjadi orang lain.. jadilah diri sendiri.. jangan pernah mau di stir jadi oran lain.. kamu bersinar seperti ini sekarang karena kamu sebagai dirimu adanya.." dari ucapan itu secara subjektif tentu saya ingin menjadikannya pembenaran atas tindakan saya selama ini. tetapi sebagai kaum pembelajar, ada sedikit terbersit ingin menempatkan nasihat itu secara porposional.
yang menjadi masalah kemudian kapan kita harus berpandai-pandai mengelola pendapat dan nasihat orang lain untuk tujuan memperbaiki diri kita di kemudian hari, tanpa menjadikannya satu-satunya dasar kita berubah? kapan kita mampu menempatkan diri untuk berubah menjadi lebih baik tetapi bukan untuk tujuan berubah agar sewarna dengan orang lain, atau bukan untuk tujuan agar kita diterima orang lain? dan apakah keberterimaan orang lain layak kita jadikan tolok ukur pada kemampuan kita hidup bersosial? pernah spongbob mengajari kita tentang "kenormalan" apa itu sebenarnya bergaya hidup normal seperti orang lain? apakah seseorang disebut normal karena dia 'sama dengan orang lain' pada batasan apa? spongbob mengajari kita bahwa hal itu tidak lah segamblang yang kita katakan di atas. ada banyak indikator lain yang harus kita pertimbangkan..
tetapi ada pertanyaan yang selama ini menjadi keyakinan saya yang dipertanyakan keabsahannya oleh rekan sejawat saya sesama dosen.. apa dasar orang memilih kita atas pekerjaan/jabatan/posisi tertentu? sepertinya untuk konteks Indonesia hal ini agak sulit.. tidak ada saya berhasil menemukan sebuah pola yang bisa di pahami dalam formula yang bisa dirumuskan untuk generalisasi. keyakinan sementara saya bahwa kita di pilih atas keberbedaan kita dengan kandidat yang lain.. rasanya masih akan saya pertahankan. toh juga saya belum menemukan alternatif formulasi lain..
yang kemudian kita harus pertegas adalah dasar argumen atas seluruh pikiran, ucapan dan tindakan kita.. karena pertanyaan itulah pula yang akan Allah Yang Maha Kuasa akan pertanyakan pada kita kelak.. lima pertanyaan sederhana yang menurut anda hanya sekedar meribet-ribet diri sayalah yang akan Allah tanyakan juga nanti di akhirat kelak.. Apa, Kenapa, Bagaimana,Kapan dan Dimana?.. dan jika kita persiapkan dari sekarang jawabannya.. baik-baik saja kan? ya.. itung-itung buat bahan contekan ketika di tanya di kubur kita nanti..
yang menakutkan.. kita semua, sekecil apapun adalah pemimpin dan kita akan di tanya atas apa yang kita pimpin.. hmm.. jadi surut berapa langkah.. niat ingin saling bantu dengan orang banyak.. beratnya.. tapi jika kita surut, harusnya kita berpantang.. karena; BETAPA KALAHNYA?

2 komentar:

  1. Ukuran "jadi diri sendiri" itu seperti apa pa ?
    Bukankan sebagian hidup kita terinspirasi dr org lain ?
    Disaat kita mendapat inspirasi dr org lain lalu mencontohnya , apakah itu disebut "tidak menjadi diri sendiri " ?

    #tulisan bapa bagus#

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tidak ada ukurannya yang paling sahih fan. Tidak bisa digeneralisir. Tipis sekali bedanya antra keras kepala dan orang yang berkarakter. Soal mengambil nasihat atau tidak dll dst cek lagi note ayah diatas. Pasti paham

      Hapus